Ten (Penghinaan seorang lelaki)

69 33 94
                                    

"Aku tidak selemah itu untuk jatuh cinta pada seorang pelayan"

Aleka

~∞°^°∞~

Langkah lelaki itu begitu cepat keluar dari kelasnya. Berpasang-pasang mata menatap penuh tanda tanya. Setiap langkahnya mendapat lirikan mata dari mereka yang berada di kampus.

Di antara banyaknya orang yang tengah duduk di bundaran sana, Jenna tampak masih memutar bola matanya untuk mengamati lingkungan sekitar. Paper bag yang berisi kotak makan itu masih menggantung di pergelangan tangannya.

Lelaki berperawakan tinggi dan berisi itu kini berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana. Wajahnya tampak sangat datar. Orang-orang yang tengah berada di sekitaran sana mulai memposisikan diri untuk menyaksikan. Jenna pun mengikuti atensi banyak orang dengan menoleh ke arah lelaki tersebut.

Wajah malas kembali Jenna pasang setelah melihat lelaki di hadapannya. Sejujurnya, ia sangat malas untuk mengantarkan makanan kalau bukan karena sang Ami. Wajah sumringahnya hanya karena bisa masuk kampus Hyderabad semata, bukan karena lelaki menyebalkan seperti Aleka.

Lelaki itu kini melengkungkan sudut bibirnya seraya melangkah lebih dekat. Jenna tampak masih berdiri tegap dengan kedua mata yang menatap.

"Siapa yang menyuruhmu datang kemari?" tanya Aleka dengan suara rendah.

Alih-alih menjawabnya Jenna hanya menyerahkan paper bag yang menggantung di pergelangan tangannya. Atensi mata Aleka langsung mengarah pada paper bag itu, namun tak meraihnya.

"Ami yang meminta," ucap Jenna pada akhirnya memberitahu.

Aleka tak mengatakan apa-apa. Lelaki itu meraih paper bag tersebut dan merogoh sekotak makanan dengan wajah datar. Kotak makan itu kini mendarat di tangannya yang tengah memasang wajah dengan sudut bibir kanan yang sedikit naik.

"Terima kasih," ucap Aleka, mengarah pada Jenna. "Tapi, aku rasa aku sudah cukup kenyang." Ia melangkah lebih dekat ke arah tempat sampah berukuran besar. "Jadi ... aku tidak membutuhkannya," ucapnya, seraya melepaskan kotak makan itu ke tempat sampah.

Spontan Jenna membulatkan matanya. Begitupun dengan mereka yang menonton, mulai bersuara satu sama lain. Jenna tak berucap, atensi matanya kini beralih ke arah Aleka. Wajahnya cukup jelas menahan amarah penuh kebencian.

"Sorry, aku sedikit mual karena melihat wajahmu, itulah mengapa aku membuang makanannya," Aleka berucap rendah di hadapan Jenna yang masih mematung.

"Ingat! Jangan pernah berharap untuk bisa kuliah di sini, karena aku, anak dari pemilik kampus ini, tidak akan pernah menerima orang rendahan sepertimu! Jangan pernah bermimpi!" tindasnya, disertai penekanan di setiap kata-nya. Raut wajah penuh kebencian tampak sangat jelas ia pasang.

Jenna benar-benar mematung. Tak mengatakan apa-apa. Ya, satu kata pun tidak keluar dari mulutnya. Hanya wajah yang memerah karena menahan emosi yang menggebu.

"Kalian lihat!" Aleka mengangkat kedua tangannya di tengah keramaian anak-anak kampus yang berkumpul menontonnya. "Lihatlah gadis ini! Dia pelayan rumahku. Tapi bermimpi ingin menjadi seorang pengacara," serunya, mengolok-olok Jenna di hadapan banyak orang.

Tidak sedikit dari mereka yang ada di sana ikut tertawa mengejeknya. Namun Jenna ... gadis itu masih berdiri kokoh dengan tatapannya yang masih utuh.

"Dan, kalian tahu? Dia tidak berpendidikan!" Aleka benar-benar tertawa puas menghinanya. "Oh, ya, satu lagi, dia bermimpi untuk kuliah di kampus ini," lanjutnya, kembali tertawa, lalu diikuti oleh banyak orang yang juga mentertawakan.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang