"Hidup tanpa orang tua itu tidak mudah. Sebaik apa pun orang yang mengurus kita, kita tetap orang lain bagi mereka"
Jenna
~∞°^°∞~
"Kebencianku tidak akan pernah berubah. Aku masih membencimu! Aku akan membunuhmu!" Seorang lelaki meletakkan pistol di dahi Jenna.
"Tidaaak!!!" teriak Jenna terbangun dari tidurnya.
Jenna duduk dengan napas yang tidak beraturan. Mimpi buruknya kembali hadir, namun bukan dari ayahnya. Melainkan seorang lelaki misterius yang tidak menampakkan wajahnya. Laki-laki itu bertubuh tinggi, bermata tajam, berambut hitam pekat, dengan sebuah pistol di tangannya.
Jenna mengusap wajah hingga rambut dengan kedua telapak tangannya. Jantungnya masih berdetak kencang. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Kemudian bangkit menyalakan lampu, lalu berjalan memasuki kamar mandi. Ia membasuh wajahnya berkali-kali untuk menghilangkan mimpi buruk dari pikirannya. Namun laki-laki itu seakan menghantuinya.
Mimpi buruk itu membuatnya tidak bisa tidur. Satu jam hanya digunakan untuk mondar-mandir di kamarnya. Ia mengambil handphone untuk mengabari Shafa, namun gadis itu tampaknya masih tertidur pulas. Handphone itu kemudian dilemparkan ke atas kasur lalu ia berjalan menuju meja belajarnya. Ia membuka laptop dan mencari tahu mengenai mimpinya. Laptop itu diotak-atik hingga ia tertidur dengan kepala yang dimiringkan di atas meja di jam 04:00 pagi.
Ketika matahari mulai menyorot, Rashi membawakan segelas susu menuju kamar jenna. Namun Jenna tampak masih tertidur lelap di meja belajarnya.
"Jenna!" teriak Rashi dari balik pintu, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar.
"Jenna! Apa kau sudah bangun?" Rashi memanggilnya lagi, namun jawaban belum juga ia dapatkan. Ia kemudian meletakkan segelas susu yang dibawanya di atas meja. Lalu mengetuk pintu Jenna dengan keras. "Jenna! Jenna, bangun, Jenna!" teriaknya lagi dan lagi.
Jenna langsung terbangun kaget setelah melihat posisinya yang tertidur di meja belajar.
"Jenna!" Pintu kamar terus diketuk.
Jenna pun bergegas bangkit dan berjalan cepat membuka pintu. "Bibi," gumamnya.
"Jam berapa ini, Jenna?! Kau bangun di jam berangkat sekolah. Bahkan kau meninggalkan shalat subuh!" sembur rashi memarahinya. "Aku sudah menyiapkan susu untukmu." Rashi menyerahkan segelas susu itu meski sambil memarahinya.
"Terima kasih, Bibi." Jenna menerima segelas susu tersebut.
Gara-gara masalah kemarin membuat Rashi marah padanya. Bahkan sifatnya tidak lagi selembut dulu. Rashi sudah mulai berubah melihat Jenna yang semakin dewasa. Jenna memang keras kepala. Meskipun gadis itu sangat penurut dan peduli pada orang lain, tapi ia sangat keras dan selalu melakukan apa pun yang menurutnya benar.
Segelas susu itu ditaruhnya di atas meja. Ia bergegas mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Sebelum keluar kamar, susu itu diminumnya namun gelasnya ia tinggalkan di dalam kamar. Waktu membuatnya terburu-buru karena takut terlambat.
Di luar sana Shona telah menunggunya. Ia tidak peduli dengan sarapan yang telah disiapkan Rashi, kakinya berjalan cepat menuju pintu keluar. Dengan wajah bosan Shona menunggunya di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cita Cinta Jenna
Mystery / ThrillerDi umur 17 tahun aku kehilangan kedua orang tuaku. Di situlah awal mula kehancuran duniaku. Dengan terpaksa aku harus mengubur mimpiku. Kematian kedua orang tuaku dibayar oleh seseorang sebagai jaminan hidupku. Aku merasa sesuatu terjadi tanpa ada y...