Canggung. Itu adalah gambaran suasana yang pas untuk dirinya dan juga Armand. Entah lelaki itu merasakannya juga atau tidak, yang pasti sedari awal Anna turun dari kamarnya hingga makanannya hampir selesai mereka belum terlibat pembicaraan apapun bahkan hanya untuk sebuah sapaan. Alasannya hanya satu, yaitu karena pengakuan kecil Armand semalam, tapi jujur, terdengar seperti permintaan.
Anna hanya bisa melirik kecil, mencuri pandang ke arah lelaki yang nampak fokus pada makanannya. Walaupun Anna juga sebenarnya berusaha untuk menghindar dari setiap tatapan atau bahkan hal-hal yang bisa memancing lelaki itu membuka mulut tapi tetap saja keadaan ini benar-benar menyiksanya.
Niat hati ingin mulai menerima juga bisa mengawali hari-harinya dengan suasana hati yang baik dan juga ikhlas, sekarang malah dihadapkan dengan keadaan ini.
Setelah mengingat-ingat lagi, seharian ini atau selama beberapa minggu ke depan, Anna belum punya kesibukkan apapun. Memikirkannya saja sudah membuatnya muak, apalagi jika itu benar terjadi, maka dia sudah pasti akan mati kebosanan di sini. Anna berpikir untuk menemui salah satu sahabatnya, tapi bagaimana dia meminta ijin pada Armand di saat dirinya sedang berusaha menghindar dari segala bentuk interaksi dengan lelaki ini.
Tapi...tidak ada pilihan lain.
"Hm ... Armand."
Anna langsung memandang lelaki itu yang langsung menoleh saat dirinya memanggil, sial, tatapan Armand langsung membuat Anna terdiam, tiba-tiba mati kutu dan bingung harus melanjutkan ucapannya atau tidak.
"Katakan."
Mata Anna mengerjap pelan, "Hari ini aku berniat untuk mengunjungi salah satu sahabatku."
Mata Armand menyipit, lalu mengingat sesuatu, "Bukankah kau tidak memiliki teman?"
"Siapa bilang?"
"Kau tidak mengundang siapapun di pernikahan."
"Karena menurutku itu bukan sesuatu yang bisa kurayakan dengan sahabatku." Jelas Anna, kerutan langsung muncul dikening lelaki itu, masih tak begitu paham dengan perkataan Anna.
"Ini adalah penjara."sambung wanita itu.
"Penjara? Seperti itu kau menganggap pernikahan ini?" Tanya Armand yang sebenarnya hanya berniat mengetes sejauh mana keberanian dan kelancangan wanita itu. Tapi raut tak suka begitu jelas terlihat.
"Rumah ini bagaikan penjara, sedangkan pernikahan adalah hukuman bagiku."
Desahan panjang dan berat langsung terdengar. Punggung lelaki itu menyender pada senderan kursi membuat lelaki bisa melihat wanitanya dengan jelas. Muncul secuil amarah saat mengetahui begitulah wanita itu menganggap pernikahan ini. Dihadapan para pelayan yang tengah berdiri di sudut ruangan, yang Armand yakin mereka juga mendengar ucapan lancang wanita itu, sungguh membuatnya geram bukan main.
Rahang Armand mengeras, kepalanya masih menunduk, tapi hanya mencoba mengendalikan diri karena amarahnya sudah berada di puncak. Dirinya tak suka mendengar Anna begitu menyepelekan pernikahan ini di hadapan pelayan juga anak buahnya. Perkataan wanita itu seolah menghinanya, disaat tidak ada siapapun orang yang berani melakukan itu.
Mata lelaki itu berpindah menuju para pelayan yang menunduk, "Kalian pergi." Titahnya tegas. Lalu kembali menampakkan kilat marah pada Anna yang saat ini juga sedang menatapnya. Anna melihat para pengawal serta pelayan yang sudah melangkah pergi pun seketika bingung. Tidak sadar dengan alasan dibubarkannya mereka
"Lalu kenapa kau berpikir aku akan memberi ijin?"
"Hanya sebentar____aku sudah lama tidak bertemu dengannya."
"Setelah hinaan mu?"
"Hinaan?" Tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka, Anna pun semakin bingung, hinaan apa yang dimaksud lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire Prison
Mystery / Thriller[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertinggal." Ucap tegas lelaki jangkung dengan rahangnya yang mengeras. "Baik sir, tapi bagaimana dengan w...