44. Mengantar Mama

538 71 7
                                    

"Mas. Tak mulih sek, ya."
(Mas. Aku pulang dulu, ya)

Keadaan kafe siang itu lenggang, tidak seramai biasanya. Mas Danu sedang memeriksa stok biji kopi dalam ruang penyimpanan yang letaknya ada di sisi paling belakang kafe, Mas Lian sedang asik dengan donat cokelat yang baru saja selesai ia taburi dengan parutan cokelat di beberapa sisinya, sedangkan mas Raka sedang mengobrol di dekat meja kasir dengan dua laki-laki yang akan membantunya mengurus kafe untuk beberapa minggu, bahkan beberapa bulan mendatang jika diperlukan.

Rencana Mas Raka dan Mas Lian untuk pergi liburan setelah menikah nanti sudah matang. Mas Lian sangat ingin pergi ke Jepang untuk mengunjungi kakek dan neneknya yang tidak bisa datang ke acara pernikahannya, sedangkan mas Raka masih dilanda demam masakan Jepang karena lidahnya yang terlalu dimanja dengan masakan harian yang Mas Lian sajikan untuknya membuat keduanya sepakat untuk menghabiskan satu bulan penuh di Jepang. Hitung-hitung bulan madu, kalau kata mama.

"Yo, Ndra. Salam nggo mama, seko aku karo Lian."

Chandra menghentikan langkah sambil merapikan kerah kaos polo hitamnya saat mendengar balasan kakaknya. Lalu dengan senyum usilnya, ia melontarkan pertanyaan yang diluar dugaan mas Raka.

"Buat adek? Titip salam juga ga, mas?"

"Yo, sekalia— Hah?"

Chandra berlalu begitu saja tanpa berniat memberi penjelasan pada kakaknya yang sekarang harus hilang fokus dari pembicaraan awalnya.

Langkahnya cepat membawanya pada mobil yang terparkir bersebelahan dengan mobil kakaknya. Wajahnya cerah, bahkan senyumnya mengembang lebih lebar dari biasanya. Saat sudah masuk mobil pun, Chandra menyempatkan diri untuk menyemprot ulang parfumnya ke beberapa titik di tubuhnya.

Gelagatnya khas seperti seseorang yang akan pergi berkencan.

Saat sedang mengemudipun, Chandra masih tersenyum sambil beberapa kali melantunkan lirik lagu yang sedang ia dengarkan, seperti sengaja ingin memberitahu dunia bahwa ia sedang bahagia. Kedua jari telunjuknya tidak berhenti mengetuk kemudi mobilnya seirama dengan musik dari lagu yang sama.

"Setia akan kujaga. Kita teman bahagia."

Chandra tidak tahu apa yang lebih membuatnya bahagia hari ini; karena mamanya tidak lagi memusingkan dirinya setidaknya sampai pernikahan kakaknya nanti, atau karena mamanya yang sudah terang-terangan memberikan lampu hijau pada pacar sewaannya, atau karena ia dan Arga sudah kembali menjadi baik-baik saja.

Chandra mengemudi sejalan dengan lalu lintas sore itu yang ramai lancar. Dengan ditemani lagu yang sama, ia bahkan tidak sadar jika titik tujuan pertamanya sudah ada di depan mata. Chandra menepi dan berhenti di belakang sebuah mobil sedan berwarna merah marun di depan gedung bimbel tempat Arga mengajar. Tanpa membuka sabuk pengamannya, ia menarik ponselnya untuk memberitahu Arga bahwa ia sudah sampai. Tapi baru juga Chandra akan mengirim pesan itu, seseorang mengetuk kaca pintu mobilnya.

Arga melambaikan tangan saat Chandra akhirnya menoleh. Keduanya tanpa ragu bukan hanya bertukar tatap, tapi juga senyum yang sama-sama tidak bisa disembunyikan.

"Mas Chan."

Suara itu. Nada ceria itu. Senyum lebar yang menampilkan seluruh gigi seputih susu dari laki-laki yang lebih muda itu. Semuanya. Kalau bisa, Chandra ingin bisa menyimpan memori itu. Bukan karena takut lupa, tapi karena tidak pernah ingin lupa.

"Dalem, adek. Sini, masuk."

Arga menurut. Ia lebih dulu memasukkan tas dan beberapa buku ke dalam mobil, dibantu Chandra yang dengan sigap menerima barang bawaannya itu supaya Arga bisa masuk mobil dengan leluasa.

"Kita jemput mama dulu, ya? Ke rumah Mas Raka."

"Okay, mas."

Chandra membiarkan Arga memilih lagu untuk menemani perjalanan mereka, tapi Arga justru bingung sendiri dan malah melimpahkan pilihannya pada pilihan Chandra.

"Adek suka Jaz?"

'Sukanya mas Chan', harusnya itu yang Arga ingin sampaikan. Tapi sayang, Arga tidak cukup berani untuk setidaknya berpura-pura salah ucap.

"Suka. Teman bahagia sama Kasmaran-nya enak tuh, mas."

"Dari tadi mas dengerin Teman Bahagia."

"Eh, iya?"

Chandra menjawabnya dengan melanjutkan lagu yang tadi ia dengarkan.

"Suka yang ini, mas?"

"Kebetulan lagi suka."

Arga mengangguk riang tanpa sedikitpun terbesit niatan untuk mengusulkan lagu lain. Di sepanjang jalan pun Arga turut menyanyikan Teman Bahagia yang sedang dielu-elukan perasaan masing-masing. Tidak ada yang berniat untuk membahas kejadian tempo hari. Chandra sudah tidak lagi memusingkan status Arga, sedangkan Arga yang sebelumnya tidak memiliki masalah dengan Chandra pun lebih memilih untuk menikmati waktu berdua mereka dalam sesi karaoke mini sebelum sampai di rumah Mas Raka.

"Ealah, tambah bagus tenan le."

Begitu ucap mama yang menyapa Chandra sumringah.

"Halah. Mama ngomong gitu karena aku ajak adek, kan?"

Arga yang baru turun dari mobil hanya tersenyum kikuk, apalagi saat mengetahui kalau wanita paruh baya itu bukannya berjalan menghampiri anaknya, tapi malah semakin mendekatinya.

"Adek, mama kangen."

Wanita itu memeluknya seperti sedang memeluk anaknya sendiri, bahkan tanpa sungkan mengusap punggung dan kepala Arga dengan sayang.

"Adek juga kangen sama mama."

Arga tidak berbohong tentang hal itu. Wanita itu baik, penuh perhatian, murah senyum, senang bergurau. Bahkan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Arga tidak menemukan celah untuk tidak menyukai satu pun sisi dari mama Chandra yang menurutnya seperti ibu peri yang baik hati dari cerita dongeng.

"Yuk, keburu macet, ma."

"Opo sih Ndra, kok buru-buru? Ngusir banget po?"

"Bentar lagi jam pulang kerja yo, ma. Kok buruk sangka terus sama anak sendiri. Nanti nek macet, mama ngomel-ngomel."

Arga tertawa melihat tingkah dua orang di depannya, sambil memijat punggung tangan mama Chandra yang sekarang mengomel dengan bahasa Jawa karena merasa disuruh cepat-cepat pulang oleh anaknya sendiri.

Sesi temu kangen di rumah Mas Raka hanya berlangsung tak sampai sepuluh menit. Ketiganya sudah keluar dari gang rumah Mas Raka untuk menuju bandara saat jam tangan Arga sudah menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh enam menit.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang