Eight (Cinta atau Benci?)

97 40 81
                                    

"Ya, aku memang haus kasih sayang Papa!"

Aleka

~∞°^°∞~

Shafa melaju cepat dengan sepedanya karena waktu yang sudah terlambat. Mungkin belum begitu lambat karena kelas baru saja dimulai lima menit yang lalu. Namun sebagai pelajar yang teladan Shafa merasa bahwa terlambat tetaplah terlambat, tidak memandang berapa lama waktu yang dilewati.

Kelasnya yang berada di lantai tiga membuatnya harus berjalan menaiki tangga. Dengan langkah cepat ia berlari melewati koridor kampus. Dan... ya, pintu kelas sudah tertutup. Masih dengan napas yang tak beraturan Shafa mengetuk pintu.

"Masuk!" Suara sahutan terdengar dari dalam membuatnya langsung membuka pintu dan melangkah masuk. Tidak ada perintah apa pun dari dosen, ia pun langsung menempati tempat duduknya.

"Di mana Jenna?" tanya dosen kemudian.

"Jenna... Jenna izin tidak masuk hari ini karena mengantar pamannya ke rumah sakit," jawab Shafa beralasan.

Dosen mengangguk paham kemudian melanjutkan pelajaran. Shafa melirikkan matanya ke arah kanan dan kiri, lalu setelahnya ia membuka buku pelajaran.

Mungkin sedikit berbohong sangat dibutuhkan untuk saat ini. Apa pun yang terjadi Jenna harus ikut dalam kompetisi itu. Untuk itu, Shafa harus berbicara dengan dosen yang akan membimbingnya ke Hyderabad nanti.

***

Sepulang dari kampusnya dua anak muda itu terus saja bertengkar. Aleka berjalan cepat memasuki rumah dengan sebuah jaket di tangannya. Lalu di belakangnya Sera tengah mengejar dengan langkah yang tak kalah cepat.

"Aleka, tunggu!" Keduanya melangkah menyusuri tangga menuju lantai dua. Sang ibu yang berada di ruang tengah pun sama sekali tak dipedulikan. Vedha hanya menggelengkan kepalanya melihat aksi dari kedua anak-anaknya.

"Tunggu dulu!" Sera berdiri di hadapan lelaki yang memasang wajah datarnya. Hanya beberapa langkah lagi menuju pintu kamarnya.

"Sera, minggir!" Aleka memintanya masih dengan suara rendah.

"Tidak! Kembalikan dulu handphone-ku!"

"Sera!" Kali ini nada suaranya mulai naik dengan tatapan mata yang menyorot.

"Tidak!" Sama kerasnya, Sera pun tetap berdiri menghalangi jalannya.

"Sera, please!"

"Kembalikan dulu handphone-ku!"

"Kau berikan juga kunci mobilku!"

"Tidak! Aku tidak akan memberikan kunci ini sampai besok kau pergi ke kampus bersamaku!"

Ya, Aleka kesal dan marah gara-gara itu. Kunci mobilnya diraih Sera dan tidak dikembalikan. Alasan Sera hanya satu, agar Aleka tidak pergi balapan atau keluar malam. Namun sayangnya, Aleka juga menahan handphone miliknya.

"Kalau begitu jangan berharap handphone ini ada di tanganmu!" Wajah mungil dari Sera dilibas oleh tangan kekarnya. Lalu kemudian ia membuka pintu kamar dan menguncinya segera.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang