Sejak saat itu Devan bersikap sangat dingin pada Seika. Dia seolah-olah membangun dinding yang sangat kokoh di antara mereka. Devan sengaja melakukannya agar perasaannya tidak tumbuh semakin dalam pada Seika. Tidak mudah memang, tapi dia harus melakukannya demi memenuhi janjinya pada Elea.
Seika sepertinya menyadari jika Devan berubah. Rasanya dia ingin sekali memarahi lelaki itu agar berhenti bersikap dingin pada dirinya. Namun, dia tidak punya hak untuk melakukannya karena dia bukan keluarga, teman, bahkan istri Devan. Lagipula Devan sudah memperingatkan dirinya agar tidak berharap terlalu banyak.
Namun, entah kenapa dadanya sekarang terasa sesak. Apa mungkin dia cemburu karena Devan sampai sekarang masih mencintai mendiang Elea?
Seika tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia tidak mungkin cemburu pada Elea karena dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Devan.
"Papa berangkat kerja dulu." Devan mengecup puncak kepala Cherry dengan penuh sayang sebelum pergi bekerja.
"Papa nggak makan dulu?"
Devan menggeleng pelan. Akhir-akhir ini dia memang sengaja melewatkan sarapan karena ingin menghindari Seika. Devan yakin sekali benteng yang sudah susah payah dia bangun pasti akan runtuh jika dia terus berada di dekat gadis itu.
"Apa Bapak mau saya bawakan bekal?" tawar Seika sambil beranjak dari tempat duduknya. Dia ingin menyiapkan bekal untuk Devan, tapi lelaki itu malah menolak.
"Tidak perlu."
"Tapi ...."
"Jangan pedulikan saya karena tugasmu hanya perlu menjaga Cherry, Seika!"
Seika mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat untuk menghalau sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Seika merasa sangat kecewa mendengar ucapan Devan, tapi dia masih bisa tersenyum di depan lelaki itu.
"Baiklah." Seika kembali duduk lalu menemani Cherry sarapan.
Devan sadar sikapnya pada Seika sangat keterlaluan. Namun, dia terpaksa melakukannya agar tidak jatuh hati pada gadis itu.
"Mama lagi berantem sama Papa?"
Seika tersentak mendengar pertanyaan Cherry barusan. Apa terlihat jelas kalau hubungannya dan Devan sedang tidak baik-baik saja?
"Ti-tidak. Kenapa Cherry tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Soalnya Cherry jarang lihat Mama sama Papa bicara. Mama juga nggak pernah pasang dasi Papa lagi," ujar si kecil polos.
Seika tergagap. Dia tidak pernah menyangka anak sekecil Cherry bisa tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya dan Devan. Padahal dia selalu berusaha terlihat baik-baik saja di depan anak itu.
"Cherry jangan mikir yang aneh-aneh, ya? Kakak sama Papamu nggak berantem, kok." Seika mengusap rambut Cherry dengan lembut. Dia sangat menyayangi Cherry meskipun anak itu tidak terlahir dari rahimnya.
Cherry mengangguk lalu kembali menikmati sarapannya.
Seika menghela napas panjang. Diamnya Devan benar-benar membuatnya tersiksa. Rasanya dia ingin sekali meminta Devan agar berhenti bersikap dingin pada dirinya. Namun, dia tidak mempunyai keberanian serta hak untuk melakukannya.
***
Paradisso Cafe tidak pernah sepi, apalagi saat weekend seperti sekarang. Tidak heran jika banyak orang yang manghabiskan waktu di sana, terutama anak muda karena suasana tempat makan tersebut sangat cozy dan nyaman.
Seika kembali menyeruput jus stroberinya lalu melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir sepuluh menit dia menunggu, tapi orang yang dia tunggu belum juga datang.
Tidak lama kemudian seorang lelaki berkemeja biru duduk di kursi kosong yang berada tepat di hadapannya.
"Maaf aku terlambat. Apa kamu sudah menunggu lama?"
"Menurutmu?" Seika mendengkus kesal, kedua matanya menatap Bara dengan malas karena sudah membuatnya menunggu.
Bara malah terkekeh. Padahal dia langsung meluncur ke Paradisso Cafe ketika Seika meminta bertemu. Namun, dia tetap saja terlambat. "Maafkan aku, Seika. Kamu tahu sendiri kan, kalau jalanan sangat macet. Apalagi saat pulang kantor seperti sekarang."
Bara memanggil seorang pelayan, lalu memesan iced americano dan nasi goreng karena dia belum makan. Bara tampak heran melihat Seika yang hanya memesan jus stroberi, padahal gadis itu biasanya selalu memesan makanan jika pergi ke Paradisso Cafe.
"Kamu tidak memesan makanan?"
Seika menggeleng pelan. Nafsu makannya mendadak hilang semenjak Devan bersikap dingin pada dirinya.
"Mau aku pesenin nasi goreng yang sama?" tawar Bara.
Seika lagi-lagi menggeleng membuat Bara tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan gadis itu. "Kenapa? Apa kamu sedang ada masalah?"
Seika menggeleng pelan, tapi Bara tidak percaya begitu saja.
"Bohong. Pasti ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiranmu. Coba cerita sama aku."
Seika menghela napas panjang sebelum bicara. "Aku lagi kesal sama Pak Devan."
Kening Bara berkerut dalam mendengar nama laki-laki yang baru saja disebut oleh Seika. "Pak Devan? Maksudmu bos kita?"
"Heem." Seika mengangguk. "Akhir-akhir ini Pak Devan bersikap dingin banget sama aku."
"Kok, bisa? Memangnya kamu melakukan kesalahan lagi?"
Seika kembali menggeleng. Dia merasa tidak melakukan kesalahan apa pun pada Devan. Kesalahan terakhir yang dia lakukan adalah memberi Cherry es krim kacang alamond hingga membuat alergi anak itu kambuh.
Padahal dia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal, tapi anehnya Devan waktu itu tidak marah. Lelaki itu bahkan terus menenangkan dirinya agar tidak terlalu mengkhawatirkan Cherry.
Namun, sikap Devan akhir-akhir ini benar-benar membuatnya kesal. Devan selalu menghindar setiap kali dia ajak bicara. Devan bahkan tidak pernah menghiraukan kehadirannya. Lelaki itu seolah-olah menganggpnya makhluk tidak kasat mata. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apa-apa.
"Kenapa Pak Devan tiba-tiba bersikap dingin sama kamu?"
"Aku juga nggak tahu, Bar." Seika mengangkat kedua bahunya ke atas. Jujur, Seika rindu Devan yang dulu. Devan yang sangat menyebalkan dan selalu membuatnya kesal, bukan Devan yang dingin dan selalu menghindarinya seperti sekarang.
"Padahal Pak Devan nggak marah waktu aku bikin alergi Cherry kambuh. Tapi dia tiba-tiba minta aku supaya jangan berharap lebih karena dia masih mencintai istrinya yang sudah meninggal. Wajar nggak sih, Bar, kalau aku kesel sama Pak Devan?"
"A-apa?" Bara seolah-olah kehilangan kata-kata setelah mendengar ucapan Seika. Dia tidak pernah menyangka jika Seika jatuh cinta secepat ini pada Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Lugu Milik CEO Duda
FanfictionDewasa 21+ Marcellio Devan seorang duda beranak satu yang memutuskan untuk tidak menikah lagi karena belum bisa melupakan istri yang sudah meninggal. Awalnya hidup Devan berjalan normal seperti biasa. Namun, hidupnya tiba-tiba berubah berantakan set...