59. D-3

456 71 0
                                    

Matahari pagi itu belum terlalu tinggi saat suara dering telepon membangunkan Chandra. Biasanya, ia akan dibangunkan oleh suara alarm, lalu menunggu setidaknya sepuluh menit dengan masih terlentang, berdiam diri di atas kasur sampai sinar matahari pagi secara samar menerobos tirai jendela kamarnya dan meraba kedua kakinya hangat. Tapi hari ini sedikit berbeda dari biasanya.

"Halo?"

Chandra menerima panggilan itu asal, ia bahkan belum membuka mata untuk sekedar melihat nama dari kontak yang sepagi ini sudah meneleponnya.

"Halo, Ndra. Udah bangun belum?"

Suara Mas Lian menyapanya, membuat Chandra membuka matanya paksa untuk melihat layar ponselnya. Ternyata memang benar Mas Lian yang meneleponnya.

"Ini baru bangun, mas. Ada apa?"

"Keluar dong, Ndra. Mas di depan gerbang kos, bawa makanan."

"Hah? Mas Lian ngapain jam segini udah bawain makanan?"

"Ish, keluar dulu dong. Bangun, cuci muka, terus bukain pintu."

Chandra memaksa bangkit dari sarangnya yang nyaman, lalu mengusap kedua matanya dengan malas sebelum membuka tirai jendela kamarnya.

"Hng. Bentar ya mas. Ini aku tutup dulu gak apa-apa?"

"Iya, tutup dulu aja. Mas tunggu ya, cepetan."

Walaupun kesadarannya masih tujuh puluh delapan persen, tapi Chandra tetap menepati janjinya. Chandra bergegas mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, lalu tanpa berniat untuk berganti pakaian, Chandra berlari kecil dari kamar menuju pintu gerbang kosnya untuk menemui calon kakak iparnya.

"Ya ampun, Ndra. Wajahmu nggak bisa bohong ya, nek kamu beneran abis bangun tidur."

"Kan aku udah bilang baru bangun, mas."

Mas Lian terlihat membawa dua bungkus plastik yang Chandra yakini sebagai makanan yang dimaksud Mas Lian dalam pembicaraan telepon mereka tadi.

"Mas masuk, ya? Mau numpang sarapan sekalian."

Chandra belum sempat menjawab, tapi Mas Lian sudah lebih dulu berjalan melewatinya masuk gerbang, dengan kamar Chandra yang dipastikan menjadi tujuan utamanya.

Chandra membiarkan Mas Lian masuk kamar kosnya yang pintunya memang tidak ia kunci tadi. Mas Lian yang sudah sering mengunjungi kamar kos Chandra pun bergegas mengambil dua sendok dan dua gelas dari dalam laci, lalu membawanya ke meja panjang berkaki pendek yang ada di depan TV.

"Mas Lian tumben ke sini pagi-pagi, ada apa?"

"Nggak ada apa-apa. Cuma mau kirim makanan buat adik iparku, sama nemenin makan aja."

"Kenapa gak sama Mas Raka sekalian, mas?"

Mas Lian yang baru saja selesai membuka dua paper box berisikan set nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya itu lalu melirik Chandra sebentar sebelum duduk di lantai, bersebelahan dengan Chandra.

"Kamu lupa? Nek aku lagi dipingit? Nggak boleh ketemu mas Raka dulu?"

"Dipingit kok pagi-pagi udah sampai sini."

"Kan rumah mas deket sama kos kamu ih, Ndra. Kata mama tuh ya, kalau pergi deket-deket gitu masih nggak apa-apa tau. Yang nggak boleh tuh kalau pergi jauh, kaya ke luar kota. Gitu."

Chandra hanya mengangguk, tidak berniat untuk membantah alasan yang sudah pasti Mas Lian dapat dari mama.

"Terus, Mas Lian kenapa kirim makanan buat aku?"

"Eh? Nggak boleh aku kirim makanan buat adik iparku? Ya udah."

Mas Lian dengan cepat membawa tangannya menuju paper box milik Chandra yang isinya baru berkurang satu sendok makan, tapi buru-buru dicegah Chandra yang masih mengunyah suapan pertamanya.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang