Devan melepas kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya lalu melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Tidak terasa sudah dua jam lebih dia berkutat dengan tumpukan berkas yang ada di atas meja kerjanya. Pantas saja dia mulai merasa sedikit lelah.
Devan meraih secangkir kopinya yang ada di atas meja, tapi kopinya ternyata sudah habis. Dia pun beranjak dari tempat duduknya, ingin melihat Cherry sekaligus meminta tolong Seika untuk membuatkannya kopi lagi.
Devan bergeming di tempat, perasaan hangat sontak menjalari hatinya melihat Cherry yang sedang tertidur lelap dalam dekapan Seika. Devan pun berjalan mendekat, lantas mendudukkan diri di tepi ranjang. Tangan kanannya perlahan bergerak, mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang.
Cherry menggeliat pelan karena merasa tidurnya terganggu, tapi tidak lama kemudian anak itu kembali tidur. Cherry benar-benar terlihat sangat menggemaskan.
Devan pun mengalihkan pandangannya, menatap Seika yang sedang tertidur lelap sambil mendekap Cherry dengan erat. Tatapannya perlahan-lahan turun, menatap bibir tipis berwara merah alami milik gadis itu.
Entah setan apa yang sudah merasuki pikirannya hingga mencium Seika. Apa lagi tepat di bibir. Apa dia tertarik dengan gadis itu?
Devan tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia tidak boleh jatuh hati pada Seika karena dia sudah berjanji pada mendiang istrinya untuk tetap setia. Dia harus membentengi hatinya kuat-kuat agar tidak jatuh hati pada gadis itu.
Devan pun beranjak meninggalkan kamar sambil menutup pintu dengan pelan agar tidak membangunkan Seika dan Cherry setelah itu menemui Pramudya.
"Apa Anda sudah mendapatkan informasi yang saya minta?"
"Sudah, Tuan." Pramudya berdiri lalu memberikan sebuah map cokelat pada Devan.
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Tuan. Kenapa Anda tiba-tiba meminta saya untuk mencari informasi tentang Nona Seika?" Suasana mendadak hening selama beberapa saat membuat Pramudya kembali membuka suara. "Anda tidak perlu menjawab pertanyaan saya kalau tidak berkenan. Maaf kalau saya sudah lancang bertanya, Tuan."
Devan malah tersenyum. "Anda tidak perlu minta maaf, Pak. Saya meminta Anda mencari tahu informasi tentang Seika karena saya ingin tahu apakah Seika benar-benar orang baik."
Pramudya mengangguk paham setelah mendengar penjelasan singkat dari Devan setelah itu memilih untuk tidak bertanya lagi karena dia tidak ingin terlalu ikut campur dengan urusan Devan.
Devan kembali ke ruangannya setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, lalu membuka map cokelat yang berisi informasi tentang Seika. Kedua matanya tampak begitu serius membaca setiap kata yang tertulis di kertas berwarna putih itu.
Nama lengkap Seika Alba. Lahir di Jakarta 12 April dua puluh tahun yang lalu. Devan baru tahu jika Seika ternyata sudah berumur dua puluh tahun, tapi tingkah gadis itu seperti gadis berusia belasan, alias kekanakan.
Devan pun kembali membaca informasi tentang Seika. Gadis itu hanya tinggal berdua bersama kakaknya karena kedua orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan. Seika hanya lulusan SMA dan tidak melanjutkan pendidikannya karena keterbatasan biaya. Padahal gadis itu salah satu murid paling pintar di sekolahnya. Sebelum bekerja sebagai office girl di kantornya, Seika ternyata pernah bekerja di percetakan, tempat pemotongan ayam, dan rumah makan. Gadis itu bahkan pernah menjadi guru les pribadi saat masih sekolah untuk membantu kakaknya melunasi hutang kedua orang tuanya. Seika benar-benar gadis yang gigih.
Devan tanpa sadar mendengkus kesal karena Seika pernah menjalin hubungan yang cukup lama dengan Arka. Devan akui Seika memang pintar dalam bidang akademis, tapi gadis itu tidak cukup pintar mengenali seseorang padahal dalam satu kali lihat dia sudah tahu jika Arka bukan cowok baik.
"Dasar bodoh!" desis Devan terdengar kesal. Entah kenapa dia merasa kesal karena Seika pernah menjalin hubungan dengan cowok berengsek seperti Arka.
Apa dia cemburu?
Devan tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia tidak mungkin cemburu dengan gadis barbar seperti Seika.
Tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka dan tidak lama Seika muncul dari sana. Gadis itu menguap lebar sambil merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.
"Apa tidurmu nyenyak, Seika?"
