Enam belas

730 51 2
                                    

Agas menekan tengkuk Anjani untuk memperdalam ciuman mereka. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri mencari kenikmatan. Satu tangannya yang lain bergerak mengelus punggung gadis itu.

Dirasa gadisnya hampir kehabisan napas, Agas pun melepaskan ciuman mereka. Anjani terengah-engah, berusaha menstabilkan napasnya.

Agas menyapu sisa-sisa saliva mereka di bibir Anjani yang membengkak dengan ibu jarinya.

''Selamat datang kembali, sayangku!"

Mendengar penuturan Agas, Anjani kembali memeluk pria itu.

''Dari mana saja kamu, Agas? Kenapa tidak muncul lagi di depanku? Apa kamu merasa tersinggung atas ucapanku? Kamu ini kok baperan sekali, baru digertak begitu saja langsung ciut!" Anjani mengomel tepat di samping telinga Agas, tapi pria itu tidak keberatan. Ia masih bisa tersenyum sambil mengusap lembut surai hitam Anjani.

''Maaf, maafkan aku. Aku hanya menuruti ucapanmu.''

''Seharusnya kamu jangan nurut-nurut banget dong. Tinggal bohong doang apa susahnya sih? Kamu enggak tahu betapa rindunya aku sama kamu!"

Agas tersenyum saat Anjani mengucapkan kata rindu. Gadis itu tidak tahu saja kalau Agas juga merindukannya tak kalah hebat. Namun, Agas membiarkan Anjani terus berceloteh.

''Apa kamu tidak merindukanku, Agas?" tanya Anjani. Kepalanya terangkat untuk menatap pupil merah gelap Agas.

''Tentu saja aku rindu padamu, bungaku. Tapi aku harus menyiapkan jawaban atas pertanyaanmu dulu sebelum aku menemui mu.''

''Lantas, apa jawabanmu?"

Agas tersenyum, ia mengangkat dagu Anjani agar gadis itu fokus menatap matanya.

''Tatap aku dan kamu akan tahu semuanya!" setelah mengatakan itu, pupil mata Agas bersinar merah dan Anjani bisa melihat sekelebat bayangan masa lalu yang ia lupakan.

Dimulai dari 12 tahun lalu...

Tiga orang anak berjalan masuk ke dalam hutan. Dua anak lelaki memimpin di depan, sedangkan yang perempuan nampak kesusahan berjalan melewati rumput, ranting, dan semak belukar.

Anjani yang baru berusia 10 tahun saat itu bermain bersama Radit dan Danu untuk mencari serangga. Awalnya, mereka hanya mencari di lapangan, tapi entah kenapa kedua anak lelaki itu malah mengajaknya mencari ke hutan

''Radit, kenapa kita harus mencari di sini? Kata Nini, gak boleh main-main ke hutan, bahaya!" ucap Anjani, masih sambil mengikuti dua anak di depannya.

''Enggak bahaya kok. Kita juga sering ke sini, tapi gapapa. Ya kan, Danu?" Radit meminta persetujuan Danu dan anak itu mengangguk mengiyakan.

''Iya, Anjani. Jangan khawatir!"

Anjani menghela napas. Terserah lah, toh mereka berdua lebih tahu tentang hutan ini. Anjani juga sebenarnya sudah lama ingin masuk ke hutan. Larangan dari kakek neneknya malah membuatnya semakin penasaran ada apa di dalam sana.

Ternyata tidak ada yang istimewa di hutan. Anjani malah kesal dengan ranting kering dan semak yang sedari tadi mengganggunya.

''Eh, ada kelinci!" Danu menunjuk ke arah seekor kelinci berbulu abu kecokelatan yang muncul di hadapan mereka.

''Ayo kita tangkap!" ajak Radit.

Danu dan Anjani mengangguk. Mereka bertiga berjinjit mendekati kelinci itu.

''1, 2, 3...'' Radit menyergap si kelinci, tapi hewan itu malah melompat menghindar.

''Danu, Anjani, jangan biarin kelincinya lepas!" teriak Radit.

SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang