Nineteen (TARUHAN)

17 6 1
                                    

"Kenapa kau tidak mati saja sekalian? -suara hati Jenna"

(⁠☞⁠^⁠o⁠^⁠)⁠ ⁠

Tepatnya pukul 12 malam. Aleka menerima tantangan yang diberikan Bagas siang tadi. Karena sore hingga pukul 8 malam ia baru sampai rumah setelah mengikuti training di kantor ayahnya. Dika sudah mulai memintanya untuk membiasakan diri dengan pekerjaan kantor. Sebelum nanti ia menjadi pemegang perusahaan yang sesungguhnya.

Semua penghuni rumah sudah memasuki kamar termasuk Dika sendiri. Para pelayan sudah istirahat di kamarnya, termasuk Jenna. Rumah bisa dibilang cukup aman untuk Aleka keluar malam tanpa izin. Para pengawal rumah pun nampaknya sedang tertidur pulas.

"Mau ke mana, Tuan?" Jalal yang bertanya, selaku penjaga rumah sekaligus pengasuh Aleka sejak usia dua tahun. Hanya dia satu-satunya yang terlihat masih berkeliaran di sekitar rumah megah itu.

"Buka gerbangnya. Aku ada urusan mendadak." Aleka memasuki mobil, memarkirkan dan menunggu Jalal membuka gerbang.

Jalal tak bisa melarang, ia mengikuti perintahnya dan membiarkan anak itu pergi di tengah malam.

Di tongkrongan semua teman-temannya sudah menunggu. Aarav juga ada di sana, sudah menunggunya sedari tadi. Selain teman, ada juga rival. Dialah yang memberikan tantangan itu pada Aleka.

Mobil sport mewah berwarna merah mengkilat itu sudah menunggunya di garis start. Aleka dengan mobil sport berwarna hitam tak kalah mewah tiba di tongkrongan. Ia keluar dari mobilnya, bersandar pada kap mobil seraya melipat kedua tangannya di dada.

Bagas pun keluar, bersandar pada mobilnya. "Aku pikir kau tidak akan datang," ucapnya.

Aleka mendekat. Keduanya kini bersandar pada mobil masing-masing yang sudah siap di garis start.

"Sejak kapan aku menjadi pecundang," Aleka menimpali.

Bagas menyeringai kecil. "Itu bagus. Aku rasa ini waktunya sang raja kehilangan mahkotanya."

"Beribu kali sekalipun kau mengajakku bertanding, kau tidak akan bisa mengalahkanku," Aleka membalas, meremehkan.

"Tidak pernah menang melawanmu bukan berarti tidak akan pernah. Malam ini aku berani menantangmu dan aku yakin kau akan terkejut mendengar taruhannya." Bagas cukup percaya diri dengan tantangannya.

"Mau nyawa sekalipun taruhannya, harga diriku lebih penting daripada itu. Tidak perlu banyak bicara. Sekarang katakan, apa yang akan kau berikan jika aku menang?"

"Jangan dulu percaya diri. Tapi aku tidak meragukanmu. Jika kau menang, kau bisa meminta apa pun yang kau mau. Aku akan memberikannya sesuai yang kau inginkan," Bagas melontarkan tantangannya.

"Menarik. Tapi sayangnya aku sudah memiliki segalanya. But, it's okay. Aku menerima tantanganmu. Lalu apa yang harus aku berikan jika kau menang? Hanya jika, jangan berharap lebih."

"Jika aku menang, aku memiliki satu permintaan. Aku ingin ... kau menikah dengan pelayan rumahmu." Bagas tersenyum, menantang Aleka.

Aleka melotot, merasa terpancing. Bagaimana mungkin dia menikahi Jenna? Gadis menyebalkan yang telah berani menghinanya. Itu tidak mungkin. Menghancurkan hidup Jenna adalah tujuannya.

"Bagaimana? Apa kau keberatan dengan permintaanku? Aku rasa kau tidak akan keberatan. Karena kalah adalah hal yang mustahil bagimu." Bagas bersuara, terdengar menyinggung.

"Aleka Dwitara tidak mengenal kekalahan." Aleka menerima tantangan, segera masuk ke mobil dan bersiap.

Bagas menyeringai lebar. Seperti ada sesuatu di balik senyuman itu. Dia segera bersiap, menyalakan mesin mobilnya.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang