[CHAPTER 30]
Bertindak melawan moral dan menyingkirkan sisi kemanusiaan tidak perlu di perhitungkan dalam situasi pertarungan.
Saat berada di arena hanya satu yang menjadi fokus utama. Menjatuhkan lawan dan jadi pemenang.
Tapi apa situasi Jevran saat ini bisa di katakan sebagai pertarungan? Lelaki itu selalu menganggap pertemuan dengan bangsa Vampir adalah sesi pertempuran.
Kebencian Jevran ada, dan memiliki alasan, tapi sikapnya yang menyamaratakan membuktikan kekurangannya, pikirannya terlalu sederhana dan hanya mengambil penilaian dari sisi kecil, ia memiliki persepsi yang terlalu sedehana.
Sekarang laki-laki itu sedang bertindak terlalu berani dan mencoba bermain dengan perasaan. Tapi apa permainannya akan membawa kemenangan atau justru kekalahan.
Perlu di ketahui lawan yang terlihat lemah belum tentu bisa di kalahkan dengan mudah, dan itu mungkin saja terjadi pada permainannya pada Hera.
"Dia terlihat seperti manusia." Gumam Jevran sambil terus mengamati Hera yang tak sadarkan diri.
Penampilan Hera sekarang lebih baik dan tentu saja jika mengesampingkan luka bekas tembakan yang di lakukan Jevran sebelumnya.
Kulit Hera kembali ke kondisi normalnya dan tak ada lagi luka bekas gigitan ataupun lebam.
Hera nampak cantik meski dalam keadaan tak sadarkan diri, tapi sayangnya kecantikannya itu tak bisa menggetarkan hati Jevran, entah itu karna kebenciannya atau ia yang tak lurus.
Perlahan Jevran mengambil langkah lebih dekat dan menekan luka yang sebelumnya ia buat.
"Aneh."
Jevran terus mengamati, seolah Hera adalah objek penelitian, padahal luka yang sebelumnya ditekan itu telah mengeluarkan darah karna jahitan yang terbuka.
"Tuan, bukankah dia bisa mati jika anda tidak mengehentikan pendarahannya?" Tanya asisten Jevran cukup berani karna memecah sikap tenang tuannya.
Jevran melirik sekilas pada luka Hera yang kembali terbuka karna ulahnya dan menghela napas lelah, dari sikapnya sepertinya ia menganggap Hera adalah beban.
"Ambil alatnya." Perintah Jevran menyuruh asisten bernama Deo itu untuk pergi mengambil pelaratan medis untuk menangani luka Hera.
Sekarang terhitung sudah lima hari Hera berada di tempat Jevran dan dalam perwatan laki-laki itu.
Hera terus berbaring dan dengan mahir memerankan peranan seorang pasien yang sakit, padahal kenyataannya gadis itu sedang bersantai ria di alam bawah sadar karna terlalu malas menghadapi Zero yang mulai menggangunya.
"Ugh ...." Hera sengaja melenguh agar menarik perhatian orang, ia melakukan itu karna Jevran terlalu fokus dengan kegiatannya.
Suara Hera saat itu tidak keras, tapi karna ruangan yang hening membuatnya terdengar jelas, bahkan Jevran sebagai orang yang berada di ruangan itu mengalihkan atensinya pada asal suara sangkin terdengarnya.
"Syukurlah kau sadar." Jevran terlalu sempurna. Ia sangat memperhatikan ditail kecil, bahkan perbuhan wajah yang cepat begitu mulus sehingga orang lain tak akan menyadari bahwa ucapan syukur dan tampilan lebut penuh kemanusiaan itu hanya tipu daya.
Laki-laki itu sedang berakting menampilkan kepribadian yang ramah dan peduli akan sesama. Namun Jevran salah memilih lawan.
Hera adalah seorang penjelajah dimensi. Ia telah memegang naskah alur cerita, gadis itu telah mempelajari tatanan dunia yang ia singgahi dan tau bagaimana alur, kepribadian karakter yang akan ia temui.
Jadi, berpura-pura di hadapan Hera hanya membuang tenaga dan itu di karnakan dirinya telah mengetahui sifat asli yang tersembunyi.
Hera yang baru sadar dari pingsannya hanya diam dan menatap bingung pada Jevran yang tiba-tiba muncul, gadis itu tengah mengumpulkan akalnya dan setelahnya ia bergegas mundur dan beringsut menjauh dari Jevran.
Hera nampak seperti kucing kecil yang ketakutan dan berusaha menyembunyikan diri, terlihat lucu karna gadis itu menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan sebagain wajah untuk mengintip.
"Tenang, aku tidak mengigit," kata Jevran sambil terkekeh.
"Kita pernah bertemu. Ingat pria di danau?" Tanya Jevran.
Hera nampak sedang sibuk dengan memorinya, setelahnya ia tersentak dan menatap terkejut pada Jevran.
"Sepertinya kita jodoh karna kembali di pertemukan," ucap Jevran sambil tersenyum konyol.
Jevran tanpa aba-aba mengelus kepala Hera yang tertutup selimut.
"Aku akan keluar. Buat dirimu nyaman." Pinta Jevran ramah agar Hera kembali beristirahat.
Setelah keluar dari kamar dan menutup pintu ekspresi wajah yang ramah hilang berganti dengan ekspresi jijik.
Jevran bergegas menarik sapu tangan yang berada di saku dan menyeka telapak tangan bekas ia mengusap kepala Hera.
"Betapa kotornya."
Sapu tangan itu dijatuhkan begitu saja di lantai lorong.
"Tingakat perasaan suka antagonis tidak berubah." Zero muncul tiba-tiba di sebelah ranjang Hera dan memberikan informasi.
"Ini baru permulaan. Aku bahkan belum bergerak," ucap Hera sinis tapa mengalihkan pandangannya pada Zero. Sistem itu tidak perlu perhatian.
"Dan kapan kau akan bergerak?" Tanya Zero yang terdengar menyebalkan di telinga Hera.
Hera tak menjawab atau menanggapi Zero. Kehadiran sistem setengah sempurna itu bagaikan angin lalu bagi Hera.
Zero di abaikan, tapi untungnya ia tidak merasa tersinggung ataupun merasa sedih, mungkin dikarnakan hati sistem lebih tangguh dari pada hati manusia.
751 kata
Prakata:
Hai~ lama ya gak up
Hari ini aku up karna lagi pengen aja, sebenarnya udah ngetik drafnya dari jauh hari, cuman mager, jadi ya gitu deh.
Btw tadi aku baru dapat telpon dari yang mulia adik tercinta, katanya udah ulang tahun. Pas di ngomong gitu hati langsung membatin 'pasti ada maunya'
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Novel Dimension 【Tamat】
Fantasía【Bukan Terjemahan】 Hera mendadak ditarik oleh sebuah sistem takdir setelah terpilih menjadi seorang eksekutor penghancur plot novel. plot novel kacau dan membutuhkan seorang eksekutor untuk menghancurkan jalan cerita tersebut, Hera yang terpilih har...