Bekerja

27.4K 1.1K 4
                                    

Fin merasakan tubuhnya diguncang dengan keras, sehingga ia pun terbangun dan mulai membuka matanya yang terasa perih.

"Bangun..!"

Fin segera mengenali, bahwa suara itu adalah suara ayahnya.

"Ukh..."

Fin merasakan nyeri yang berdenyut pada sekujur tubuhnya, dan juga rasa dingin yang seakan melukai tulangnya.
Ia segera menyadari seluruh tubuhnya yang sudah dalam keadaan basah sejak tadi malam.
Dan kini, tubuhnya mulai menggigil kedinginan karena demam yang mulai menghinggapinya.
Fin terbangun dengan susah payah, tubuhnya terasa berat karena rasa sakit yang seolah menghambatnya untuk bergerak.

Adi sebenarnya tahu pasti, bahwa anak itu sedang kesakitan karena luka lebam yang ia berikan tadi malam.
Tapi ia sedang tidak ingin berbaik hati kali ini.
Diraihnya lengan kanan Fin, dan segera ditariknya tubuh itu dalam satu sentakan.

"Dengar Putri Tidur, siang ini aku ingin kamu membereskan seluruh rumah ini tanpa terkecuali, dan pastikan bahwa semuanya sudah rapih kembali sebelum aku pulang...
Apa kamu mengerti...?"

Fin mengangkat kepalanya, dan menatap mata abu-abu milik Adi.
Dikumpulkannya seluruh keberaniannya untuk bertanya.

"Ba...bagaimana kalau tidak selesai...?"

Adi tersenyum mengejek karena kepolosan sekaligus keberanian Fin.

"Kamu akan mendapatkan tempat yang lebih baik...."

Adi pun segera meninggalkan kamar mandi itu dengan pintu yang terbuka lebar, sehingga sinar matahari yang cerah pun dapat masuk dan menghangatkan tubuh Fin.
Fin melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi itu dengan perlahan, dan hal pertama yang ia lihat adalah kolam renang yang berada persis di hadapannya.
Kolam renang itu tampak keruh dan kacau dengan benda-benda yang mengapung di atasnya.
Dipinggir kolam renang, terdapat sebuah pemanggang barbeque yang kotor, serta sisa saus berwarna merah yang berceceran di sekitarnya.
Fin melihat ke arah jam dinding yang dipasang di teras dekat kolam renang.
Angkanya mengarah pada angka dua belas.
Fin tahu bahwa jam itu tidak salah, karena matahari pun sudah berada di atas kepalanya dengan sinar yang cukup panas.
Ia mengangkat tangannya, dan membiarkan sinar matahari menghangatkan lengannya yang kebiruan.

Fin berjalan tertatih-tatih memasuki rumah yang berantakan itu.
Sisa makanan berada dimana-mana, beserta dengan barang-barang pribadi milik teman-teman Adi, seperti celana dalam mereka, dan juga pakaian dalam gadis-gadis sewaan mereka.
Fin menatap lelah semua itu.
Bagaimana mungkin aku bisa menyelesaikan semua ini dalam setengah hari?
Fin tahu pasti bahwa Adi akan pulang pada pukul 6 sore.
Dan ucapan Adi beberapa saat yang lalu, tentang

"Tempat Yang Lebih Baik"

Fin segera mengerti maksud dari kata-kata ayahnya.
Itu pasti berarti...
Bahwa Fin akan pergi dari rumah kesayangannya ini.
Ia pun tidak mau berlama-lama lagi, segera saja ia mengambil penyedot debu, dan mulai membersihkan sofa dan perabotan lainnya.
Dengan tubuhnya yang lemah, Fin membutuhkan waktu hampir satu jam untuk menyelesaikannya.
Setelah cukup bersih, Fin segera mengambil kain pel, dan mulai mengelap seluruh lantai satu.
Ia merangkak untuk mengepel seluruh lantai satu,yang hanya dengan bermodalkan sebuah kain usang.
Fin merasakan telapak tangannya yang mulai perih karena tidak terbiasa mengepel lantai.
Biasanya Fin akan mengandalkan tenaga kerja seorang pembantu untuk membereskan pekerjaan rumah tangga.
Namun, pembantunya sudah berhenti bekerja tepat satu hari sebelum Adi datang.
Fin merasakan punggungnya yang semakin sakit karena terlalu banyak membungkuk.
Ia pun berhenti sebentar, dan melihat ke arah jam dinding, yang menunjukkan pukul setengah tiga siang.

Astaga....!

Lantai dua dan juga teras depan belum aku bereskan...

Fin pun segera mempercepat pekerjaannya, walaupun seluruh tubuhnya masih terasa nyeri.

Luka seperti ini bukanlah apa-apa...

Asalkan papa tidak mengusirku...

Asalkan aku masih bisa berada di sini....

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang