105. Mengejar Matahari

399 50 0
                                    

"Kamu nunggu mas seriusin kamu, kan? Kalau gitu, kita pacaran mulai sekarang."

"Nggak!"

Suara Arga lantang dengan raut wajah marah karena tidak terima; sebab ia tidak diberi hak untuk menentukan pilihan. Ucapan Chandra barusan secara sepihak mengharuskan Arga menjadi miliknya. Memang itu yang sudah lama Arga inginkan, tapi bukan begini caranya.

Dalam pandangannya sekarang, Arga tidak lagi sedang duduk tertahan sabuk pengaman seperti sebelumnya. Arga keluar dari mobil dengan membanting pintunya keras, membuat Chandra semakin tersulut dan menyusulnya keluar. Arga sudah berjalan menjauh dari mobil, punggung yang terbalut jaket denim itu semakin samar karena terhalang kabut yang datang entah sejak kapan walaupun sorot lampu mobil masih bisa menembus kabutnya lamat-lamat.

"Adek!"

Arga tidak menjawab, bahkan langkahnya semakin cepat dan memaksa Chandra berlari mengejarnya. Pohon-pohon yang ada di sekitarnya semakin kabur termakan kabut yang berubah pekat. Yang bisa Chandra lihat sekarang hanya Arga yang berjalan semakin jauh meninggalkannya, tidak peduli seberapa cepat Chandra mengejar.

"Adek! Berhenti!"

Chandra yang mengawali langkahnya dengan amarah sekarang mengejar Arga dengan harapan supaya Arga berhenti, tanpa ia ingat kapan perasaan takut akan ditinggalkan memenuhi benaknya.

"Adek!"

Arga baru mengindahkan permintaan Chandra setelah teriakan terakhirnya menggema di tempat yang seharusnya penuh dengan banyak pohon yang tinggi menjulang. Tapi hanya ada mereka berdua di sana; dengan Arga yang berdiri membelakangi Chandra yang terengah masih berlari mendekatinya.

"Adek, sayang.."

Jarak mereka semakin dekat, tangannya sudah hampir bisa meraih bahu sempit Arga yang sayang harus terhenti saat Chandra melihat kedua bahu itu bergetar dengan kepala yang perlahan menunduk diikuti suara isak tangis yang lagi-lagi melukai perasaannya sendiri. Padahal Chandra baru saja memanggilnya penuh perhatian yang bercampur rasa bersalah, tapi si cantik kesayangannya itu malah menangis sesenggukan.

"Kak, aku takut.."

Tidak. Bukan begitu yang seharusnya terucap dari bibir Arga. Harusnya Arga berbalik dan melihat ke arahnya, lalu memanggilnya walau masih terisak dan melihat betapa Chandra yang masih terengah setengah mati berusaha mengejarnya untuk membawa Arga kembali ke dalam pelukan, untuk Chandra hujani kecupan di pucuk kepalanya di setiap permintaan maaf yang terucap. Tapi bukan itu yang terjadi, bahkan tidak pula setelahnya.

Sekali lagi, Chandra bawa tangannya untuk menarik Arga mendekat, tapi tangannya justru ditepis seseorang yang tiba-tiba membawa Arga kembali menjauh dari Chandra.

"Kak.."

Seorang laki-laki yang lebih tinggi berdiri mendekap erat Arga yang masih sesenggukan. Masing-masing tangannya mengusap punggung dan kepala Arga penuh perhatian, membuat Arga terlihat semakin nyaman di dalam pelukan. Entah apa yang Arga bisikkan pada laki-laki yang Chandra hanya bisa lihat jelas dari ujung kaki hingga rahang bawahnya, tapi laki-laki itu mengangguk dan membalas bisikkan Arga, bahkan mengecup pucuk kepalanya sekali sebelum dihampiri kabut yang membuat tidak hanya laki-laki asing itu berubah samar, tapi juga Arga yang enggan melepas pelukan. Chandra mendekat, berusaha mengambil apa yang ia harap akan kembali padanya.

"Adek, mas di sini.."

Perlahan, Arga menarik wajah dari ceruk leher laki-laki yang mendekapnya. Ia menoleh beberapa saat setelah Chandra lirih mengucap, seolah yang ia dengar baru saja adalah kali pertama Chandra memanggilnya. Wajah Arga memerah dengan derai air mata yang membuat pipinya basah, dan dengan rasa takut yang gagal ia sembunyikan, ia memberanikan diri melihat Chandra yang sejak tadi menunggunya. Kedua manik cokelat itu membulat diikuti lekuk bibir Arga yang tidak lagi menekuk ke bawah. Chandra melihat ada harapan dari tatapan sendu yang Arga tujukan; bahwa Arga juga ingin menghampirinya, bahwa Arga juga ingin memanggil namanya. Tapi laki-laki yang lebih tinggi itu membelai wajah Arga supaya menengadah melihat ke arahnya. Entah apa lagi yang laki-laki itu ucap, tapi Arga mengangguk dengan bibir yang kembali ia tekuk ke bawah.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang