23. Mama - Part 3

604 85 3
                                    

"Adek, sini duduk sebelah mama."

Bukan Chandra, tapi ibunya yang baru saja memanggil Arga untuk mendekat padanya.

Nama panggilan 'adek' sekarang sudah bukan lagi milik Chandra seorang. Ibunya yang belum genap tiga jam bertemu dengan Arga itu ternyata sudah jatuh hati pada pesona laki-laki yang lebih muda. Ibunya bahkan sudah terang-terangan meminta Arga untuk memanggilnya dengan 'mama'.

"Kok mama jadi ikut panggil adek?"

Chandra pura-pura melirik sinis ibunya, seolah tidak terima jika ibunya memanggil Arga dengan panggilan yang harusnya hanya miliknya.

"Adek nggak keberatan tuh, iya kan?"

"Tapi kan mama bisa panggil Arga pakai yang lain."

Arga sendiri masih berdiri di depan meja kayu klasik dengan masing-masing dua kursi di kanan dan kirinya, bingung untuk mengambil sisi yang mana. Ibu Chandra duduk di sebelah kirinya, menyisakan satu kursi untuknya. Begitu pula dengan Chandra yang duduk di sisi sebelah kanan. Keduanya kompak meminta Arga untuk duduk disamping mereka, yang tentu saja tidak mungkin untuk Arga lakukan.

"Duduk sini aja, sebelah mama. Kan adek udah tiap hari ketemu sama Chandra, apa adek nggak bosen?"

Ibunya masih berusaha membujuk, tapi sepertinya kutipan "aksi lebih berarti dari kata-kata" itu benar adanya. Chandra mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Arga, lalu menarik lembut Arga untuk duduk di sebelahnya. Kali ini Chandra menang telak atas sang ibu.

"Adek sama mas aja. Dari tadi udah sama mama, kan?"

Arga sejujurnya sedikit takjub dengan Chandra yang seperti sedang beradu akting dengannya. Jika sebelumnya Chandra selalu bertanya pada Arga lebih dulu, sekarang menjadi berbanding seratus delapan puluh derajat.

"Iya iya, mas. Lagian cemburu kok sama mama sendiri, sih?"

"Takut nanti adek diambil mama, kaya mas Lian."

Chandra tidak menolak, pun menepis predikat cemburu yang Arga maksudkan untuknya. Setelah menjawab, Chandra lalu melepas tangannya dari tangan Arga untuk menarik kursi Arga supaya mendekat padanya. Sekarang Arga tahu bahwa kedua lengan berotot Chandra tidak dilatih untuk tidak melakukan apa-apa.

"Posesif banget. Dih."

Ucap ibu mengejek anak bungsunya sebelum seorang pelayan datang untuk menyerahkan buku menu di depan mereka. Ibu Chandra meminta agar pelayan itu meninggalkan mereka, dan mengatakan bahwa mereka akan mengantar daftar pesanan mereka jika sudah selesai memilih.

Hampir lima menit mereka habiskan untuk merenungkan menu yang akan mereka pesan. Ibu sibuk dengan seleksi dimsum yang sedang berlangsung dalam kepalanya, sedangkan Arga kini menyandarkan kepalanya pada bahu Chandra untuk ikut mengintip daftar menu yang dibuka Chandra.

"Adek jadinya mau yang mana?"

Arga sedikit mendongak untuk menjawab bisikan yang lebih tua, yang ternyata membuat keduanya saling bertukar pandang dengan posisi Chandra yang masih menjadi sandaran.

Chandra menahan nafasnya saat tanpa sengaja menatap lekat wajah Arga yang terlampau dekat, membuatnya bisa mengabadikan rona merah muda di bawah kedua manik cokelat madu Arga dalam ingatannya.

Persis seperti yang ibu katakan saat masih di kafe tadi; cantik.

"Samain kaya punya mas aja, gapapa."

Chandra mengangguk, lalu mencatat pesanan mereka dan menepuk punggung tangan ibunya yang sepertinya sudah sampai di babak final seleksi menu dimsumnya.

"Oh, wis rampung to? Sini mama aja yang kasihin, sekalian mau request something."

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang