Adi terduduk di atas ranjang empuknya, sambil tangannya menggenggam sebuah kotak berisi pil obat tidur.
Sialan anak itu...!
Kenapa dia selalu mempersulit rencanaku?
Apa dia tahu tentang rencana ini?
Adi menatap kotak obat tidur yang ada di dalam genggaman tangannya
Wajar saja dia curiga..
Lagipula tadi aku tampak begitu bodoh didepannya..
Bukankah sikap baik ku padanya tadi itu terlihat seperti dibuat-buat?
Huh!
Kalau bukan karena teman-teman kuliahku yang mau reunian di rumah ini, aku tidak mungkin mau repot-repot membius anak itu dengan obat tidur murahan ini...
Sekarang bagaimana..?
Mereka akan tiba disini pukul 9 malam. Dan sekarang aku hanya punya 2 jam lagi untuk menyiapkan rumah ini untuk tempat menginap mereka...
Lalu tentang Fin...
Apa anak itu aku ikat lagi saja?
Jelas sekali tidak mungkin aku memperkenalkan Fin sebagai...Sebagai....
Aarghh...!
Tidak mungkin..!
Aku tidak mau mengakuinya sebagai anak angkatku sekalipun...!
Ya... Aku harus....
Menyembunyikannya....!
Dengan buru-buru, Adi segera mengambil dasi kerjanya, dan segera menuruni anak tangga untuk menemukan Fin.
Matanya segera menangkap sosok yang tengah duduk dan tertunduk di pojok ruangan.
Ah...
Telapak kakinya berlumuran darah..
Lalu... apakah sekarang ia sedang tertidur?
Adi melangkahkan kakinya untuk mendekati Fin, dan berjongkok di depannya.
Cukup lama ia menatap wajah lelah itu dengan seksama.Tidak mungkin bila aku harus memindahkannya ke kamar mandi belakang itu..
Sepertinya dia harus dibangunkan.
"Bangun..!"
Tubuh itu tersentak kaget, walaupun tadi suara Adi tidak terlalu keras.
"A...Ada apa pa..?"
Fin segera bersimpuh di depan ayahnya, karena takut bila ayahnya akan menghukumnya lagi.
Ku akui bahwa sikapnya kali ini cukup mengesankan.
Apakah sekarang ia sudah tunduk padaku?"Aku mau kamu pergi ke kamar mandi belakang sekarang juga"
Fin tampak terperangah sejenak.
Menatap mata abu-abu milik Adi, dan mencari keseriusan disana."Ke kamar mandi belakang pa..?"
Fin ingin memastikan lagi, bahwa dirinya tidak salah dengar.
Adi membuang nafas melalui mulutnya, karena dadanya terasa sedikit sesak kali ini."Iya, teman-temanku akan datang. Dan aku nggak mau mereka liat kamu. Kamu ngerti?"
Dada Fin terasa sakit saat mendengar kata-kata ayahnya itu.
Kenapa...?
Apakah aku sudah tidak pantas lagi menjadi anak papa...?Fin mengangguk mengerti. Walaupun air sudah kembali menggenang di matanya, dan membuat pandangannya sedikit kabur.
Fin berdiri perlahan.
Punggungnya masih terasa sakit jika digerakkan, namun ia mencoba menepis rasa sakit itu.
Fin pun berjalan dengan perlahan, diikuti Adi dibelakangnya yang sudah menggenggam sebuah dasi untuk mengikat tangan Fin nantinya.Fin duduk di pojok ruangan, dan segera mengulurkan kedua tangannya.
Seakan menyerahkan kedua tangannya untuk kembali diikat. Hal itu pun membuat Adi sedikit terkejut.Kepasrahan tampak tergambar jelas di wajah Fin, yang juga membuat Adi menatap anak itu sejenak.
Anak ini...kenapa ia tampak begitu pasrah..?
Ah... Sepertinya tangannya tidak perlu diikat...Buru-buru Adi memasukkan kembali dasi yang ada didalam genggamannya, ke
dalam saku celananya."Tidak usah...Tanganmu sepertinya tidak perlu diikat...
Tapi ingatlah, jangan mencari masalah denganku!
Jangan bersuara! Dan jangan coba-coba muncul ke dalam rumah ini...
Mengerti...!?"Pertanyaan itupun segera dijawab dengan anggukan cepat dari kepala Fin.
"Ta..tapii..."
Fin buru-buru menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya.
Ia takut bila ucapannya akan membuat ayahnya kesal."Ada apa lagi?" Tanya Adi malas.
"Ah..a..aku mau..."
Fin ragu-ragu dengan ucapannya.
"Cepatlah! Aku tidak punya waktu..!"
"A..aku mau...lampunya.... dinyalakan...b..boleh pa...?"
Adi pun hanya mengangguk, dan segera mengunci pintu kokoh itu dari luar.
Tak lupa, ia juga menyalakan lampu seperti permintaan Fin, dan segera pergi menjauhi ruangan itu.Fin terdiam di dalam kamar mandi itu.
Bibirnya sedikit terangkat.Setidaknya malam ini tidak akan begitu gelap...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely dad
Romance"Ma...maaff.." Fin mulai terisak. "Ngapain kamu minta maaf JALANG..!? Kutanya sekali lagi... Dimana foto Mary dan Ian..?" "Maaf ....hiks.. A..aku nggak ber..maksud...." Adi terdiam. Masih menghimpun kesabarannya untuk mendengarkan penjelasan F...