Pov :Min Yoongi
Mendengar omong kosong Jhope membuat ku marah. Apa segelas whiskey membuatnya gila? Aku belum selesai dengan perasaanku padanya. Dan aku yakin dia juga begitu. Lalu dia memintaku bersama Jimin?
Demi langit Neptunus, aku tidak tau aku mencintai pria gila seperti dia.Saat aku memasuki rumah Jhope, sudah lumayan sepi. Para staff sudah banyak yang pulang. V dan Jungkook terkapar di karpet depan Televisi. Namjoon sedang bertelepon, dari cara bicaranya yang lembut bisa ku pastikan dia berbicara dengan Seokjin Hyung. Jimin sedang berada di depan kulkas dan mengobrak-abrik isinya.
Dari kaca di depanku, aku bisa melihat siluet Jhope memasuki rumah. Aku meraih segelas whiskey, menenggaknya sekaligus. Aku melangkah menuju tempat Jimin berada. Ku raih tengkuknya dan melumat bibir Jimin dengan kasar. Jimin terkejut tapi tak menolakku, aku melihat dia mulai menutup matanya.
Aku terus mencium Jimin dan Jhope melihatnya. Mata kami bertemu. Tak terasa air mata ku menetes di sela ciuman ku dan Jimin. Aku tak melepaskan Jimin sampai dia memukuli dadaku.
Ku lihat Namjoon mengalungkan lengannya di pundak Jhope dan membawanya pergi."Hyung, apa yang kau lakukan. Aku hampir mati." omel Jimin.
"Maafkan aku Jimin-ah."
"Kau........" aku melangkah pergi saat Jimin belum selesai bicara.
Aku menuju meja pantry. Mencari botol whiskey yang masih berisi. Menuangnya ke dalam gelas dan menenggaknya. Aku melakukannya sampai satu botol tandas. Aku ingin mabuk tapi entah kenapa whiskey ini tak mampu membuatku merasakannya.
Beberapa staff yang tersisa berpamitan kepadaku. Aku hanya melambaikan tangan sebagai jawaban.
"Hyung, aku dan Jimin akan pulang." kata Namjoon.
"Ah, sekarang?" tanyaku.
"Ya, apakah kau ingin pulang bersama kami?" tanya Jimin.
"Kurasa aku akan tinggal sedikit lebih lama. Jungkook dan V juga masih mabuk. Aku akan menjaga mereka." jawabku.
"Ya, baiklah." Jawab Jimin kecewa.
"Oke Hyung. Kami pergi." seru Namjoon.
"Oke. Berkendaralah dengan aman." jawabku.
Aku melanjutkan minumku sendirian disini. Di rumah yang biasanya menjadi tempatku dan Jhope berkencan. Aku memasak di dapur ini dan dia akan menungguku dengan tenang di kursi yang sekarang ku duduki. Dia akan berbicara tanpa henti dan menanyakan hal-hal konyol sambil menunggu masakanku matang.
Aku sandarkan kepalaku di meja. Air mata ku menetes tanpa henti. Mabuk yang ingin ku rasakan malah perasaan sentimental ini yang menghampiri. Semesta tak berpihak kepadaku akhir-akhir ini.
Aku melangkahkan kaki menuju kamar Jhope. Saat membuka pintunya, ku lihat tubuh yang pernah ku sentuh itu sudah memakai selimut. Aku menyibak selimutnya dan membaringkan tubuhku di sampingnya. Ku lihat punggungnya sedikit bergetar. Nafasnya pun juga tidak teratur. Aku yakin dia menangis.
Aku gigit pundak Jhope dengan sedikit kuat. Dia tak bereaksi. Saat aku melepas gigitanku, isak tangisnya lolos dari bibirnya.
"Kenapa kita jadi seperti ini, Hoba?"
"Mian."
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?"
"Kau bisa melakukan apapun yang ingin kau lakukan."
"Baiklah. Mari Jhope,mari kita terluka bersama."
Aku meraih pundaknya, ku tatap wajahnya sebelum mendekatkan bibirku ke arahnya.
Ku cium bibir berbentuk hati yang membuatku candu selama ini secara lembut. Kami berdua bisa merasakan asin disela ciuman ini. Yah...air mata kami berdua menyatu bersama saliva.
Aku akan melakukan apapun yang ku inginkan malam ini. Untuk terakhir kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood, Love & Tears
FantasySemua tidak ada yang menyadari, bahwa 10 tahun membawa mereka kepada hubungan dan rasa yang sangat rumit. Persahabatan, persaudaraan dan Cinta menyatu menjadi sebuah dilema. Pada awalnya, semua terlihat baik-baik saja, tapi setelah kesadaran memuku...