Seika sontak menutup mulutnya rapat-rapat karena mendengar suara Devan. Apa lelaki itu tadi melihatnya sedang tidur bersama Cherry?
"Em, maaf, Pak. Sebenarnya saya tadi tidak ingin tidur. Cuma—"
"Cuma apa?" Deva bersandar di tempat duduknya lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sepasang mata abu-abu miliknya menatap Seika dengan lekat.
Seika tanpa sadar meremas pinggiran bajunya dengan erat karena Devan menatapnya dengan sangat lekat. Entah kenapa lelaki itu terlihat sangat tampan di matanya sekarang.
"AC di ruangan Bapak dingin banget, kasurnya juga empuk. Saya tidak sadar ketiduran saat menemani Nona Cherry tidur. Maaf ya, Pak."
Devan berusaha keras menahan tawanya agar tidak meledak melihat Seika yang berdiri gugup di depannya. "Baiklah, kamu saya maafkan. Tolong buatkan saya kopi."
"Baik, Pak." Seika membungkukkan badan sekilas lalu pergi ke pantry karena dia ingin membuat secangkir kopi untuk Devan. Dia selalu menyempatkan diri untuk menyapa sekretaris Devan yang berada di luar ruangan.
"Permisi, Pak."
"Nona Seika, tunggu!"
Seika sontak berhenti melangkah lalu menatap Pramudya. "Iya, Pak?"
"Tolong berikan berkas ini pada HRD."
Kening Seika berkerut dalam karena ruangan HRD berlawanan arah dengan pantry. Namun, dia tidak mungkin menolak permintaan Pramudya.
"Baik, Pak."
"Terima kasih, Nona."
Seika bergegas pergi ke ruangan HRD, setelah itu ke pantry untuk membuat kopi. Semoga saja Devan tidak marah karena dia membutuhkan waktu agak lama. Entah kenapa Seika merasa semua orang yang berpasaaan dengannya selal berbisik-bisik sambil menatapnya.
Apa mungkin ini hanya perasaannya saja?
"Pak Devan kan, kaya. Dia nggak mungkin mau sama Seika."
"Tapi aku tadi lihat sendiri Seika masuk ke ruangan Pak Devan. Jangan-jangan anak itu pakai susuk buat narik perhatian Pak Devan."
"Nah, bisa jadi itu."
Seika membanting sendoknya lumayan keras setelah selesai membuat kopi untuk Devan karena mendengar pembicaraan dua orang office girl yang berdiri tidak jauh darinya. Amarah tergambar jelas di wajah cantiknya karena mereka sudah membicarakan hal yang tidak-tidak tentang dirinya.
Seika pun menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan sebelum bicara, "Begini ya, Mbak-Mbak sekalian. Saya tidak memakai susuk apa pun untuk menarik perhatian Pak Devan. Lagi pula saya di sini cuma ingin bekerja, tidak lebih. Jadi, jangan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang saya. Permisi." Seika sengaja menyenggol lengan salah satu office girl tersebut lumayan keras sebelum pergi meninggalkan pantry.
"Enak saja nuduh orang pakai susuk sembarangan. Emangnya aku cewek apaan?" gerutu Seika sambil mengantar kopi untuk Devan. Dia sampai lupa menyapa Pramudya karena terlalu kesal.
"Ini, Pak, kopinya."
Devan terlonjak kaget karena Seika tiba-tiba menaruh secangkir kopi di hadapannya dengan cukup keras. "Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke ruangan saya, Seika?"
"Maaf, Pak. Saya lupa."
Devan menatap Seika dengan alis terangkat sebelah. Kenapa Seika tiba-tiba berubah bad mood setelah membuatkannya kopi?Apa terjadi sesuatu dengan gadis itu?
"Bapak tidak butuh apa-apa lagi, kan? Kalau begitu saya permisi." Seika ingin beranjak karena amarahnya akan semakin tidak terkendali jika terus melihat Devan karena lelaki itu yang menjadi sumber masalahnya hari ini. Namun, Devan malah memanggilnya.
"Seika, tunggu!"
Seika sontak berhenti melangkah lantas berbalik menatap Devan. "Ada apa lagi sih, Pak?"
"Duduk!" perintah Devan tegas agar Seika duduk di kursi yang berada tepat di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Lugu Milik CEO Duda
FanfictionDewasa 21+ Marcellio Devan seorang duda beranak satu yang memutuskan untuk tidak menikah lagi karena belum bisa melupakan istri yang sudah meninggal. Awalnya hidup Devan berjalan normal seperti biasa. Namun, hidupnya tiba-tiba berubah berantakan set...