- 11 -

61 11 2
                                    

---

Trash.

---

Belakangan ini Jiwoong sibuk dengan beberapa rencana produk baru untuk makanan kemasan. Sebagai manager tim yang baru, Jiwoong berusaha menjaga integritas dalam bekerja. Bahkan di hari libur seperti ini, dia masih berkutat dengan rancangan produknya. Buku catatan yang tampak lusuh dengan coretan tergeletak di atas meja. Sementara perut Jiwoong mulai keroncongan, berontak untuk diisi.

Seluruh pekerjaan ini ternyata membuatnya lapar. Teringat ada mandu kemasan di dalam kulkas, Jiwoong segera melesat ke dapur. Mandu siap saji sedang dikukus saat Jiwoong tersenyum tipis melihat bungkusnya. Itu adalah hasil jerih payah Jiwoong bermalam di kantor. Memikirkan komposisi, nilai gizi, hingga cut cost, lalu menghasilkan produk yang menang dari kompetitor. Jiwoong bangga, begitulah caranya dia bisa naik jabatan.

Saking bangganya, kulkanya sampai penuh dengan produk itu. Mungkin terlalu banyak untuk dihabiskan sendiri. Dia bisa bosan sebelum semua mandu itu habis. Kemudian dengan ide diluar nalar yang entah datang dari mana, Jiwoong berniat memberi sebagian pada Hayoon. Ya, Hayoon si tetangga sebelah yang ketusnya melebihi lidah mertua. Jiwoong belum menikah, mungkin ketusnya Hayoon bisa dijadikan pemanasan.

Lagi pula, entah bagaimana, sejak terakhir kali mengantar-jemput Hayoon, Jiwoong jadi lebih sering memikirkan wanita itu. Entah saat makan siang, Jiwoong bisa tiba-tiba bertanya dalam hati, apa Hayoon sudah makan siang? Atau saat hari sedang hujan, Jiwoong akan termenung menatap ke luar jendela, apa Hayoon membawa payung? Bahkan saat melihat rekan wanitanya menata rambut dengan jepitan cantik, Jiwoong akan teringat, apa Hayoon masih menyimpan jepit pemberiannya?

Segala tanya penasaran itu di luar kendalinya, tapi Jiwoong tak pernah benar-benar mengungkapkannya pada Hayoon. Mungkin kali ini dia sedang gila, sampai berani berdiri di depan pintu apartemen Hayoon. Sepiring penuh mandu kukus yang tersusun rapi di tangan kanan, sementara di kiri ada tas kertas berisi beberapa kemasan mandu. Bel sudah di tekan dan entah kenapa jantungnya malah berdebar tak menentu. Sumpah, apa yang salah dengan Jiwoong? Dia bahkan tak bisa melunturkan senyumnya.

"Kim Jiwoong."

Ditengah penantiannya, tiba-tiba suara seorang wanita menginterupsi. Jiwoong sama sekali tak berprasangka, lalu menoleh ke sumber suara. Seorang wanita bertubuh semampai tampak melangkah cepat menghampirinya yang langsung membeku. Bertepatan dengan itu, pintu apartemen Hayoon terbuka. Wanita itu mengernyit menatap Jiwoong di luar pintu yang sedang menoleh ke arah lain.

"Kenapa, Kak?"

Jiwoong segera menoleh ke depan dan mendapati Hayoon dengan raut wajah penuh tanya. Tak sempat basa-basi, Jiwoong langsung menyodorkan bawaannya pada Hayoon. Senyum tak lagi tampak di bibirnya. Debaran jantungnya semakin tak menentu, gelisah merasa diawasi. Dan semua kegelisahan itu terlihat jelas dari sorot matanya.

"Ambil ini. Aku punya terlalu banyak."

Helaan napas terdengar dari Hayoon, yang mana langsung membuat Jiwoong lelah. Dia tahu Hayoon hendak menolak.

"Gak perlu-"

"Bisa tolong ambil aja? Aku udah susah payah buatnya." ujar Jiwoong seolah terburu-buru. Membuat Hayoon mau tak mau bungkam dan menerima pemberian Jiwoong dengan gerakan lambat.

Bersamaan dengan itu, wanita cantik yang sejak tadi mengamati sampai di samping Jiwoong. Dalam hitungan detik langsung mengapit lengan pria itu. Jiwoong tampak tidak nyaman, itulah yang Hayoon artikan dari air mukanya. Kemudian Hayoon beralih menatap wanita cantik bertubuh semampai di sisi Jiwoong. Oh, ternyata wanita mabuk itu. Kalau tidak salah ingat, Jiwoong bilang wanita itu bukan siapa-siapa. Well, Hayoon memang tak pernah percaya dengan ucapan pria seperti Jiwoong.

Red Thread Of Fate » (Kim Jiwoong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang