0.16

803 74 15
                                    

Neyl melihat Nab yang di pasangi selang oksigen dari luar ruangan, ruangan steril itu tak sembarang orang yang bisa memasuki, hanya dua orang yang sekali jenguk untuk akses masuknya, Neyl menangis melihat adik kecilnya itu, terbalut perban di sekujur tubuhnya, ia bisa melihat perban perban itu melilit tangan dan kaki Nabila, ia seakan bisa merasakan rasa sakit yang di rasakan adiknya itu.

Orang tua mereka sudah Neyl hubungi kemarin, namun ada kendala yang tak bisa membuat ayah dan ibunya untuk sampai dengan segera, ia masih ingat tangis pecah sang ibu dibalik handpone Novia, handponenya tentu saja masih rusak, ia tak ada waktu untuk memperbaikinya saat ini.

Neyl menunduk, hari kedua saat ini melihat adiknya terbaring koma disana, tak bisa melakukan apapun, Neyl merasa tak berguna menjadi seorang kakak, lelaki berambut panjang itu menyembunyikan wajahnya di balik rambut yang ia banggakan, ia hanya bisa merutuki diri dan menangis, menyalahkan dirinya sendiri yang telah gagal menjadi Kakak.

Kemarin, banyak hal yang mengguncang bagi Neyl, Nabila pendarahan beberapa kali bahkan kejang kejang parah kembali, ia hanya bisa terduduk lemas dengan teman teman yang menguatkannya, hari ini ia membolos tak ingin meninggalkan adiknya, ia khawatir saat Nabila kembali ia tinggalkan, ia tak akan bisa menemukan gadis kecil itu kembali.

"Bangun Nab!, ayoh bangun!, a-ayah i-ibu mau dateng!". Neyl terisak ia tak kuasa untuk berkata, ia hanya bisa menangis dan berdoa saat ini, sekarang ia percaya, orang orang benar, tempat doa paling tulus adalah disini di Rumah sakit.

"Nab bisa!, Ayo cepet bangun!, kita harus main lagi kayak biasanya". Neyl terus mengumam, berbicara pada angin yang terlalu sejuk untuk ia rasakan hari ini, ia merasa alam tengah mengejek dirinya yang seperti pecundang, ya dia memang pecundang!, karena gagal menjadi seorang Kakak.



"Neyl!".




Neyl mendongkak, lelaki berambut panjang itu menatap seseorang yang memanggilnya, ia melihat Diman berdiri disana, dengan Novia yang mengikuti di belakang laki laki manis tersebut.

Suara rusuh dari arah belakang juga menarik atensinya, ia melihat ada Salma yang berlari terpogoh pogoh dengan Paul yang juga mengikuti gadis berhijab hitam itu, dibelakang keduanya Neyl juga melihat Anggis dan Syarla dengan tentengan sebuah kantong pelastik besar masing masing di tangan keduanya, dan terakhir Neyl melihat seseorang yang berjalan santai di belakang, sembari memberikannya sedikit senyum tipis dan pandangan datar, ya!, Rony.

Neyl berdiri setelah mengusap sisa sisa air matanya tadi, ia mencoba tersenyum tipis pada teman temannya yang sudah datang, mengangguk pelan untuk menyakin kan hatinya bahwa semua akan baik baik saja.

Novia yang memang sudah berada di hadapan lelaki itu menepuk pelan bahu Neyl memberikan sedikit rasa simpatinya, menguatkan Neyl yang terlihat putus asa saat ini, Diman juga tersenyum tipis disana memberi sedikit suport pada sahabat berambut panjangnya itu.


"Thanks Nov, Dim dan yang lain!".


Semuanya memandang Neyl dengan pandangan menguatkan, Salma bahkan sudah mengusap kedua matanya yang berair di samping Rony, Rony yang melihat hanya mendengus malas, teman nya ia memang senang sekali mendalami drama, makanya dia mudah sekali untuk berlarut pada kesedihan.

Anggis dan Syarla saling berpelukan, mereka saling menguatkan satu sama lain, pandangan keduanya melihat kaca, melihat Nabila yang terbaring dalam ruang, mereka saling menepuk satu sama lain tak ingin kembali menangis, sudah cukup mereka menangis kemarin, Nabila akan sedih melihat itu.

