46. Teman Bahagia

720 92 23
                                    

"Kenapa senyum-senyum begitu?"

Chandra mengamati laki-laki yang berjalan di sebelahnya itu tampak masih menarik kedua ujung bibirnya, menyiratkan perasaan bahagia.

"Ngga kok, mas. Cuma masih kepikiran mama tadi."

"Tentang?"

Arga tersenyum lebih lebar saat memori itu muncul kembali. Ia tidak memikirkan bagaimana jika orang-orang yang mereka lewati saat akan menuju tempat parkir bandara memperhatikannya seperti seseorang yang sedang kegirangan, karena faktanya memang begitu.

"Nanti deh, mas."

Arga bukannya tidak mau berbagi jawaban, ia hanya ingin cepat sampai mobil supaya bisa lebih leluasa bertukar kata dengan yang lebih tua.

Chandra pun tidak memaksa, ia justru mempercepat langkahnya saat sudah menyadari bahwa mereka sudah dekat dengan lokasi mobilnya diparkirkan.

"Jadi?"

Chandra kembali membuka pembicaraan begitu keduanya kompak selesai mengenakan sabuk pengaman, yang mendapat respon cepat dari yang lebih muda di sebelahnya.

"Mas inget waktu mama bilang kalau mama suka liat mas jadi posesif setiap mama nempel sama aku?"

"Heem. Lucu, ya, yang dibilang mama?"

Arga menggeleng, membuat Chandra menaikkan sebelah alis sebagai reflek karena mulai tidak paham sengan jalan pikiran Arga.

"Ngga. Tapi mas yang lucu."

"Kok jadi mas yang lucu?"

"Soalnya mas beneran keliatan cemburu kalau mama nempel aku. Posesifnya dapet."

Chandra yang tadinya menatap lurus ke arah kemudi mobil kemudian memutar tubuhnya sedikit untuk bisa menatap Arga yang kedua maniknya masih berbinar. Saat keduanya saling bertukar tatap cukup lama untuk yang kesekian kalinya pada hari itu, Arga pun memberanikan diri untuk bertanya.

"Kenapa, mas?"

Chandra tidak langsung menjawab. Ia masih sibuk menatap lekat wajah Arga yang menurutnya semakin kali ia perhatikan, semakin membuatnya ingin menatapnya lama, terlebih pada bagian ujung hidung mancung dan kedua belah bibirnya yang tebal.

Chandra masih berpegang teguh pada dasar hubungan mereka sampai hari ini. Bahwa mereka berpacaran atas dasar perjanjian, bahwa Arga bersedia menjadi pacar sewaannya sampai dengan pernikahan kakaknya nanti. Tapi, secara praktik, mereka berpacaran, kan? Arga sendiri yang bilang kalau dirinya tidak keberatan dengan ajakan kencan, makan malam, bahkan sentuhan fisik yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih pada umumnya. Lalu, apa yang menahannya untuk melakukan hal-hal itu dengan Arga?

"Mas? Kok liatin aku begitu?"

Chandra mulai sadar dari lamunannya, lalu dengan segenap keberaniannya, ia akhirnya mencoba peruntungannya.

"Adek mau ga, temenin mas hari ini?"

Arga mengedip beberapa kali, seperti tidak yakin dengan yang ia dengar barusan.

"Adek bilang adek ga masalah kalau mas ajak kencan atau simply makan berdua. Atau hal lain yang biasa orang pacaran lakuin."

Chandra berhenti sebentar, memberi Arga waktu untuk mengingat apa saja yang pernah ia sampaikan padanya.

"Iya, aku mau kok kalau mas ajak on dates."

"Mas.. pengen coba sama adek. Mas mau hari ini ditemenin sama adek. Mas pengen buat hari ini aja ga kepikiran kalau kita pacar bohongan."

Chandra menyampaikan keinginannya dengan susah payah, dan justru disambut kekehan tawa gemas Arga yang mendekatkan wajah pada Chandra.

"Mas tuh gemes banget, tau ngga? Gemes banget, aku ngga bohong."

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang