Fin meletakkan lego yang sedari tadi dimainkannya ke atas lantai putih yang dingin. Pandangannya tertuju kepada orang asing yang berdiri di ambang pintu, berdampingan dengan ibu Ruby, sang pemilik panti asuhan kecil itu.
Sesosok pria tinggi dengan jas hitam yang keren dan tampak mewah, tengah berdiri di depan pintu masuk panti asuhan.
Belum pernah Fin melihat ada orang berpakaian seperti itu kecuali para aktor pemain film. Beberapa hari yang lalu, dan di waktu-waktu sebelumnya pun kejadiannya selalu seperti ini.
Datangnya orang asing yang memperhatikan setiap anak secara seksama, dan di hari esok, salah satu teman Fin akan pergi dan tak akan kembali.Pria itu tampak baik dan penuh dengan kasih sayang. Ibu Ruby pernah bercerita tentang orang-orang asing itu. Katanya mereka akan memilih anak yang baik, dan anak yang terpilih akan disayang-sayang, dan juga diberikan apapun yang diinginkannya.
Fin sangat suka perhiasan imitasi yang ia anggap sebagai perhiasan sungguhan, seperti yang sering digunakan Ibu Ruby. Dan jika ia terpilih hari ini, mungkin saja ia akan tidur di atas tumpukan kalung dan gelang yang berwarna-warni.
"Inilah kesempatanku..!"
Fin berpikir seolah-olah ia sedang berada di dalam film. Adi tertegun melihat banyak sekali anak-anak di panti asuhan yang kecil itu. Ia memutuskan untuk memiliki anak setelah 2 tahun kematian istrinya, untuk menjadi pendamping hidupnya di rumah yang besar itu.
Ya, Adi adalah seorang pengusaha muda, yang diwarisi perusahaan yang cukup ternama di kotanya. Setelah istrinya meninggal dunia karena kecelakaan, ia hidup sebatang kara karena tidak memiliki orang tua maupun saudara lagi. Adi berpikir, mungkin saja akan lebih menyenangkan memiliki anak, ketimbang memiliki istri lagi.
Dan disinilah sekarang Adi berdiri. Di panti asuhan " RUBY "yang amat sederhana. Pemiliknya adalah seorang ibu muda yang bernama Ruby, yang menggunakan rumahnya sendiri sebagai wadah bagi anak-anak yatim piatu. Adi terdiam sambil memperhatikan satu demi satu anak-anak yang bermain di ruang tengah panti asuhan yang kecil itu.
Beberapa dari anak- anak itu tidak menarik sama sekali. Namun ada juga yang lucu dan menggemaskan. Adi tersenyum tanpa ia sadari, saat memandangi anak-anak yang sedang bermain lego. Pandangannya terhenti beberapa saat pada sosok kecil yang sedari tadi memandanginya.
Tiba-tiba saja anak itu bangkit berdiri, dan menghampiri Adi yang bingung dengan kedatangan anak itu yang datang tiba-tiba.
"!Om...om....."
Fin menarik-narik ujung jas hitam yang melekat pada tubuh menjulang Adi.
"Hmm...ada apa dik?"
Tanya Adi penasaran.
"Om mau ambil kita ya om?"
Pertanyaan itu membuat Ruby yang sejak kedatangan Adi, sudah mendampinginya hingga sekarang, merasa malu.
"Eh, kamu kok nanyanya begitu!? Itu nggak sopan, kamu tahu!?"
Bentakan yang dilontarkan oleh Ruby membuat Fin terlonjak kaget dan segera berlindung ke belakang tubuh Adi. Adi juga merasa kaget atas bentakan itu, dan secara refleks segera mengelus puncak kepala Fin untuk menenangkannya
"Maaf bu, tapi nggak apa-apa kok... Namanya juga anak kecil..."
Adi berusaha membela gadis kecil yang bersembunyi di balik kakinya yang jenjang itu.
"Tapi nanti dia jadi suka ngomong sembarangan pak! Dia harus di didik sejak kecil!"Terang Ruby tak mau kalah. Adi menghela nafasnya karena merasa bersalah pada gadis kecil yang menggenggam erat celana panjangnya yang melekat di kakinya yang jenjang itu.
Suara anak kecil yang menjerit di ruang sebelah, sontak membuat Ruby segera meninggalkan mereka berdua. Adi pun berjongkok di depan Fin dan menatap lurus di mata Fin yang bulat berbinar itu.
"Nama kamu siapa?"
Tanya Adi berusaha selembut mungkin.
"Fin, om.."
"Ehm..Iya Fin, om mau ambil satu dari kalian... Boleh kan..?"
Adi menunjukkan giginya yang putih di dalam senyumnya yang lebar.
"Om..om kalo ngambil kita, nanti kita disayang-sayang ya om?"
Pertanyaan polos itu membuat Adi merasa geli sekaligus gemas.
"Iya pasti dong...."
Adi berusaha merubah cara bicaranya yang formal menjadi non-formal.
"Om...nanti kita dibeliin yang kita mau nggak om..?"
Kali ini Adi tertawa kecil mendengar pertanyaan itu.
Ia mulai menyadari bahwa selama ini memang seorang anak kecil lah yang ia butuhkan untuk mengusir rasa kesepiannya.
"Iya Fin..."
Kini Adi menatap lebih dalam mata Fin yang tampak berbinar. Itu.
"Om...om mau nggak ambil aku aja..?"
Adi benar-benar kaget dengan pertanyaan Fin yang terakhir itu.
"Sungguh anak yang berani.."
Pikir Adi.
"Memangnya kenapa kamu mau diambil sama om?"
Adi merasa geli karena memanggil dirinya sendiri yang masih berumur 24 tahun itu dengan sebutan " OM "
"Soalnya kata bu Ruby, kalo diambil sama orang asing itu enak.. Katanya nanti kita dibeliin semua yang kita mau om..."
Adi tertawa kecil sambil menganggukkan kepalanya.
"Oh begitu ya Fin..?"
Adi berpura-pura mengerti agar anak kecil itu senang.
"Iya om...Makanya om ambil aku aja ya om..?"
Tangan Fin kini sudah menggenggam erat jemari tangan Adi agar tidak pergi kemana-mana.
Adi benar-benar merasa bingung karena ditawari seperti itu.
Namun, ia masih ingin melihat-lihat anak lain yang paling pas untuk menjadi anaknya."Emm..om mau jalan-jalan dulu ya Fin, nanti om balik lagi kok..."
"Bener ya om..?"
Jemari Fin masih menggenggam erat jari telunjuk dan jari tengah Adi yang sangat pas di telapak tangannya yang kecil.
"Iya Fin..."
Adi pun melepaskan jarinya dari genggaman tangan Fin, dan berjalan menuju ke ruangan lain.
Fin hanya melihat kepergian Adi dan berharap agar pria baik itu akan kembali untuk mengambil dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely dad
Storie d'amore"Ma...maaff.." Fin mulai terisak. "Ngapain kamu minta maaf JALANG..!? Kutanya sekali lagi... Dimana foto Mary dan Ian..?" "Maaf ....hiks.. A..aku nggak ber..maksud...." Adi terdiam. Masih menghimpun kesabarannya untuk mendengarkan penjelasan F...