Paul berdiri disana, menatap kosong ruangan yang terisi gadis polos itu yang kini terlihat ringkih, ia menatap Rony sekilas, merasa bersalah sekaligus menyesal telah membuat laki laki datar itu emosi kemarin, lalu menatap Diman yang juga mengenakan perban hari ini, perasaan bersalah makin menghujam hatinya begitu saja.

"Ada perkembangan apa hari ini Neyl?". tanya Rony.


"Tranfusinya berhasil Ron, keadaan Nab cukup stabil sekarang, tinggal nunggu beberapa menit lagi dokter bakal periksa, kalo semuanya oke, kita cuma tinggal nunggu Nab bangun aja dari koma nya".


Neyl tersenyum tipis, memberi jawaban, hanya itu yang ia bisa katakan sekarang, karena jujur kabar itupun bukan kabar baik yang ingin ia bagikan.


"Alhamdulilah, Semoga Nab cepet bangun ya Neyl". Novia menepuk kembali bahu Neyl, Salma juga tengah sibuk mengangguk anggukan heboh, ikut mendoakan perkataan Novia.

"Makasih ini juga berkat doa kalian, Ron,Dim,Paul, terimakasih!, Dokter bilang telat sedikit Nabila ga bisa di tangani, makasih kalian udah bawa Nab ke Rumah Sakit tepat waktu". Neyl menatap lembut teman temannya, berucap terimakasih pada para sahabat lelakinya yang sudah membawa Nab kerumah sakit dengan cepat.

"Lu harus tau Neyl!, kemarin kita kena denda karena Rony yang nabrak portal parkir saking paniknya dia, Paul juga hampir ketabrak Truk pas bawa mobil!, pokoknya kemarin Dramastis banget!". Diman bercerita heboh, mengusir hawa sendu yang menyelimuti mereka, ia berceloteh hal hal seru yang ia rasakan kemarin, membuat yang lain tersenyum lebar, mendengar betapa seriusnya Diman menceritakan kronologi kemarin.


"Body depan Mobil Rony aja sampe penyok!, untuk lu gak diminta ganti rugi sama konglomerat kaya ini!".


Neyl tersenyum menatap Rony mengisyaratkan terimakasih, Rony hanya mengangguk singkat, Sementara Salma yang berada di sebelah Rony menepuk Rony heboh hingga lelaki berwajah datar itu hampir terjengkang ke belakang.

"Makasih Ron makasih!, lu emang besti terdebest deh, kalo lu mau ganti rugi lu potong aja uang makannya Diman!". Celetuk Salma sembari menepuk nepuk kencang bahu Rony, Diman yang namanya ikut di bawa bawa menoyor gadis berhijab hitam itu, senaknya saja gadis itu hendak memotong uang makannya!.

Anggis dan Syarla tertawa kencang, keduanya terkekeh geli karena melihat Rony yang panik hampir terjengkang dan Diman yang menoyor Salma dan dibalas Salma cengiran lucu, Novia hanya menggeleng heran melihat itu, Sahabat Ughteanya benar benar diluar Nurul!.

"Paul, Lu diem diem bae sariawan?".


Paul menatap Diman, lelaki bule itu menatap tulus pada sahabat yang membuka obrolan dengannya, Paul tersenyun tipis kepada mereka.

"Ga papa Dim, mencret kayaknya gw!".

Paul menjawab dengan nada candaan disana, membuat yang lain kembali tertawa melihat muka Paul yang meyakinkan, Rony hanya tersenyum tipis melihat itu, ia tak benar benar marah pada Paul, kemarin ia hanya sedikit terbawa suasana saja dengan Bule bali itu.

"Mau ke kamar mandi?!, Ayok gw anterin!". Rony berujar jahil, menatap Paul, memancing jokes Paul yang receh, mereka hari itu saling menguatkan dengan saling bertukar candaan, sembari dalam hati masing masing berharap dengan kesembuhan Nabila yang masih berjuang di dalam sana.


"Hahahahahah".


"Hahahahahahah".



"Hahahahahahaha".



Kini lorong itu hanya di penuhi suara tawa disana, sedikit menganggu yang lain memang namun mereka tak peduli, mereka hanya akan tertawa tanpa suara saat ada yang menegur lalu tertawa keras kembali, begitu saja terus berulang.

Semoga waktu berhenti detik itu, merekam ingatan indah tentang mereka, karena kita tidak tau seberapa cepat waktu berjalan, dan akan ada apa yang terjadi dalam perjalanan tersebut.










_______________________










TBC.





DIKSI NADA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang