Fourteen (KOMPETISI)

64 27 84
                                    

"Aku berhasil!"

^•••••^

Di dalam sebuah ruangan Shafa beserta dengan peserta fakultas lainnya tengah diberi pengarahan oleh sang dosen. Gadis itu tampak sangat gelisah, kendatipun telinganya mendengarkan arahan dosen.

Waktu memang sudah menunjukkan pukul 12:30 siang. Tersisa waktu setengah jam lagi menuju kompetisi dimulai. Sementara kabar dari Jenna belum juga didapatkan.

Di tengah banyaknya orang Davin mencari sosok Aleka. Mulai dari taman, kelas, hingga setiap sudut kampus, namun lelaki itu tidak ditemukan.

Entah ke mana perginya, yang pasti anak itu tidak Davin temukan.

"Davin, semua orang sudah berkumpul di ruangan. Kenapa kau masih di sini?" Seorang pelajar laki-laki menghampirinya, sekaligus memberi informasi.

"Aleka. Apa kau melihatnya?"

"Semua sudah kumpul. Mungkin Aleka ada di sana," jawab lelaki itu. "Aku duluan!"

"Ya, aku segera ke sana." Davin kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan yang dimaksud.

Sebuah ruangan yang cukup luas. Di sanalah tempat di mana para peserta finalis akan merebutkan beasiswa. Kursi sudah berjejer rapi. Disediakan untuk para pelajar yang hadir, juga untuk para jajaran pengurus kampus. Termasuk keluarga Dwitara, selaku pemilik kampus tersebut.

Tentunya keluarga Dwitara turut hadir dalam acara ini. Di kursi paling depan-Dika Dwitara dan sang istri-Vedha Dwitara telah duduk menghadiri. Begitupun dengan sang anak-Aleka Dwitara, juga Sera. Dua anak muda itu pun telah duduk di sana.

Davin memasuki ruangan dengan kedua mata yang mengedar mencari sosok Aleka. Melihat sosok Dwitara membuatnya mengurungkan niat untuk kembali memberi pelajaran pada anak itu. Ia memilih duduk di antara orang-orang yang telah hadir, meski hati cukup gelisah memikirkan sang gadis, Jenna.

"Bagaimana dengan Jenna, kau bilang dia akan hadir?" tanya dosen.

Shafa sedang tidak fokus sehingga mengabaikan pertanyaan dosen.

"Shafa!" Dosen menegurnya.

"E-iya, Pak." Gadis itu langsung tersadar.

"Di mana Jenna? Apa dia bisa hadir?"

"Ee ... tentu. Jenna pasti hadir," jawabnya, terkesan ragu.

"Di mana dia? Kenapa tidak ikut gabung?"

"Jenna ... Jenna akan hadir jika acara dimulai. Ya." Shafa kembali mengarang, namun terdapat harapan.

"Apa yang kau katakan? Sebentar lagi kompetisi dimulai. Apakah dia tahu apa yang harus dilakukan? Jika dia tidak mengikuti arahan, bagaimana dia bisa tahu?" Dosen mulai marah.

Shafa cukup bingung sehingga tak memberikan jawaban.

"Sudah kubilang dari awal, jika dia tidak mengikuti kompetisi ini, maka pihak kampus akan memberikannya pada yang lain. Masih banyak yang membutuhkan beasiswa ini!" tegas dosen.

"Tapi Jenna lebih layak untuk mendapatkan beasiswa ini," ucap Shafa, membuka suara.

"Dia tidak membutuhkan beasiswa ini. Jika dia butuh, dia pasti mengikuti kelas tanpa absen!" Sekali lagi dosen berkata tegas.

Cita Cinta JennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang