Hari telah berganti. Lio berjalan melewati koridor sekolah dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang pada pagi tadi, saat Lynda tengah menyiapkan sarapan mereka. Itu hal yang sudah tak asing lagi baginya. Hanya saja, menu sarapan tadi pagi membuatnya kepikiran. Dua roti tawar dengan selai kacang, satu untuknya dan satu untuk Lynda.
Hanya makan roti tidak membuatnya kenyang. Lynda bilang jika bahan makanan mereka telah habis. Hal itu juga yang membuat Lio merelakan rotinya untuk Lynda. Walau sempat terjadi perdebatan kembali, namun akhirnya Lynda mau memakan jatah sarapannya. Uangnya sudah habis untuk membayar listrik.
Lio mengacak rambutnya kasar. Kepalanya terasa ingin pecah memikirkan keuangan keluarga. Kerja serabutan yang ia jalanani nyatanya tak bisa memenuhi kebutuhannya.
"Harusnya gue nyari kerja yang gajinya lebih gede." Gumangnya
Tanpa sengaja ia menyenggol bahu seseorang. Lio mendesis namun tetap melanjutkan jalannya tanpa minta maaf.
"Itu bocah kayaknya emang ngajak ribut deh. Jalan luas kek gini aja masih nabrak. Buta apa itu mata." Cerocos Indra menatap kepergian Lio dengan kesal
"Udahlah biarin aja, masih pagi nih. Jangan ribut." Ujar Rain
Elard mengangguk menyetujui ucapan Rain. Lagi pula ia merasa aneh dengan Lio. Bocah itu terlihat lelah dan banyak pikiran. Ia menggelengkan kepalanya, itu bukan urusan dirinya.
Kelima pemuda tampan itu akhirnya lebih memilih menuju kelas mereka. Jika ingin membolos pun rasanya masih terlalu pagi. Setidaknya mereka mengikuti satu mata pelajaran agar nama mereka terdaftar hadir.
Elard memandang luar kelas, tepatnya ke arah lapangan, menghiraukan seorang guru yang tengah menjelaskan pelajaran. Posisi bangkunya yang terbilang cukup strategis yaitu bangku paling belakang dekat jendela membuatnya mudah mengamati pemandangan diluar kelas.
Dengan menompang dagunya malas, ia menatap siswa kelas dua yang tengah olahraga. Tatapannya jatuh pada siswa yang hanya duduk di luar lapangan, menatap teman kelasnya tanpa berniat bergabung. Walau tak terlalu jelas wajahnya namun Elard yakin jika orang itu adalah Lio.
Melihat Lio yang terkena bola basket hingga terlentang dilapangan membuat Elard ingin tertawa namun segera ia tahan mengingat sekarang berada di dalam kelas. Akan terasa aneh jika ia tertawa sendiri. Sejak pagi lelaki itu terlihat tidak fokus. Bahkan saat menabrak dirinya pun, Lio seakan tak terganggu.
"Woi Lard!"
Elard mendengus, menoleh menatap Hoshi datar. "Apa?"
"Lo yang kenapa, dari tadi gue panggil ga nyaut. Mandang adek kelas lagi olahraga ya? Wah lo diam-diam ternyata ngeri juga ya." Ujarnya
"Otak lo perlu di cuci." Balas Elard. Ia menatap ke depan, dahinya mengernyit menatap Randy serta anggota osis lainnya berada di kelasnya. "Mereka ngapain?"
"Itu dia, tadi gue manggil-manggil lo ya mau ngomong kalo ada razia. Lo-nya aja di panggil ga nyaut. Bawa rokok lo?" Kata Hoshi
Elard mengangguk. Benda itu tak mungkin tertinggal. "Kenapa Randy ga bilang?"
"Tau tuh si bangsat! Gue bakal kena nih pasti." Sahut Indra
"Emang lo bawa apaan?" Tanya Hoshi
Indra mengeluarkan barang itu dari tasnya, memperlihatkan barang yang ia bawa. Mata Hoshi melotot menatap kotak itu. "Lo ngapain bawa kondom anjir! Mana sekotak lagi." Hoshi tak habis pikir dengan temannya itu
"Ini pesanan ya, bukan gue yang mau pake." Bela Indra
"Ketangkep mampus lo." Ujar Hoshi
"Tenang aja, ga bakal ketahuan kok." Sahut Indra
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAD Over HEELS [BL]
Teen FictionAdelio itu cowok yang pekerja keras. Sangking bekerja kerasnya dia sampai di kejar-kejar rentenir. Bukan dia yang utang tapi kedua orang tuanya. Akibatnya, dia harus menanggung semua hutang kedua orang tuanya yang telah meninggal. Sekolah-kerja-pul...