Pergi

30.9K 1.3K 10
                                    

Adi sedang terpekur di depan sebuah gundukan tanah merah yang masih baru.
Gundukan tanah merah yang tampak menyembul, dengan sebuah batu nisan di depannya.

Dan disitulah Adi.
Yang kini tengah menatap ke arah sebuah kuburan yang baru saja dibuat, dengan tanahnya sendiri yang masih basah.
Dada Adi terasa sesak seketika.
Nama yang terukir di batu nisan itu adalah nama anaknya yang telah meninggal dalam kecelakaan tragis.

Ian....

Adi menekan dadanya sendiri yang terasa nyeri.
Di sebelah nisan yang nampak baru saja di buat itu, terdapat sebuah nisan lain dengan bentuk yang sama.
Adi menatap nisan itu lama sekali.
Nisan itu berukirkan nama istrinya yang juga telah meninggal di dalam kecelakaan yang sama.

"Mary....."

Ujar Adi lirih.
Ia pun berpaling dari nisan itu, dan melihat sebuah lubang lain.
Lubang makam yang masih baru, dan belum ditempati oleh siapapun.
Adi kembali berpaling dari situ, dan segera berlari kecil, hingga entah bagaimana bisa sampai di depan rumahnya.

Dari depan rumah itu, Adi sudah bisa mencium aroma melati yang amat kuat.
Seolah-olah akan ada sebuah pernikahan, atau sebuah acara pemakaman.
Namun tubuhnya menegang seketika.
Saat bola matanya melihat sebuah peti mati berwarna coklat tua, yang ternyata berisikan sesosok gadis yang telah menemaninya selama belasan tahun terakhir ini.

"Fin....?"

Adi memposisikan dirinya untuk berdiri di depan peti yang terdapat ukiran-ukiran indah di pinggirannya.
Perlahan, ia menyentuh pinggiran peti yang terasa amat dingin dan keras dengan jemarinya.
Ditatapnya gadis itu, yang memakai gaun sutra putih yang sangat indah dan sangat pas di tubuhnya.
Dan Adi teringat, itu adalah gaun pengantin yang Mary kenakan saat menikah dengan Adi.
Tangannya perlahan terulur, dan menyentuh tangan Fin yang terlipat di atas dadanya.

Masih hangat!

Kenapa?

Kenapa begini?

Tetesan air mata Adi tak bisa ia tahan lagi.
Tangisannya memecah keheningan di rumah yang kosong itu.

Adi segera membuka matanya lebar-lebar, dan mendapati dirinya masih berada di atas kasur di kamar tidurnya.
Tubuhnya basah oleh keringatnya sendiri, dan pipinya basah oleh air mata yang baru saja mengalir menuruni pipinya.

Sungguh mimpi yang buruk!

Tetapi Adi sempat tertegun sejenak.
Ia sangat jarang bermimpi.
Namun, sekalinya ia bermimpi, maka biasanya mimpi itu bisa dikaitkan dengan suatu hal.
Adi menggelengkan kepalanya.
Dirinya yakin, bahwa tidak akan ada hal buruk apapun yang terjadi setelah ini.

Adi melihat cahaya matahari yang terhalang oleh tirai jendelanya yang besar itu.
Ia pun segera bangun, dan membuka tirai itu lebar-lebar, agar cahaya matahari dapat masuk kedalam, dan menerangi kamarnya.

Cahaya matahari siang itu sangatlah hangat, dan menyilaukan.
Adi sedikit terkejut dengan hari yang sudah beranjak siang.
Dilihatnya jam yang ada di dinding kamarnya.
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas siang.

Tunggu!

Anak itu belum makan apa-apa sejak kemarin!

Sekarang ini dia pasti sangat kelaparan!

Adi pun segera keluar dari kamarnya, dan menuruni anak tangga untuk mencari Fin.

"Fin...!?"

Dipanggilnya anak itu.
Namun tidak ada suara sama sekali.
Ruang tengah itu masih sangat sunyi, persis seperti yang ada di mimpinya.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang