01

10.3K 346 0
                                    


PERHATIKAN INI SEBELUM BACA!!

Cerita ini aku bikin sesuai apa yang aku pikirin. Tentu aja aku bikin cerita ini dari menguras isi otakku. Murni dari pikiranku sendiri. Kalo kalian gak srek atau alurnya berbeda dari yang kalian mau, ya udah nyari cerita lain aja. Pun, dengan semua karakter cowok/ cewek yang ada dicerita ku.

Kalo kalian berminat, aku berterima kasih dan jika tidak tinggalkan cerita ini.

Dan, oh, ini cerita BL alias homo. Kalau kalian homopobic mending disarankan jangan baca.

Sekian.

___

Dering alarm terdengar di sebuah kamar dengan luas 2x4 meter persegi itu. Seorang pemuda terjatuh dari kasur miliknya akibat suara dering alarm yang berasal dari ponselnya.

'Abang bangun! Udah siang, ntar aku terlambat!'

"IYA!!" Balasnya pada sang adik. Ia mengambil ponselnya guna mematikan alarm. Seketika ia  membulatkan matanya menatap jam yang tertera dalam ponselnya.

"Bangsat, gue telat!" Segera ia bangkit untuk mengambil handuknya, namun kesialan kembali menghampirinya. Dia terjatuh karena kakinya yang terlilit selimut.

Bugh

"Bangsat!"

Pintu terbuka menampilkan gadis yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. "Abang ngapain tidur di lantai kaya' gitu? Ga lihat ini udah jam berapa?" Tanyanya dengan wajah jengkel

"Gue jatuh bego, bukannya bantuin malah ngomel." Gerutunya

"Ga usah manja! Udah sana mandi terus sarapan. Sudah ku buatin. Aku berangkat duluan, sudah telat!" Pamitnya keluar dari kamar pemuda itu

"Hati-hati!!" Teriaknya

Ia berjalan keluar dari kamarnya untuk mandi dengan handuk tergantung di pundaknya. Adelio atau yang kerap di panggil Lio itu bukanlah orang kaya yang kamar mandinya di dalam kamar.

Rumahnya yang terbilang sederhana itu hanya diisi dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur serta ruang tamu yang merangkap menjadi ruang bersantai dan ruang makan.

Lio tidak berfikir menyesal untuk lahir di keluarga sederhana namun ia hanya membenci sikap kedua orang tuanya. Kedua orang tuanganya meninggal akibat kecelakaan beruntun dan menewaskannya. Meninggalkan banyak hutang yang masih belum ia bayar sampai sekarang. Nominal dari uang yang dipinjam kedua orang tuanya tidaklah sedikit. Entah untuk apa kedua orang tuanya itu meminjam begitu banyak uang. 

Bahkan, ia dan adiknya tidak pernah merasakan uang itu sedikit pun. Ia hidup secara sederhana bersama adiknya perempuannya yang masih duduk di bangku kelas satu SMP.

Tidak mungkin dia bisa melunasi hutang itu dengan cepat apalagi dengan pekerjaannya yahg serabutan. Apa yang bisa di harapkan dari orang yang berusia 17 tahun? Ia hanya mampu membayarnya sedikit dari sisa uang hasil kerjanya. Entah sampai kapan hutang itu lunas.

Mati bukannya meninggalkan warisan untuk keluarga, malah meninggalkan beban yang membuat si sulung bekerja mati-matian.

Selesai bersiap, Lio mengambil tas ringannya menggantungkannya di bahu kirinya. Keluar dari kamar untuk sarapan. Walau sudah jelas jika ia sarapan akan membuatnya semakin terlambat. Tapi dia tidak bisa menyia-nyiakan makanan yang sudah di buat adiknya. Apalagi harga bahan makanan yang semakin naik.

"Bangsat, mati aja kalian masih nyusahin kita." Lio mulai memakan sarapannya dengan sedikit tergesa.

Lio menaiki sepedanya dan mengayuh dengan penuh tenaga. Dia sudah membuang waktunya 5 menit untuk sarapan, lalu perjalanan rumah ke sekolahnya membutuhkan waktu 15 menit. Dia sudah telat 20 menit.

HEAD Over HEELS [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang