11

3K 227 4
                                    

Lio terbangun dari tidurnya akibat haus. Ia menatap jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah dipastikan ia akan sulit tidur lagi.

Lio beranjak dari kasurnya untuk mengambil air. Ia lupa untuk membawa air minum ke kamarnya yang biasa ia lakukan sebelum tidur.

Saat ingin berbelok ke dapur, langkahnya berhenti setelah melihat keberadaan Lynda di dapur. Tengah membuat makanan. Terbukti cewek itu tengah berkutat dengan alat dapur.

Apa Lynda belum makan sampai jam segini ingin memasak, pikirnya.

Setelah pertemuannya dengan sang calon bos, Lio langsung masuk dalam kamarnya tanpa berniat melakukan hal lain. Ia terlalu lelah. Sekedar mandi pun tidak. Lelaki itu hanya berganti baju, cuci muka dan sikat gigi. Bahkan ia tak melihat keberadaan Lynda yang jelas-jelas satu rumah dengannya.

Seketika ia tak berani menyapa Lynda setelah mengingat percakapan antara dirinya dan Kim waktu pulang dari restoran. Cewek itu memaki dirinya yang keras kepala juga egois. Bahkan tak terhitung kata-kata kasar yang keluar dari mulut itu untuk memaki dirinya.

Dirinya sudah sadar dengan apa yang ia lakukan itu salah. Tak seharusnya ia memarahi dan membentak Lynda yang ingin berniat untuk membantunya. Harusnya sebagai kakak ia bisa membicarakan tentang ini dengan kepala dingin. Namun, amarah mengusai pikirannya. Rasa sesal dan bersalah melingkupi hati Lio. Dia membuat adik kecilnya menangis.

"Abang ngapain di situ?"

Lio tersadar dari lamunannya. Dia begitu sibuk dengan isi pikirannya sampai tidak menyadari jika Lynda sudah selesai memasak.

"Gue mau ambil minum." Balas Lio gagap. Segera ia mengambil air minum guna menghilangkan dahaganya. "Lo, jam segini baru makan?"

Lynda mengangguk. "Tadi aku nungguin abang. Udah makan? Kalau belum aku bikinin sekalian." Tawarnya

Rasa bersalah itu kembali menyelimuti nya. Lio menghentikan langkah Lynda yang ingin kembali berkutat dengan alat masak. "Gak perlu. Gue udah makan tadi."

"Ouh gitu." Balas Lynda kembali menyantap makanannya

Canggung. Entah mengapa suasana ini begitu asing bagi Lio. "Lyn, gue minta maaf."

"Minta maaf kenapa? Abang ga ada salah kok." Bingung Lynda

"Gue minta maaf karena udah bentak lo waktu di cafe itu."Lanjut Lio

"Itu bukan salah abang. Itu salah ku karena udah mengabaikan perintah kakak." Balas Lynda

"Gue sadar gue egois dan keras kepala. Gue sadar gue bukan kakak yang baik buat lo. Harusnya gue sebagai kepala keluarga, gue harus berkepala dingin. Yang bisa mecahin masalah bukan nambah masalah. Lo niatnya baik buat bantuin gue tapi gue dengan begonya menyampingkan niat lo itu tanpa ngertiin gimana kondisi lo. Yang gue mau lo serba kecukupan sampai lupa gimana perasaan lo." Ucap Lio.

Ia benar-benar buruk sebagai kakak. Ia tak mengetahui bagaimana perasaan adiknya sendiri.

Lynda memeluk erat tubuh Lio. "Abang gak boleh bilang gitu. Abang itu abang paling baik sedunia. Yang ngerawat aku dan ngejaga aku dengan sepenuh hati. Jangan nyalahin diri sendiri. Ini bukan salah abang aja. Inj salah aku juga yang ga terbuka sama abang." Katanya. Lynda mendongak menatap wajah Lio. "Intinya ini salah kita berdua yang ga saling terbuka."

Lio tersenyum, ia mengeratkan pelukannya. "Makasih dan maaf."

"Jadi kita baikan 'kan?"

Lio tertawa. "Iya."

Ia senang masalahnya dengan Lynda selesai. Ia juga sudah mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik.

Lio melepaskan dekapannya. "Oh ya, gue udah dapat pekerjaan baru."

HEAD Over HEELS [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang