Bertemu

31.9K 1.3K 23
                                    

Adi terdiam di lorong rumah sakit yang kosong itu.
Keheningan yang mencekam di lorong itu, seolah berniat akan membunuhnya secara perlahan-lahan jika ia masih tetap akan berdiri di sana.
Lorong rumah sakit ini cukup gelap, karena matahari yang belum menghilang sepenuhnya dari langit, hanya menyinari sampai di pintu di ujung lorong rumah sakit itu.
Adi masih berdiri disana sedari siang tadi, hingga kini.
Menunggu kepastian tentang jenasah itu.
Melipat tangannya, sambil menyandarkan punggungnya pada dinding berwarna putih yang dingin.
Ia tidak peduli, walaupun tubuhnya sudah mulai lelah dengan keadaan ini.
Ia akan tetap berdiri disana, sampai ia mengetahui kebenaran itu.
Pikirannya tidak sedang berada pada tempatnya sekarang ini.
Seolah-olah pikiran-pikirannya itu sekarang ini tengah hilang entah kemana.
Adi yakin sekali, bahwa ia akan menjadi tidak waras jika hasil forensik itu belum keluar dalam satu jam lagi.

Tubuhnya lelah...

Pikirannya lelah...

Dan hatinya hancur...

Jika saja kamu benar-benar pergi Fin....

Aku...

Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi...

Adi berkali-kali menyesali dirinya yang sudah sering menyakiti Fin.
Menyiksa anak itu sampai diluar batas yang wajar.
Adi melipat tangannya, menundukkan kepalanya, dan memejamkan matanya erat-erat.

Tuhan....

Jika memang engkau ada...

Tolong dengarkanlah permintaanku ini...

Pertemukanlah kami kembali Tuhan...

Tiba-tiba saja suara lolongan kesedihan menggema di rumah sakit itu.
Adi segera membuka matanya serta mengangkat kepalanya, dan melihat ke arah sumber suara.
Seorang wanita paruh baya beserta beberapa orang lainnya yang terlihat sebagai satu keluarga itu, tampak berjalan cepat menuju ke arahnya.

"Mana anakku!?

Mana....!?"

Wanita itu terus menjerit didalam tangisannya.
Rombongan keluarga itu pun segera melewati Adi yang tengah terdiam.
Dan di paling belakang rombongan itu adalah seorang polisi wanita yang tengah menggunakkan masker yang menutupi setengah dari wajahnya.
Polisi wanita itu menghampiri Adi.

"Maaf pak, dari hasil sidik jari jenasah, ternyata korban ini bukanlah anak bapak...
Tetapi adalah anak dari keluarga ini..."

Polisi itu menunjuk ke arah rombongan keluarga yang berada di depannya.
Adi dapat melihat senyuman polisi wanita itu dari balik maskernya, dan ia pun tersenyum lega padanya.

"Terimakasih..."

Polisi wanita itu pun mengangguk ramah, dan berlalu pergi.

Adi tertawa.

Menertawakan dirinya sendiri.

Tragis.

Hanya itulah alasan mengapa ia menertawakan dirinya sendiri.
Tiba-tiba saja handphonenya berdering keras, hingga menggema ke ujung lorong yang sepi itu.

"Adi!

Kamu dimana?

Rapatnya mulai setengah jam lagi!"

Adi mendengar suara panik sahabatnya itu.
Dilihatnya jam tangannya, yang kini menunjukkan pukul setengah empat sore.
Seharusnya sore ini Adi menemui kolega kerjanya yang baru.
Namun semua hal tentang Fin ini sungguh membuat dirinya tidak berselera melakukan apapun.

"Tolong kamu tangani Otto!

Sepertinya hari ini aku tidak bisa..."

Otto mengetahui suara Adi yang terdengar putus asa.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang