112. Diluar Dugaan

573 61 5
                                    

Satu hari datang membawa lebih banyak wajah baru. Matahari sudah tinggi tapi siang itu awan kelabu tebal dengan beragam ukuran lebih mendominasi, membuat sinar matahari yang sampai ke permukaan tidak terasa sepanas kemarin, bahkan para pejalan kaki di seputaran kafe cenderung ingin menepi dan segera mencari tempat berlindung dari kemungkinan hujan turun yang tertunda berhari-hari.

Tidak semuanya baru. Mas Danu masih terbilang cukup sering menyapa wajah yang sudah lebih dulu meramaikan rumah keduanya itu sebelum menjadi seramai sekarang. Satu diantaranya, tentu saja, Arga.

Arga dan kotak bekal makan siangnya, dua hal yang mulai tidak bisa dipisahkan terhitung beberapa hari belakangan. Membawa makanan dari luar ke dalam kafe sudah pasti dilarang, tapi untuk pelanggan nomor satunya itu, jelas menjadi pengecualian. Arga terlihat sedang berdiri di depan bangunan, hanya terhalang pintu kaca tebal untuk bisa masuk ke dalam, dan Mas Danu tidak mungkin sampai melewatkan figur yang menjadi semakin dekat dengan pemilik rumah keduanya sekarang. Satu tangannya bergerak seperti sedang mengetik sesuatu pada ponselnya, satunya lagi membawa kotak bekal makan siang. Mas Danu berpikir, pasti Arga sedang menunggu Chandra mengambil waktu istirahatnya.

Tangan seputih susu itu berhenti bergerak. Kepalanya mendongak tak lagi menatap ponsel yang sudah masuk genggaman, lalu membuka pintu dan melangkah ke dalam. Wajahnya cerah. Arga melewati beberapa orang dengan senyum merekah, berbanding terbalik dengan langit yang terhalang mendung di luar.

Enggar menjadi yang pertama menyapa. Ia melempar tatapan hangat seperti sedang menyapa satu dari bagian keluarganya lalu dibalas Arga yang tersenyum semakin lebar hingga menyipitkan mata. Rambut Arga yang sudah semakin panjang terlihat mengembang setiap kali pemiliknya mengambil langkah. Mungkin jika Chandra melihatnya sekarang, ia jelas akan dibuat gemas.

"Mas Danu."

Mana mungkin Mas Danu tidak ikut tersenyum setelah disambut senyum semanis itu?

"Iya, Ga. Nunggu si mas, ya?"

Arga kelihatan malu, tapi senyum mungil itu masih menggantung di situ sembari mengangguk.

"Udah janjian sama mas Andra, kan?"

"Udah kok, mas."

Bukan Arga, melainkan Chandra yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dapur di belakang Mas Danu.

Mas Danu berbalik dengan satu cangkir kosong di tangan, tatapannya menggoda yang lebih muda saat tahu jika Chandra tidak kalah malunya dengan Arga.

Sudah lama Mas Danu tidak melihat Chandra seperti itu, sedang berdiri kikuk dengan sedikit menunduk karena tersenyum malu, persis seperti ketika Chandra mulai menerima Arga sebagai pengunjung tetap hariannya di kafe beberapa bulan lalu.

Mas Danu bicara sebentar dengan Chandra, kurang lebihnya untuk memastikan beberapa hal yang ada di dapur selama ditinggal beberapa waktu ke depan. Untuk makan siang. Di ruang sebelah. Bukan apa-apa, tapi Mas Raka dan Mas Lian sedang tidak bersama mereka untuk mengurus keperluan bulan madu yang tanggal keberangkatannya sudah tinggal setengah bulan.

"Ya udah, mas, sana istirahat dulu."

Chandra turuti ucapan itu, lalu berjalan memutar untuk keluar menjemput Arga yang sekarang sudah berdiri agak jauh.

"Temenin mas makan di ruang sebelah, mau?"

"Adek boleh masuk, mas?" Agak ragu, mengingat Arga belum pernah masuk ke ruangan itu.

"Boleh, nggak apa-apa."

Arganya menurut, membiarkan tangan Chandra meraih miliknya untuk bertaut sebelum dituntun mendekati ruangan yang biasa Chandra gunakan dengan kedua kakaknya. Chandra buka pintu putih itu, mempersilakan Arga untuk lebih dulu masuk, baru setelahnya ia menyusul dan membiarkan pintu kembali tertutup.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang