Six (Pemilik mata indah)

108 39 41
                                    

DIMOHON UNTUK TIDAK MENJADI SILENT READER
TINGGALKAN JEJAK KALIAN ⏬⏩
.
.
.
"Bagi orang lain uang adalah segalanya, tapi bagiku uang adalah penyebab masalah itu ada"

Jenna
_____________________


Orang-orang yang tengah berkerumun itu seperti sebuah pintu yang dibuka oleh seorang lelaki. Mereka memberi jalan untuk lelaki itu yang kemudian berdiri tepat di hadapan sang gadis.

"Get up!" pinta lelaki itu.

Jenna yang masih terduduk kini mulai mendongak mengikuti arah matanya-memandangi lelaki itu mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tatapan matanya berhenti begitu mendapati wajah sang lelaki yang datar tanpa ekspresi.

Jenna terdiam menatapnya. Matanya masih ditutupi oleh kacamata, namun wajahnya tidaklah asing.

"Katakan! Berapa uang yang kau butuhkan? Aku tidak memiliki banyak waktu!" ucap lelaki itu dengan nada sombongnya.

Tentunya Jenna sangat terkejut, namun ia tidak mengatakan apa-apa melainkan kembali mendesah pelan karena luka di tangannya.

Jenna sudah sangat paham dengan orang-orang seperti lelaki di hadapannya saat ini. Dia merupakan bagian dari orang yang paling tidak disukainya.

Merasa paling berkuasa! Ya, apalagi kalau bukan itu.

"Kenapa kau diam saja? Katakan! Sudah kubilang aku tidak memiliki banyak waktu," ujar lelaki itu lagi.

Dengan penuh kesabaran menahan emosi Jenna akhirnya bangkit dan berdiri di hadapan lelaki itu dengan penuh percaya diri.

"Apa kau tidak melihat luka di tanganku?" Jenna bertanya seraya menunjukkan goresan luka di bagian sikutnya.

Sang lelaki membuka kacamatanya, bibirnya tersenyum miring, terlihat jelas meremehkan. "Aku melihatnya , itulah mengapa aku bertanya." Jenna malah melebarkan bola matanya, terkejut melihat sang lelaki dengan kedua mata yang sangat ia kenali.

Lelaki itu ... ya, lelaki dengan light brown eyes-nya.

"Sekali lagi aku bertanya, berapa jumlah uang yang kau butuhkan?"

Jenna menurunkan tatapannya, lalu berkata, "Aku tidak butuh uang! Aku hanya butuh etika! Setidaknya kau merasa bersalah dan meminta maaf."

Sang lelaki malah tertawa. "Tidak perlu banyak basa-basi, aku tidak serendah itu untuk meminta maaf pada orang yang kelasnya jauh di bawahku."

Jenna pun terkekeh kecil. "Kau merasa rendah ketika meminta maaf, dan kau merasa tinggi ketika merendahkan. Sampai kau lupa jika perkataanmu telah merendahkan dirimu sendiri!" balasnya tak kalah pedas.

Kali ini lelaki itu benar-benar merasa telah dihina oleh gadis bawahan seperti Jenna. Tidak hanya dirinya, teman di belakangnya, pun orang-orang yang sedang berkerumun menatap kaget mendengar apa yang telah sang gadis katakan. Mereka semua tahu siapa lelaki yang sedang dihadapi sang gadis, dan perkataan itu tidak pantas dilontarkan padanya.

Lelaki itu menatap sekujur tubuh dari sang gadis. Ia kemudian melipat kedua tangannya di dada dan menatap wajah Jenna. "Kau memintaku untuk meminta maaf seakan kau yang benar dan aku yang salah. Kau lupa jika ini semua salahmu karena berjalan sambil menelepon," ujarnya menyalahkan.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang