61. The Day

620 78 1
                                    

Ada banyak wajah bahagia di sana.

Wajah bahagia yang Arga tidak ketahui siapa saja pemiliknya, silih berganti melewatinya yang masih duduk di satu meja kayu bulat berhias kain biru yang menjadi alas dari gelas yang baru saja ia teguk habis isinya. Arga sengaja memilih meja yang jaraknya terbilang jauh dari sudut kedua mempelai yang sekarang masih menjadi pusat perhatian. Beberapa kali Arga mendengar percakapan dalam bahasa Jawa yang diucapkan dengan aksen yang beragam dari orang-orang yang melintasi mejanya, yang menurutnya terdengar lucu walaupun ia tidak seluruhnya mengerti isi dari yang sedang dibicarkaan.

Arga memilih untuk duduk sendiri. Walau begitu, ia tidak sepenuhnya sendiri di sana. Dari sudut itu, netranya tidak berhenti menatap tubuh tinggi tegap laki-laki yang sekarang berdiri membelakanginya. Laki-laki yang bahu lebarnya sekarang dibalut setelan biru muda itu terpantau sedang mengobrol dengan beberapa wanita paruh baya.

Chandra sedang mengobrol dengan beberapa bibinya yang sudah jauh-jauh datang ke acara pernikahan kakaknya. Salah seorang wanita dengan kebaya biru langit yang senada dengan alas meja di hadapan Arga terlihat asik bercerita di sebelah Chandra, bahkan sesekali mengusap lengan Chandra seolah sedang merasa gemas dengan sosok tinggi besar di sebelahnya. Chandra pun terlihat beberapa kali menunduk menahan malu saat yang lain mulai ikut bercerita. Sesekali Arga mengedarkan pandangannya ke arah Mas Raka dan Mas Lian yang sedang melakukan sesi foto dengan teman-teman mereka, terlihat jelas mengangkat kedua ujung bibir saat kamera mulai mengabadikan kebersamaan mereka. Semua bersuka ria. Tidak ada yang tidak bahagia di sana. Rasa itu seolah menular, membuat Arga tanpa sadar ikut mengulas senyum pada wajahnya.

"Sendiri aja?"

Arga berkedip dua kali saat menyadari pertanyaan itu ditujukan padanya. Penasaran dengan suara laki-laki yang belum pernah ia dengar sebelumnya, Arga menoleh ke arah sumber suara yang ternyata berjarak tidak jauh darinya. Seorang laki-laki yang mungkin sama tinggi dengannya berdiri beberapa langkah dari kursinya, dengan posisi sedang melihat ke arah pengantin yang masih berfoto bersama. Entah sejak kapan Arga ternyata tidak sendirian di sana, tapi Arga tidak keberatan untuk menjawab pertanyaannya barusan.

"Ngga, kok. Ada temennya."

Laki-laki itu menaikkan sebelah alis, lalu menoleh ke sekelilingnya untuk mencari sosok 'teman' yang Arga maksud. Tapi hasilnya nihil karena memang hanya ada mereka di sana.

"Maksudnya aku?"

"Bukan."

Ucap Arga cepat sebagai upaya agar rasa percaya diri laki-laki tak dikenalnya itu tidak melambung terlalu tinggi sebelum kembali mengunci fokusnya pada Chandra yang sekarang sudah tidak lagi membelakanginya.

"Terus?"

"Ada, kok. Sebentar lagi ke sini."

Arga menjawab demikian bukan tanpa alasan, karena saat ia baru menutup mulut, Chandra sudah setengah jalan menghampirinya. Bukti bahwa ucapan Arga bukan fiktif belaka.

Chandra tidak sungkan untuk tersenyum lebar saat jarak mereka sudah tinggal hitungan meter saja. Arga pun bangkit dari kursinya untuk menyambut Chandra yang menurutnya sudah seperti pangeran yang pernah ia dengar dari cerita dongeng masa kecilnya. Ia tidak sedikitpun peduli dengan laki-laki asing yang sekarang turut melihat ke arah Chandra dengan penuh pertanyaan.

"Mas Chan."

Arga menghambur ke arah laki-laki di depannya, kedua tangannya sedikit direntangkan untuk selanjutnya dilingkarkan pada tubuh Chandra. Sebentar, benar-benar hanya sebentar mereka saling mendekap sebelum keduanya saling melepas dengan senyum mengembang pada masing-masing wajah.

"Adek, kenapa gak langsung nyusul mas ke sana?"

"Ngga mau ganggu mas lagi ngobrol sama tante-tantenya mas di sana."

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang