64. Obrolan Pagi

485 70 2
                                    

Kalau boleh Chandra jujur, sebenarnya ia memang sedang tidak enak badan. Terhitung sejak kurang dari tujuh hari pernikahan kakaknya digelar, Chandra mau tidak mau harus ikut dibuat repot dengan kedatangan keluarga besarnya. Beberapa anggota keluarga Mas Lian yang asalnya lebih jauh lagi pun bahkan ada yang sengaja datang hampir dua minggu sebelum pernikahan digelar.

Chandra tidak lagi memusingkan kafe yang sejak tiga minggu lalu sudah memperbantukan dua tenaga sementara, Windu dan Enggar namanya; dua laki-laki yang pernah Chandra jumpai saat mereka sedang mengobrol dengan Mas Raka di kafe di hari di mana ia harus mengantar ibunya ke bandara. Prioritasnya bergeser pada kedatangan keluarga besarnya yang selain banyak bertanya, mereka juga banyak permintaan. Tapi, apa kuasa Chandra sampai berani menolak? Grup keluarga besar yang hampir selalu menerbitkan pemberitahuan pada ponselnya setiap dua jam sekali kecuali saat mereka tidur sudah seperti alarm baginya. Ada yang malam-malam minta dibelikan ayam bakar, ada yang bertanya di mana mereka bisa menemukan penjual wedang ronde, ada juga yang minta ditemani berkeliling kota pada sore hari. Kebanyakan permintaan itu berasal dari paman dan bibinya, serta lansia gaul yang sudah pandai menggunakan ponsel pintar mereka. Mereka meminta bantuan Chandra karena anak-anak mereka, yaitu para sepupu Chandra, sibuk dengan acara jalan-jalan mereka sendiri. Pikir mereka, kapan lagi mereka bisa mengitari kota besar yang fasilitas kotanya lebih lengkap dibanding dengan kota asal mereka? Walaupun tanpa mereka sadar, Chandra sebagai tuan rumah jadi dibuat repot karena harus turut 'mengemong' mereka yang ada di penginapan.

Mama Kirana yang tidak kalah sibuk kadang merasa kasihan dengan anak bungsunya yang harus ke sana ke mari menjadi supir dadakan, menjadi pemandu wisata, bahkan sekedar menemani paman dan bibi Chandra mengobrol yang durasinya bisa sampai berjam-jam. Saat Chandra sudah mulai bertingkah manja pada ibunya karena memendam penat, ibunya akan dengan sangat lembut memberinya pengertian bahwa hal itu tidak akan lama, bahwa mereka menyukai kehadirannya, bahwa yang ia lakukan juga meringankan kewajiban yang ditanggung Mas Raka dan Mas Lian saat itu untuk membuat keluarganya merasa nyaman dan betah bersama mereka. Lagi-lagi, apa kuasa Chandra sampai berani menolak?

Pernikahan Mas Raka dan Mas Lian akhirnya digelar kemarin. Semua berjalan seperti apa yang diharap banyak orang; meriah, penuh suka cita, dan disertai banyak doa baik dari orang-orang yang turut berbahagia atas bersatunya dua keluarga. Riuh suasana pesta resepsi kemarin masih segar di ingatan Chandra. Tugasnya belum selesai, tapi setidaknya sudah sangat berkurang sekarang. Pagi ini Chandra bisa leluasa merebahkan diri di depan televisi, menonton SpongeBob Squarepants sampai bosan sambil menunggu ibunya membuat minuman di dapur, menunggu driver ojek online yang sedang mengantre bubur untuknya, dan menyapa 'kesayangannya' yang sekarang berada di belahan lain kota itu.

Chandra dan Arga sepakat untuk berhenti berpura-pura setelah pernikahan kakaknya selesai digelar. Tidak ada lagi kontrak yang mengikat mereka sekarang. Tidak ada kontrak, tapi keduanya tetap terikat atas perasaan yang saling berbalas.

"Kenapa senyum-senyum begitu?"

Suara Mama Kirana muncul dari arah jam sembilan, membuat Chandra spontan menutup ponsel dan menjatuhkannya begitu saja di atas perut datarnya. Chandra menoleh untuk mendapati ibunya yang berjalan semakin mendekat dengan kedua tangan menggenggam satu gelas kaca cokelat berisikan teh panas.

"Gak kok, ma."

"Halah. Mama weruh koe mau mesam-mesem dewe."
(Halah. Mama lihat kamu tadi senyum-senyum sendiri.)

Chandra sengaja tidak menjawab. Ia justru kembali membuka ponselnya saat ibunya sudah duduk bersandar di sebelahnya, di atas tempat tidur Mas Raka yang rumahnya diinvasi ibu dan adik laki-lakinya selagi empunya sedang menikmati pembukaan bulan madunya di hotel yang menjadi pilihan suaminya sekarang.

"Lho kan, meneh. Chat karo adek po?"

Chandra menggeleng. Lima detik pertama Chandra diam, setelahnya ia menoleh ke arah ibunya tanpa bersuara. Ibunya yang tidak merasa diperhatikan masih setia menonton sponge laut kuning yang ada di layar televisi, sampai akhirnya suara Chandra menyita perhatiannya.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang