- 12 -

60 9 1
                                    

---

Bad day.

---

Hari ini terasa begitu berat dan penat menyiksa batin Jiwoong yang sebelumnya tenang. Jiwoong sudah sangat dipusingkan dengan tanggung jawab kerja yang semakin menumpuk, sejak dia diangkat sebagai manajer tim yang baru. Ditambah kehadiran Hyewon yang tak diragukan lagi, membawa dampak negatif pada Jiwoong.

Belakangan ini Jiwoong merasa dirinya tak berguna, terpuruk, hingga lingkaran hitam mulai terlihat jelas di bawah matanya. Dia juga lebih sering minum untuk meringankan pikiran yang sedang kalut. Kepalanya seakan mau pecah. Mungkin semangkuk udon bisa membuatnya tenang. Ditambah sebotol soju untuk melupakan rentetan masalah yang menimpanya belakangan ini.

Kedai udon sederhana yang tak jauh dari taman bermain, menjadi pilihan Jiwoong. Pemiliknya sepasang lansia yang begitu ahli memasak udon. Cita rasa otentiknya tak pernah Jiwoong temui di mana pun. Semangkuk udon di sini benar-benar bisa menghangatkan siapa pun yang memakannya. Jiwoong berani jamin seribu persen, dia langganan di sini.

Setelah memesan, Jiwoong duduk pada salah satu meja yang kosong. Kedai sederhana ini tak pernah begitu ramai. Meja untuk dua orang di susun berjarak memberi suasana lengang. Jiwoong mengedarkan pandang, memerhatikan beberapa orang yang tengah menikmati hidangan di atas meja.

Sering kali Jiwoong bertanya-tanya, kira-kira apa yang sudah dialami orang-orang itu seharian ini? Apakah sama beratnya dengan Jiwoong? Atau mungkin lebih berat? Bagaimana dengan wanita yang tertunduk sendirian di meja pojok? Apakah harinya juga berat?

Jiwoong masih memerhatikan wanita yang duduk sendirian. Lalu saat wanita itu mendongak, Jiwoong segera memicing. Segala pergerakannya diamati Jiwoong. Mulai dari meletakkan ponsel di atas meja, hingga menekan pelipis dengan mata terpejam. Tidak salah lagi. Jiwoong yakin wanita itu adalah Hayoon.

Lantas Jiwoong bangun dari duduknya untuk menghampiri meja wanita itu. "Hayoon?"

Merasa terpanggil, wanita itu mendongak dan langsung bertemu tatap dengan Jiwoong. "Kak Jiwoong?"

"Ternyata benar kamu!" tanpa ragu, juga tanpa bertanya, Jiwoong duduk di hadapan Hayoon dengan senyum. Padahal seharian ini dia murung. Entah kenapa melihat Hayoon di sini bisa menarik naik sudut-sudut bibirnya. Semua sikapnya yang begitu kentara itu di luar kendalinya.

"Kenapa duduk di sini?" Hayoon ketus, membuat Jiwoong bingung harus beralasan apa.

Bukannya tidak masalah makan di meja yang sama dengan kenalan kita?

Jiwoong tertawa kecil di balik senyumnya. "Yah, lebih enak makan bersama, 'kan?"

Dengusan Hayoon terdengar jelas, bahkan sepasang matanya yang berotasi terlihat jelas oleh Jiwoong. Pria itu merasa bisa menebak apa yang akan dikatakan Hayoon setelah menarik napas dalam-dalam. Maka, sebelum kalimat pedas Hayoon terlontar, Jiwoong segera memutus, "Aku tau, kamu pasti gak bakal izinin aku duduk di sini."

Kali ini Hayoon mengangkat sebelah alisnya. Seolah berkata, 'Terus?'

Jiwoong membalas tatapan keheranan Hayoon dengan lembut. Jangan lupa senyum yang tak mau luntur dari bibirnya. "Jangan dibuat rumit. Kita makan aja, ya."

Hayoon menghela napas panjang, memilih pasrah. Dia sedang tidak dalam suasana hati untuk berdebat. Harinya benar-benar panjang dan melelahkan. Hayoon tak mau mengakhirinya dengan rasa kesal pada Jiwoong. Walaupun sudah sedikit kesal. Tatapannya, juga senyum pria itu selalu membuatnya kesal. Padahal wanita mana pun akan terpana dengan ketampanan Jiwoong. Hanya saja, Hayoon bukan wanita mana pun.

Red Thread Of Fate » (Kim Jiwoong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang