Umpan Meriam

1.4K 79 0
                                    

Hai! Ini bulan lanjutan cerita SND. Tapi cerita lainya yang pernah aku ketik di note.

Baca aja sambil menunggu kelanjutan cerita. Aku sedang menyusun kata makanya gak up up.

[UMPAN MERIAM]

Takdir memang sangat menyebalkan dan kehidupan yang kadang suka bercanda. Sayangnya aku bukanlah pencinta guyonan yang dengan senang hati di ajak menikmati komedi dunia.

Lihat saja sekarang apa yang terjadi padaku. Memang keadaanku tidak terlalu buruk seperti keadaan orang lain yang tinggal di planet yang sama, tapi ada kalanya aku tak bisa menahan diri untuk mengeluh tentang keadaan.

Keluargaku bukan orang kaya, ataupun orang miskin. Hanya saja ekonomi keluargaku memang agak susah meningkat, karna gaya hidup orang tua dan adik perempuanku.

Di keluarga ini hanya aku yang bekerja karna ayahku yang memang tak bisa diandalkan.

Aku tidak begitu keberatan untuk bekerja membiayai semua kebutuhan, tapi prilaku mereka yang tak menghargai dan terkesan menuntut membuatku jengah sendiri. Contohnya saat ini.

"Cobalah untuk mengalah, kau sebagai anak sulung seharusnya mengerti Laura. Sarah butuh uang yang cukup untuk pernikahanya."

Lagi-lagi ibuku mengatakan untuk aku mengalah, padahal selama ini aku sudah cukup banyak berkorban.

Adik ku Sarah itu selalu di nomer satukan oleh ibu. Sarah yang mendapatkan apa yang ia inginkan hanya dengan merengek, ia yang bisa membeli barang tanpa melihat apakah barang itu perlu atau tidak, selama ia tertarik maka ia beli.

Sedangkan aku harus berusaha sendiri mendapatkan apa yang aku inginkan, meski berakhir dirampas oleh Sarah. Memakai barang bekas pemberian orang lain karna uang hasil kerja ku langsung berada di tangan ibu tanpa memberi kesempatan padaku menikmati aroma uang.

Aku tidak iri pada Sarah karna kesenjangan kasih sayang ini, hanya saja aku merasa tidak adil. Hanya karna aku seorang kakak bukan berarti aku yang harus selalu mengalah, hanya karna aku anak sulung bukan berarti aku harus menyerahkan seluruh hidupku demi kebahagian mereka. Aku juga punya hak, tidak melulu kewajiban.

"Bukankah pihak pria juga memberikan uang ibu? Aku juga harus mencari uang untuk sekolah Rian."

Meskipun aku bertanya seperti itu, aku juga tau bahwa calon suami Sarah tidak akan memberikan mahar yang cukup atau uang untuk acara pernikahan ini, mereka menikah karna terpaksa oleh keadaan. Yah, salahkan saja ke bodohan mereka sendiri yang bermain api tanpa memikirkan keadaan kedepanya.

Aku tau, mereka berdua menikah untuk menjaga nama baik. Tidak banyak orang yang tahu hal itu. Bahkan seharusnya akupun begitu, tapi maafkan saja diriku yang terlalu pandai menangkap informasi.

Pertanyaanku tadi hanya sebuah sindiran tanpa mengharapkan jawaban. Mulutku ini memang ingin sekali nyinyir dan berjulid riya, tapi apalahdaya, ada sesuatu yang menahan diriku untuk tidak bertindak demikiaan, alhasil aku menyindir secara tidak terbuka.

Tapi yang membuatku tak habis pikir adalah ibuku, ia ngotot ingin melangsungkan pesta pernikahan yang 'wah' tanpa memperdulikanku yang menjadi sapi perahnya mengering karna sibuk bekerja hanya untuk memenuhi ke inginan keluarga ini.

"Apa kau baru saja mengeluh!? Aku dan suamiku merawatmu sampai sekarang, bukankah wajar untuk ibumu meminta sesuatu pada anaknya sebagai balas budi?"

Shattered Novel Dimension 【Tamat】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang