0.0

4.8K 162 6
                                    

"Biarkan detik terus berdetak dalam irama yang sama, menyelaraskan kita yang masih abu, terbawa suasana, terpelihara pada teka dan teki yang mendewasakan, memilih jalan untuk pincang daripada memilih terlebih dahulu pulang untuk mengobati".







                                        -Diksi Nada-





























"Bruk".













"Aduh.....".





"Sorry gw buru buru".


Nabila meringis kecil, merasakan perih yang menjadi luka di kakinya akibat bergesrekan dengan aspal tadi, dia mengeriyit kecil memperjelas pengelihatannya pada punggung laki laki yang tadi menabraknya dan begitu saja pergi dengan tergesa gesa.

"Bener kata ayah, jaman sekarang tuh pemudanya pada sedikit etika, ada wanita jatuh bukannya di tolong malah di tinggalin". gadis itu mendengus, menggerutu kecil sembari mencoba berdiri dan merapihkan penampilannya yang sedikit kusut.

Dia menepuk nepuk bagian bagian rok dusty pink itu pelan, membersihkan kotoran daun yang ikut menempel pada pakaiannya.


" haduhh, Anggis dimana lagi, katanya suruh nunggu di halte depan komplek kok belum dateng juga".



"Nab!!".



Seseorang berbando biru muda itu melambaikan tangan, sekali lagi Nabila mengeriyitkan sedikit keningnya, heran dengan pemuda lain yang di tarik Anggis dengan brutal tersebut.


"Nggis, bawa siapa?". tanya Nabila dengan raut lucu, penasaran pada laki laki yang kini menatapnya malas tersebut.



"Oh... Ini kenalin....". Anggis menyikut lelaki itu, bermaksud menyuruhnya mengenalkan diri, yang di balas dengusan malas dari si pemuda.



"Nyoman Paul.... panggil Paul aja". pemuda itu tersenyum tipis lalu mendengus kembali, sedikit berontak pada Anggis yang merutuki sikap tak sopannya itu.


"oh Kak Paul.... aku Nabila panggil Nab Nab aja". ucap Nabila ramah sembari tersenyum geli melihat mereka berdua seperti tom dan jerry yang tak pernah akur.



"Nah Nab.... Paul ini.... eh.. tar dulu kaki kamu kenapa kok kaya sakit gitu?". Anggis melepaskan pegangannya pada paul, ia mendekati Nabila mengecek kondisi gadis yang sudah ia anggap adik sendiri itu dengan baik.




"aww".





Nabila meringis saat luka lecet tadi di sentuh Anggis dengan kencang dan sengaja, sementara Paul yang memperhatikan tertawa terbahak bahak melihat ekspresi khawatir Anggis dan wajah kesakitan Nabila, seolah olah mereka tengah memainkan peran ibu tiri yang jahat, tentu saja dengan Anggis yang menjadi ibu tirinya.


"heh bule... diem". ucap Anggis tajam memandang Paul yang ia sebut bule dengan sarkas.



Paul yang dibentak tersentak kaget, mengedipkan beberapa kali kedua matanya dengan polos menatap Anggis yang lagi lagi terlihat seperti ibu tiri di mata Paul.



"sorry Nab, abaiin aja dia, aneh emang anaknya, kalo ga paman gw yang nitipin tuh anak, udah gw sumbang asihkan ke panti amal, biar ada gunanya sesekali".




"btw... Paul sepupu gw, bokapnya adiknya ibu gw, ya walaupun gw ga ada muka bulenya, 100 persen darah gw bule semua isinya". sambung Anggis sembari menyengir riang, yang di balas angguk anggukan dari Nabila.



DIKSI NADA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang