113. Mengalah

695 54 17
                                    

Semenjak Chandra mengantar Arga ke depan, Windu dan Enggar merasa sesuatu yang kurang menyenangkan terjadi pada Chandra. Bukan karena wajahnya berubah muram dan ditekuk ke bawah, tapi sorot mata yang mereka temui ada pada Chandra sekarang sama persis dengan yang dulu pernah terjadi, bahkan belum lama, saat mereka merasa Chandra dan Arga sedang bertengkar.

Chandra terlihat beberapa kali masuk ke dapur tanpa membawa sesuatu, dan saat Enggar tak sengaja ikut masuk, ia melihat Chandra sedang berdiri di depan wastafel kering, kedua tangannya bertumpu pada ujung-ujung persegi wastafel sambil sedikit membungkuk dengan kedua mata menutup. Di sana, Chandra menunduk lesu.

"Bang Andra, sakit bang?"

Chandra yang menoleh kelihatan tak bertenaga. Mata serigalanya kelihatan berat, rambutnya sedikit berantakan, kedua bahunya juga jatuh lesu, tidak seperti sebelumnya. Lucu bagaimana Enggar mengingat Chandra terlihat bugar dan sangat baik-baik saja saat Arga sempatkan waktu untuk mengunjunginya, tapi sekarang yang Enggar lihat adalah kebalikannya.

"Gak kok, Nggar. Cuma capek aja."

Enggar diam. Tujuannya ke dapur hanya untuk mengambil sirup gula yang disimpan di dalam lemari dengan tutup kaca, kebetulan ada di sebelah wastafel yang sedang digunakan Chandra. Tapi melihat Chandra begitu, Enggar mau tidak mau menutup pintu dapurnya lagi, berjalan kikuk menghampiri Chandra yang menunduk lagi.

Rasanya canggung. Selama ini, Enggar hanya bicara dengan Chandra perihal pekerjaan, yang paling jauh pun tentang topik-topik yang kadang terbawa dari para pelanggan yang sering datang.

Enggar memang mengambil botol sirup gula yang ia cari, tapi kemudian berhenti setelah lemari kacanya ia tutup lagi.

"Bang, sebelumnya maaf. Tapi tadi bang Andra kelihatan baik-baik aja. Bang Andra berantem, kah?"

"Emang jelas banget ya, Nggar?"

"Jelas kalau bang Andra berantem?"

Rupanya bukan, karena Chandra menjawabnya dengan gelengan.

"Terus?"

"Kalau sekarang kelihatan gak baik-baik aja."

Enggar dan mulut tanpa basa-basinya bekerja lebih cepat dari Chandra kira.

"Jelas banget sih nggak ya, bang. Cuman, ya, karena tiap hari ketemu bang Andra, biasanya lihat bang Andra gimana apalagi kalau disamperin pacarnya.. Dibanding sama sekarang, lumayan kontras sih, bang."

Lucu. Lucu bagaimana kedua ujung bibir Chandra sedikit terangkat saat mendengar kata kekasih yang merujuk pada si cantik yang mengunjunginya tadi, yang selama ini mati-matian ingin ia miliki.

Lucu. Lucu bagaimana semua orang yang ada di sekeliling begitu mendukung kehadiran Arga sebagai orang yang paling Chandra kasihi, tanpa sekalipun terbesit rasa ingin tahu bagaimana mereka bisa menjadi sepasang kekasih. Yang mereka tahu hanya sebatas Chandra yang tak lagi sendiri semenjak ia bawa Arga bertemu ibunya pada satu pagi, satu hal yang sudah lama keluarga Chandra nanti.

Lucu. Lucu bagaimana semua orang memuji keduanya sebagai pasangan yang serasi, bahwa mereka tidak sabar untuk mendengar kabar baik dari keduanya satu hari nanti, bahwa semua orang sudah siap untuk melihat keduanya saling tatap untuk mengucap janji, lalu bertukar cincin, dan bersanding sebagai pasangan sehidup dan semati untuk pertama kali. Semuanya, kecuali dirinya sendiri.

Sejak kecil, seperti kebanyakan anak yang lain, Chandra sudah dibiasakan untuk berbagi. Sedikit banyak Chandra dibuat mengerti alasan mengapa dirinya tidak boleh serakah menginginkan semua yang ia mau untuk ia miliki; bahwa di dunia ini ia hidup bersandingan dengan orang lain, bahwa ia juga satu dari sekian banyak makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang