Fin berjalan perlahan sambil berjinjit melewati Ignas dan Tony yang tengah terlelap di atas sofa, diruang tengah yang redup.
Kini ia berdiri satu langkah tepat didepan kedua penculiknya yang tengah tertidur pulas itu.
Udara malam itu sangatlah dingin, apalagi rumah tempat Fin disekap sekarang ini, berada di tengah hutan di lereng gunung.
Udara yang dingin itu pun dapat masuk dengan lancar melalui ventilasi udara dan juga dari jendela yang terbuka lebar, sehingga membuat Fin sedikit menggigil kedinginan, karena pakaian tipisnya yang seolah tidak memberikan perlindungan sama sekali.
Satu langkah lagi, maka Fin akan sampai didepan pintu kayu besar itu.
Dan satu langkah lagi menuju kebebasannya.SREEEKK....
Fin benar-benar kaget bukan main, karena mendengar suara dari sesuatu yang berkibar dibelakangnya.
Tubuhnya terasa lemas seketika, dan rasa takut seakan melingkupi dirinya.
Fin tahu bahwa salah satu dari mereka baru saja terbangun dari tidurnya, dan akan segera kembali menangkap dirinya.
Fin menutup matanya rapat-rapat saat menunggu suara para penculiknya yang berada tepat dibelakangnya.
Namun ternyata, suara itu hanyalah suara tirai kain yang tertiup oleh angin dari luar jendela.Ia menghembuskan nafas lega sambil menekan dadanya, karena jantungnya yang masih berpacu dengan kencang.
Fin mengumpulkan keberaniannya lagi, dan kembali berjingkat menuju pintu depan, dan berniat untuk membuka pintu itu sepelan mungkin.
Ia benar-benar takut bila salah satu ataupun kedua pria itu terbangun, dan kembali menangkap dirinya.TES...
Fin merasakan sesuatu yang hangat baru saja menetes mengenai kakinya.
Dan saat ia menundukkan kepalanya, ia melihat setetes cairan berwarna gelap yang mewarnai kakinya.
Dan rasa hangat lain, baru saja menjalar menuruni bibirnya, lalu melewati dagunya, dan menetes membasahi pakaian tipisnya.
Fin menyadari bahwa cairan itu adalah darahnya, yang mengalir dari lubang hidungnya.
Ia mencoba untuk mengacuhkan hal itu walaupun kepalanya sudah mulai terasa berat.
Fin tahu bahwa ia baru saja mendapatkan karma, karena sudah berpura-pura sakit didepan para penculiknya.
Fin mengelap darah di hidungnya dengan punggung tangannya, dan segera meraih gagang pintu depan itu untuk membukanya.GREEKKK......
Fin terkejut bukan main saat pintu itu mengeluarkan bunyi berderit yang sangat keras, sehingga ia dapat mendengar suara kedua pria dibelakangnya itu terbangun.
Tanpa berpikir dua kali, Fin segera berlari keluar dari rumah itu, dan ia sempat memperlambat kecepatan berlarinya, saat melihat betapa gelap gulitanya hutan itu.
Tidak ada penerangan sedikit pun disana, bahkan tidak ada juga secuilpun bulan untuk memberikan sedikit sinarnya pada bumi malam itu.Fin tidak bisa melihat apapun, sehingga ia memperlambat dirinya sendiri, sambil tangannya mencoba meraba-raba kasarnya kulit pohon yang berada disekitarnya.
Namun sedetik kemudian Fin melihat cahaya putih yang menyorot dirinya.
Fin tahu bahwa sinar itu adalah sinar senter dari salah satu penculiknya, yang kini tengah mengejar tepat dibelakang tubuhnya.Fin terus berlari menjauhi sinar dari senter itu, dan tanpa ia ketahui, kini ia tengah berlari menuju ke arah tanah yang menurun.
"BERHENTI DISANA, SEBELUM AKU MENYAKITIMU...!"
Fin dapat mendengar teriakan dari Ignas, namun ia tetap berlari tanpa arah dan tujuan.
Berkali-kali tubuhnya menabrak batang pohon yang tinggi menjulang, sehingga kain tipis yang membungkus tubuhnya pun mulai koyak.
Fin semakin kehilangan fokusnya dan kecepatannya pun semakin melambat.
Kesadarannya kini mulai berkurang, hingga akhirnya kakinya tersandung sebuah akar pohon yang menyembul dari dalam tanah, sehingga tubuhnya terjatuh dan terguling-guling ke arah jurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely dad
Romance"Ma...maaff.." Fin mulai terisak. "Ngapain kamu minta maaf JALANG..!? Kutanya sekali lagi... Dimana foto Mary dan Ian..?" "Maaf ....hiks.. A..aku nggak ber..maksud...." Adi terdiam. Masih menghimpun kesabarannya untuk mendengarkan penjelasan F...