---
The Bestfriend.
---
Arin, wanita mungil berponi itu tiba-tiba sampai di gedung apartemen Hayoon. Berbekal nama apartemen yang pernah Hayoon beri tahu, Arin datang seorang diri diantar sopir taksi. Datang tiba-tiba seperti ini memang kebiasaan lamanya. Dia tak terlalu peduli Hayoon ada di rumah atau tidak. Dia hanya akan masuk dengan mandiri dan menganggap rumah sendiri.
Tapi Arin tak pernah sama sekali mengunjungi hunian baru Hayoon. Dia terlalu sibuk merencanakan bulan madu, dan baru pulang dua hari lalu. Di tangan kirinya ada satu paper bag besar yang terisi penuh. Semuanya adalah buah tangan untuk Hayoon. Makanya Arin mengunjungi apartemen Hayoon sore ini. Berasumsi Hayoon sudah pulang kerja tanpa mengkonfirmasi.
Awalnya Arin melangkah yakin memasuki gedung. Menekan tombol lift dan masuk ke dalamnya. Namun, Arin baru berpikir saat hendak menekan tombol angka di dalam lift. Arin lupa Hayoon tinggal di lantai berapa!
Arin segera ke luar sebelum pintu lift tertutup. Seraya berdecak kesal, Arin menarik ke luar ponselnya dari tas selempang. Kemudian tangannya menekan tombol telepon pada nomor Hayoon dengan cepat. Nada dering sudah terdengar cukup lama, namun Hayoon tak kunjung mengangkat. Arin kembali berdecak saat panggilannya tidak terjawab oleh Hayoon.
Ayolah, dia terlalu malas memeriksa histori chat dengan Hayoon yang sudah menumpuk begitu banyak.
Satu kali,
Dua kali,
Hingga ketiga kalinya telepon Arin tak kunjung diangkat.
"Ke mana sih dia? Apa masih ngajar, ya?" monolog Arin seraya mengetik-ketik layar ponselnya.
Ketika itu, Arin yang terlalu fokus dengan ponselnya tak menyadari seorang pria tinggi sedang mendekat ke arah lift. Pria itu berhenti sebelum menekan tombol lift untuk memerhatikan Arin yang menunduk. Tak butuh waktu lama, pria itu langsung bersuara menyebut nama Arin.
"Arin, ya?"
Merasa terpanggil, Arin segera menoleh dan matanya langsung melebar saat bersitatap dengan pria tinggi itu. Telunjuknya bahkan terangkat pada pria itu, saking terkejutnya.
"Loh, kak Jiwoong?"
Jiwoong tertawa ramah pada Arin. "Gimana bulan madunya? Paris pasti cantik sekali, ya?"
Untuk sepersekian detik Arin bertanya-tanya dari mana Jiwoong tahu tentang bulan madunya. Kemudian Arin segera tersenyum begitu mengingat suaminya adalah rekan kerja Jiwoong. Maka Jiwoong juga pasti tahu, karena suaminya mengambil cuti.
"Hehe... Cantik banget, dong! Romantis juga. Kalau kak Jiwoong mau bulan madu, aku bisa rekomendasiin tempat yang-"
"Haha! Terima kasih, tapi aku belum menikah."
Arin mengangguk-anggukkan kepala tanpa canggung setelah berbicara omong kosong. Dia bahkan tak merasa ucapannya adalah omong kosong. Arin memang selalu begitu di hadapan pria tampan. Suka melantur.
"Kalau gitu nanti, kalau kak Jiwoong udah nikah."
Jiwoong tertawa untuk sekedar basa-basi. Dia tidak akan betah kalau harus membahas pernikahan dan bulan madu. Maka Jiwoong segera mengalihkan pada topik yang lebih dia sukai. "Kamu mau cari Hayoon, ya?"
Seketika itu, Arin menepukkan tangannya sekali seolah baru saja mengingat sesuatu yang penting. Ah, ini semua salah Jiwoong yang terlalu tampan. Arin jadi teralihkan.
"Oh, iya! Hayoon! Aku gak tahu dia tinggal di lantai berapa."
"Hayoon tinggal di lantai 10. Unit 109." balas Jiwoong dengan senyum. Entah kenapa dia bisa merasa senang hanya dengan menyebut nama itu. Apa lagi memberi informasi tentangnya. Seolah dia sudah tahu segalanya tentang Hayoon, padahal dia hanya menyebut nomor unitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread Of Fate » (Kim Jiwoong)
FanfictionSong Hayoon bersumpah, tak akan pernah mau berurusan dengan pria populer mana pun karena trauma masa lalunya. Maka dari itu, Hayoon selalu menghindari Kim Jiwoong. Kim Jiwoong, pria populer yang selalu mampu membuat gadis mana pun menjerit hanya den...