Radit melamun sambil melihat keluar jendela. Tatapan matanya kosong. Ia nampak seperti tengah memikirkan hal yang berat.
Jamilah, ibu Radit sangat khawatir melihat kondisi putranya itu. Pasalnya, satu minggu ini Radit jadi sering melamun. Konsentrasi pemuda itu berkurang, ia jadi jarang membantu ayahnya di kebun, Jamila juga jarang melihatnya beribadah.
Padahal sbelumnya, Radit itu anak yang rajin. Ia getol sekali membantu sang ayah berkebun, juga rajin sholat berjamaah di masjid. Radit adalah tipe anak muda yang banyak menghabiskan waktu di masjid untuk sekedar mengaji, zikir, atau mengajar anak-anak mengaji. Tapi, belakangan ini, ia tidak terlihat melakukan kebiasaanya itu.
Jamilah khawatir kalau anak sulungnya itu kenapa-napa.
''Radit, gak pergi ke masjid, nak?" tanya Jamilah.
Berhubung, waktu sudah menunjukkan pukul 15:00 dan sebentar lagi waktunya sholat ashar, Jamilah berusaha untuk membujuk putranya agar pergi sholat berjamaah di masjid.
''Iya A, ayo ke masjid bareng Dimas!" ajak Dimas yang sudah siap dengan baju koko dan juga kopeah yang bertengger di kepalanya. Tangan kanannya memegang iqra.
Radit melirik ibu dan adiknya. ''Di masjid ada Siti gak?"
Satu hal lagi yang aneh dari Radit adalah ia jadi sering menanyakan keberadaan Siti. Masalahnya, Radit tidak pernah menyukai gadis itu sebelumnya. Siti itu tidak masuk kriteria gadis idamannya. Radit bahkan menyebut gadis itu ganjen karena tingkah laku dan penampilannya yang terkesan centil.
Tapi, satu minggu belakangan Radit suka mencari-cari Siti. Saat dia sedang berkumpul bersama teman-temannya di pos seperti biasa, dia selalu bertanya, ''Ada yang lihat Siti? Belakangan ini dia gsk kelihatan." Teman-temannya hanya bisa saling menatap heran tiap kali mendapat pertanyaan itu.
''Enggak tahu, A!'' jawab Dimas dengan polosnya.
Radit menghela napas, lalu kembali menatap jendela. Ia tidak tertarik jika itu tidak ada hubungannya dengan Siti. Entahlah, Radit hanya merindukan gadis itu. Ia ingin sekali bertemu dengannya, menyentuh wajahnya, memeluk tubuhnya...sungguh, Radit tidak tahu kenapa dirinya merasa seperti itu.
Melihat ekspresi kecewa Radit, Jamilah semakin khawatir saja. Sebenarnya dia sudah lama menaruh curiga pada gadis itu. Jangan-jangan Siti menggunakan semacam ilmu asihan kepada putranya. Tapi, Jamilah tidak boleh berburuk sangka terlebih dahulu.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan dari arah pintu depan. Jamilah pergi untuk melihat siapa pelakunya. Ternyata itu Galuh. Pemuda itu datang menggunakan baju koko dan sarung.
''Assalamualaikum! Raditnya ada, Bi?"
''Waalaikumsalam! Ada, ada.''
Jamilah mempersilakan Galuh untuk masuk ke rumahnya. Galuh menatap Radit yang tengah termenung.
''Galuh!" Galuh menengok ke arah Jamilah. ''Bantuin Bibi, ya. Tolong bantuin Bibi sembuhin Radit supaya bisa kayak dulu lagi!" pinta Jamilah.
''Insyaallah, Bi. Galuh usahain sebisanya!"
Galuh kemudian berjalan mendekati Radit dan memegang bahunya. Galuh tersenyum saat Radit melihat ke arahnya.
''Ke masjid yu, Dit!"
''Nggak, gak ada Siti di sana!"
''Kita pergi dulu aja. Siapa tahu bisa ketemu di jalan," bujuk Galuh dengan lembut.
Ucapan Galuh ada benarnya juga. Mungkin jika Radit keluar, ia bisa bertemu dengan Siti. Kalau dia berdiam diri saja di rumah, bagaimana mereka bisa bertemu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita
RomanceAnjani datang ke desa untuk menemui kakek dan neneknya setelah sekian lama. Sejak tiba di sana, Anjani selalu bermimpi bertemu dengan seorang pria tampan di tengah hutan. Anjani juga jadi sering mengalami kejadian mistis yang tak pernah ia alami seb...