98. Sedikit Salah Paham

459 62 2
                                    

Tidak ada tirai renda di sepanjang Arga biarkan manik cokelatnya berkelana menjelajah ruangan. Tidak ada cermin besar dengan bingkai kayu yang berhias lekuk pahatan mahal menggantung di sana. Lemari kayu yang mengisi salah satu sudut ruangan pun jauh dari kata klasik seperti yang ia lihat hampir tiga hari ini setiap Arga masuk ke kamarnya. Walau terbatas pandangan karena matahari baru akan terbit dari arah daun jendela kamar Chandra dibuka, tapi Arga bisa pastikan isi kamar itu mencerminkan pemiliknya yang sedang pergi entah kemana.

Arga di sana sendirian. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tangan di atas pangkuan, sesekali meremas ponsel yang sejak tadi ia tatap bergantian dengan cermin setinggi dua meter yang menyatu dengan lemari Chandra. Tubuhnya dipeluk selimut yang sejak tadi menggantung di kedua bahu, anggap saja ganti dari dua lengan Chandra yang kabarnya ia belum tahu.

Arga bisa saja keluar kamar dan berkelana ke semua ruang yang ada di rumah itu untuk mencari Chandra, tapi ia tidak melihat ada ponsel si pemilik kamar di sekitarnya. Sekalipun di rumah, kenapa tidak mengangkat telepon atau sekedar membalas pesannya?

"Kenapa ngga bales sih?"

Lagi, Arga nyalakan layar ponselnya untuk memeriksa adakah balasan dari Chandra walaupun jelas denting pesan masuknya belum juga terdengar. Sekarang Arga melihat lurus ke arah cermin di seberang. Ia bisa lihat jelas bagaimana tubuhnya yang berbalut selimut itu hampir terlihat seperti beruang kutub kalau saja rambutnya juga dibuat pirang. Rambutnya mengembang berantakan, kedua mata cokelatnya masih kelihatan lelah walau sudah sepenuhnya terbuka, bibir merah mudanya sedikit mengerucut karena kesal belum juga mendapat jawaban dari laki-laki yang menemaninya tidur semalam. Semakin Arga perhatikan pantulannya, semakin ia bisa melihat sesuatu yang membuatnya memilih untuk diam di kamar Chandra.

Arga bawa tangannya naik dan berhenti di area lehernya, jari-jarinya bergerak menyusuri kulit putih berhias tanda merah keunguan yang Chandra buat tadi malam, bahkan beberapa lagi baru terlihat saat ia menarik kerah kaosnya ke bawah. Arga tidak keberatan, sekalipun jika sampai ketahuan oleh kakak bahkan ibu Chandra. Tapi ingatannya yang terhenti pada waktu ia mengaku belum siap menerima ajakan Chandra semalam memaksa Arga berpikir yang bukan-bukan.

"Apa mas Chan kecewa sama aku? Sampai nunggu aku bangun aja ngga mau.."

Tatapannya berubah sayu, tangan yang masih menyentuh salah satu tanda di dekat bahu mulai turun untuk meremas pinggiran selimut. Ada perasaan kecewa yang gagal Arga bendung dan membuatnya berandai untuk bisa mengulang jawabannya waktu itu. Tapi sebelum pikirannya berubah semakin keruh, suara decit pintu kamar yang dibuka memupus kemungkinan lain yang baru akan muncul, membuat Arga menoleh ke arah pintu.

"Adek, udah bangun?"

Itu Chandra yang berdiri di ambang pintu dengan hanya memakai jaket hitam dan celana panjang yang ia pakai tidur semalam. Rambutnya sedikit basah, sepertinya karena keringat walau Arga tidak mengerti kenapa Chandra harus muncul dengan nafas terengah juga kening dan rambut yang basah lengkap dengan kantong plastik putih di tangannya. Arga diam saja, kali ini dengan bibir yang mengerucut dan kedua tangan yang semakin erat meremat selimut.

"Adek? Kok diem aja?"

Chandra buru-buru menutup pintu dan menghampiri si manis yang sepertinya sedang merajuk di tepian tempat tidur. Bukannya duduk di sebelah Arga, Chandra justru berhenti tepat di depan yang lebih muda, membelakangi cermin yang sejak tadi menjadi sarana untuk Arga memperhatikan tanda sisa semalam, lalu menarik lembut kedua tangan Arga untuk berdiri berhadapan dengannya dengan jarak yang begitu dekat, membiarkan selimut merosot jatuh dari bahunya.

"Mas tadi ke mana?"

Chandra mengangkat kantong plastiknya untuk ia tunjukkan pada Arga.

"Mas tadi ke minimarket buat beli ini."

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang