111. Anything You Want

580 70 11
                                    

Situasi kafe akhir-akhir ini berubah. Entah karena berdirinya dua perusahaan baru yang berjarak hanya beberapa blok dari kafe, lalu mendatangkan banyak wajah asing saat jam makan siang datang atau memang pelan-pelan, kafe berhias dua pohon cemara di depan bangunannya itu semakin dikenal di banyak kalangan.

Mas Raka dan Mas Lian tentu senang dengan kenaikan omzet yang mereka dapat. Biarpun baru dua minggu terjadi lonjakan, tapi pasangan yang belum lama menikah itu sudah berangan-angan untuk menambah anggota keluarga kafe mereka. Enggar dan Windu sudah dipastikan tetap menemani mereka di sana, dengan status baru keduanya sebagai pegawai tetap, walaupun niat awal Mas Raka saat itu hanya memperkerjakan dua saudara sepupu itu sebagai pegawai sementara selama mereka sibuk mempersiapkan pernikahan.

Satu hari ramai pengunjung kembali datang. Jarum jam menunjukkan jam dua siang saat Mas Raka dan Mas Lian hampir menyelesaikan makan siang di dalam ruangan yang tidak lagi sekedar berbatas pintu kaca tebal yang rapat, tapi juga tirai putih yang menjuntai sampai ke bawah.

"Ini serius kita mau tambah orang?"

"Dalam waktu dekat ini? Kayanya nggak dulu deh, yang. Takut salah pilih orang kalau buru-buru, tuh."

Mas Raka, Mas Lian, dan panggilan kesayangan mereka. Walaupun sudah menikah, tapi keduanya tetap nyaman dengan memanggil 'sayang' satu sama lain. Jika ditanya kenapa, Mas Lian sudah pasti akan menjawab supaya setiap orang yang mendengar akan tahu Mas Raka itu punya siapa, begitu pula sebaliknya. Mas Lian memang cenderung terlihat santai, bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai orang yang masa bodoh. Tapi jika menyangkut tentang suaminya sekarang, posesifnya tidak main-main.

"Jadi mau abis kita pulang dari Jepang aja, yang?"

"Heem. Lha meh piye meneh, yang? Daripada daripada, kan?"

Mas Raka mana mungkin menolak, tapi ia tidak berhenti memikirkan kemungkinan yang akan terjadi saat ia dan Mas Lian harus pergi ke Jepang selama dua bulan, sebagai perwujudan janji bulan madu dan temu kangen dengan keluarga besar dari pihak ayah Mas Lian.

Mas Lian menjadi yang terakhir menghabiskan makan siang. Ia bangkit dari kursi untuk meraih bungkus makanan kosong milik Mas Raka di seberang meja.

"Eh? Aku aja, yang."

Mas Raka berusaha menarik kembali bungkus makanannya, tapi tangan suami cantiknya tetap lebih gesit, seperti biasa.

"Ish, aku aja. Sekalian mau cuci tangan. Tanganmu masih bersih, eman."

Lagi-lagi seperti biasa. Mas Raka tidak pernah mau makan tanpa sendok apapun lauknya, biarpun harus makan daging ayam bahkan daging bebek yang alot sekalipun. Apapun makanannya, tangannya akan tetap bersih dengan dalih tidak mau ada sisa bau manis atau amis.

"Makasih."

Mas Raka mendongak, wajahnya seperti anak kecil yang minta diberi perhatian walau bukan ia yang melakukan tugas. Mas Lian sudah hampir sampai pintu, tapi melihat suaminya dengan wajah gemas begitu membuatnya memutar langkah. Saat sudah hanya tinggal sepanjang uluran tangan, Mas Lian membungkuk mendekat sampai kening keduanya bersentuhan, lalu menggesek keningnya singkat. Wajah yang membuatnya gemas itu masih ada di sana, bedanya kali ini suaminya tersenyum lebih lebar hingga menular sampai kedua manik menyipit, membuatnya jatuh cinta lagi untuk yang kesekian kali.

"Udah selesai makan, bang?"

Itu Enggar yang bertanya, kedua tangannya membawa nampan yang penuh dengan cangkir dan gelas kotor, sepertinya baru membersihkan meja yang sengaja dipesan untuk perayaan kecil-kecilan salah satu pelanggan setia mereka.

"Udah, Nggar. Gih istirahat, gantian."

"Aku udah tadi malah, bang. Bang Andra yang belum."

Lagi-lagi, untuk hari ini, masih seperti biasa. Chandra menjadi orang terakhir untuk istirahat. Itupun jika ingat, atau dipaksa berhenti sebentar oleh kakak atau kakak iparnya, atau jika si cantik datang membawakan makan siang, yang sayangnya tidak lagi dilihat Mas Lian beberapa hari belakangan.

Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang