Fiveteen (Lelaki misterius)

51 22 66
                                    

"Orang misterius"

_______________

Lelaki itu mengulurkan tangannya, namun Jenna tak menghiraukan. Gadis itu malah tersenyum miring terkesan menantang. Bagaimanapun, ia telah berhasil tidak hanya memenangkan beasiswa itu, tetapi juga berhasil mengalahkan lelaki pengecut seperti Aleka.

Ya, siapa lagi lelaki itu kalau bukan Aleka.

"Thank you," ucap Jenna, pada akhirnya menjabat tangan. Melihat senyuman Jenna yang cukup menantang, tentu saja memancing kemarahan lelaki itu. Sehingga tatapannya kini menyorot tajam, tangannya sedikit menekan tangan Jenna yang masih menjabat.

Kali ini Jenna tak menganggap bahwa itu adalah suatu kekerasan yang kembali Aleka lakukan, sehingga ia tak terpancing untuk membalasnya. Maka dengan santai ia berkata, "Sorry!" Tatapan matanya diarahkan pada tangan yang masih dijabat erat. Lalu dengan tatapan yang sama Aleka pun melepaskannya.

Jenna melebarkan senyumnya begitu Aleka masih menatapnya penuh rasa kesal.

"Aleka," panggil sang ibu.

Semua mata langsung tertuju padanya. Pada seorang wanita yang tengah berjalan mendekat.

"Kau masih di sini? Hari ini Papa memintamu ke kantor. Ami dan Sera juga ikut ke sana, sekalian pulangnya kita belanja," ujar Vedha, cukup jelas.

Anak lelaki itu tidak mengatakan apa pun. Setelah mendengarkan sang ibu, atensinya kembali beralih pada sang gadis, lalu detik berikutnya beranjak pergi.

Vedha memandang di antara keduanya. Cukup terlihat aneh pastinya, terlebih anak itu tidak mengatakan apa-apa.

"Jenna, kau tidak pulang?" tanya Vedha, mengarah pada Jenna.

"Aku ... aku akan menyusul. Shafa harus pulang, jadi aku ingin mengobrol dulu," jelasnya.

"Baiklah. Jika sudah selesai, langsung pulang ke rumah. Aku pergi!" pamit Vedha, segera melangkahkan kakinya.

"Iya, Ami." Jenna hanya memberikan senyuman tipis.

"Tanggapan yang bagus. Aku menyukainya," ujar Davin, mengambil alih perhatian kedua gadis itu.

Jenna dan Shafa bertukar pandang, menautkan kedua alisnya. "Tanggapan kau pada Aleka. Ya, itu maksudku," jelas Davin, meluruskan maksudnya.

Kedua gadis itu pun mengangguk.

"Aku rasa dia cukup kesal dengan kemenanganmu. Dan itu sangat bagus. Aku sangat senang melihat seorang Aleka memasang wajah kesal," tambah Davin, cukup antusias.

Jenna tertawa mendengar perkataannya. Begitupun dengan Shafa. "Aku setuju denganmu. Aku juga cukup puas melihat raut wajahnya yang tampak kesal itu," imbuh Shafa.

Mereka semakin terkekeh. Selain hatinya yang sedang dilanda kebahagiaan, juga sangat puas karena bisa melihat Aleka merasa kalah.

"Oke, katakan! Bagaimana kau bisa kabur dari tempat penculikan Aleka?" Shafa memulai kembali dengan pertanyaannya. "Ha." Davin pun langsung memfokuskan pandangan pada Jenna.

Jenna memalingkan wajah dari tatapan kedua sahabatnya. Ia mencoba mengingat akan dirinya yang bisa lepas dari penculikan Aleka yang begitu menyeramkan.

"Tolong...! Adakah orang di sana?! Siapa pun tolong aku!" Jenna berteriak semampunya sembari mengetuk jendela kamarnya.

"Oh Tuhan! Apa yang harus aku lakukan? Jam berapa sekarang?" Monolognya, cukup panik.

"Tolong...!" Sekali lagi ia mengetuk kaca jendela dengan sangat keras.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang