Genap sepuluh hari pernikahan Mas Raka dan Mas Lian selesai digelar. Hampir semua keluarga besar Chandra yang sempat menjadi tamu agung sekaligus tanggung jawabnya sudah kembali ke daerah masing-masing. Ibunya pun terpaksa harus lebih dulu kembali ke Solo demi mempersiapkan kamar-kamar di rumah sebelum tempat tinggalnya kedatangan keluarga intinya untuk liburan. Tidak ada lagi pemberitahuan grup yang mengharuskannya menjadi supir dadakan. Chandra sudah benar-benar kembali menjalani rutinitasnya mengurus kafe yang ia dan kedua kakaknya kembangkan. Mas Danu masih menjadi yang pertama datang setelah Chandra, baru kemudian Enggar dan Windu menyusul mereka. Mas Raka dan Mas Lian sepakat untuk tetap mempertahankan keduanya karena masih harus mengurus persiapan keberangkatan bulan madu mereka ke Jepang begitu liburan di Solo selesai.
Hari itu adalah hari pertama Chandra bekerja penuh waktu dengan Enggar dan Windu. Belum genap satu hari Chandra bekerja dengan mereka, Chandra sudah dibuat mengerti kenapa kedua kakaknya memilih mereka untuk membantu Mas Danu mengurus kafe. Enggar dan Windu masih terikat dalam tali saudara, kalau Mas Lian sendiri menyebut mereka masih "sepupuan". Keduanya memiliki perawakan tinggi besar, walaupun tidak setinggi Chandra, juga wajah yang dengan mudah menarik perhatian pelanggan. Sama-sama ramah dan murah senyum, Mas Raka sampai menyebut kehadiran Enggar dan Windu "cukup menjual" untuk menarik minat pelanggan kafenya. Keduanya sudah pernah bekerja di bidang yang sama selama dua tahun lamanya, membuat Mas Danu menghela nafas lega setelah mendengar kabar bahwa ia tidak perlu memberikan pelatihan khusus pada dua rekan kerja barunya. Faktanya, Mas Danu bahkan merasa terbantu selama bekerja dengan mereka.
"Istirahat dulu, bang."
Suara berat Windu menyapa Chandra yang sedang berdiri di depan oven, kedua tangannya membawa nampan penuh gelas kotor yang baru ia angkut dari meja-meja di depan.
"Iya, bentar lagi. Duluan aja."
Chandra melirik jam dinding besar yang warna bingkainya kontras dengan cat tembok dapur kafenya, lalu memberi anggukan pada Windu sebagai tanda bahwa ia benar-benar tidak keberatan jika Windu lebih dulu istirahat. Windu letakkan nampan penuhnya ke dalam wastafel cuci piring yang ada di ujung dapur, lalu mulai mencuci gelas-gelas kaca itu satu per satu. Chandra menggeleng keheranan melihat Windu yang justru melakukan pekerjaan lain.
"Istirahat aja, gapapa. Biar aku cuci sekalian sama loyang browniesnya nanti."
Chandra matikan kran air yang memang sengaja dibuka sedikit, membuat Windu menoleh cepat ke arahnya dengan wajah sungkan. Chandra yakin bahwa sebentar lagi ia akan mendengar alasan supaya Windu diizinkan untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Tapi saat baru akan menyela rekan kerja barunya itu, pintu dapur terbuka cukup keras sampai membuat dua orang di dalamnya terkejut.
Kepala Enggar terlihat menyumbul dari sebelah kiri pintu, wajahnya bingung seperti sedang mencari bantuan.
"Kenapa, Nggar?"
"Itu, bang.."
Chandra naikkan sebelah alisnya saat sudah hampir sampai di ambang pintu, membuat Enggar spontan mendekat dengan sedikit membungkuk, berniat membisikkan sesuatu.
"Itu.. Ada pelanggan bawa masuk makanan dari luar, bang."
"Udah bilang kalau ga boleh bawa makanan dari luar?", lalu dibalas anggukan dari Enggar.
"Terus?"
Enggar menoleh ke luar pintu dengan cepat sebelum menjawab, memeriksa apakah orang yang ia maksud masih ada di depan atau tidak.
"Orangnya ngeyel, bang. Nggak terima. Malah minta ketemu sama atasan saya, minta ketemu sama abang."
Chandra merasa tertantang mendengar Enggar yang masih sungkan menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Sewaan on Twitter by @chxcolada (Woohwan AU)
FanfictionBook ini adalah kumpulan narasi dari on-going au yang aku post di twitter https://twitter.com/chxcolada/status/1655037090596536320?t=Vb_IlVdlSpnVTZ0iPN3a3Q&s=19