32. Ketangkap Basah

1.9K 45 0
                                    

Cherry mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kedua mata anak itu sontak membulat ketika melihat Seika tidur di sampingnya. Seika bahkan sedang memeluk tubuhnya dengan erat.

Cherry ingin menjerit untuk meluapkan kegembiraannya, tapi Devan buru-buru menegurnya agar diam.

"Sstt! Jangan berisik. Nanti Kak Seika bangun," tegur Devan dengan suara pelan. Bahkan terdengar nyaris seperti bisikan.

"Ini beneran Mama, Pa?" Cherry ikut-ikutan berbisik seperti Devan agar tidak membangunkan Seika.

Devan tersenyum lalu mengangguk pelan. Dia bisa melihat dengan jelas raut bahagia yang terpancar di wajah putrinya. Cherry pasti merasa bahagia sekali karena Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya untuk tidur bersama mama dan papanya.

Seharusnya Devan bangun, lalu bersiap-siap pergi bekerja karena sekarang sudah jam tujuh. Namun, entah kenapa dia merasa malas sekali untuk bangun. Rasanya dia ingin menghabiskan waktu seharian di tempat tidur, apalagi ada Seika di sampingnya.

Devan memeluk Seika lebih erat lalu menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam.

Devan tidak pernah merasa setenang dan sebahagia ini sebelumnya. Terakhir kali dia merasakan perasaan seperti ini ketika Elea masih hidup. Perasaannya seolah-olah mati semenjak Elea meninggal. Dia bahkan menutup pintu hatinya rapat-rapat untuk gadis manapun kecuali Seika.

Perasaannya yang dingin perlahan-lahan kembali menghangat semenjak gadis bermata hezel itu hadir di kehidupannya. Seika datang lalu memberi warna baru di hidupnya. Devan tidak memungkiri kalau hidupnya lebih berwarna semenjak kehadiran Seika.

Apakah dia jatuh hati pada gadis itu?

Devan menatap foto pernikahannya dan Elea yang menempel di dinding kamar. Perasaan bersalah seketika menyelip di dalam dirinya. Sepertinya dia harus menahan perasaannya agar tidak jatuh semakin dalam pada Seika karena dia tidak ingin memutus benang merah di antara dirinya dan Elea. Lagipula dia sudah berjanji pada Elea untuk tetap setia.

Devan memindahkan kepala Seika dengan hati-hati dari atas lengannya. Dia ingin bangun karena pikirannya bisa melantur ke mana-mana jika terus berada di dekat Seika. Namun, tiba-tiba terdengar suara teriakan Diana yang cukup keras dari luar kamarnya.

"Cucuku, Sayang!"

Tubuh Devan membeku di tempat ketika pintu kamarnya tiba-tiba dibuka Diana dari luar.

Diana menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Dia terkejut bukan main melihat Devan tidur satu ranjang bersama Seika. Putra kesayangannya itu bahkan sedang memeluk Seika dengan erat.

Devan tanpa sadar menelan ludah. Dia merasa sangat gugup sekarang. Namun, dia  berusaha keras mengontrol raut wajahnya agar tetap terlihat tenang. Melihat Diana yang senyum-senyum tidak jelas membuat Devan yakin sekali kalau mamanya itu pasti sedang memikirkan hal yang tidak-tidak tentang dia dan Seika.

Seika mengerang tertahan sambil mengerjapkan kedua matanya perlahan. Sepertinya gadis itu terbangun karena mendengar teriakan Diana. Mulut Seika sontak menganga lebar melihat Devan saat pertama kali membuka mata. Lelaki itu bahkan sedang memeluk pinggangnya dengan erat.

Kenapa dia bisa tidur satu ranjang bersama Devan?

Seika refleks mendorong Devan agar menjauh darinya hingga nyaris terjatuh dari atas tempat tidur.

"Seika!" Devan menggeram kesal karena Seika membuat jantungnya nyaris copot. "Kenapa kamu mendorong saya? Kalau saya jatuh bagaimana?"

Seika tidak memedulikan kemarahan Devan. Dia harus membuat lelaki itu menjauh darinya agar Diana tidak salah paham. Diana pasti menganggapnya perempuan tidak baik karena sudah tidur satu ranjang bersama putranya.

"Nenek!" Cherry cepat-cepat turun dari tempat tidur lalu berlari kecil menghampiri Diana yang berdiri di tengah pintu sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Dua minggu tidak bertemu membuat Cherry merasa sangat rindu dengan neneknya.

"Cucu nenek yang paling cantik!" Diana meraih tubuh mungil Cherry ke dalam gendongan lalu menghujani wajah anak itu dengan ciuman. "Nenek kangen sekali sama, Cherry."

"Cherry juga kangen sekali sama, Nenek. Kenapa Nenek nggak bilang kalau mau pulang?"

"Nenek panik sekali waktu Papamu bilang kalau Cherry sedang sakit. Bagaimana kabar Cherry sekarang? Apa masih sakit?" tanya Diana terdengar khawatir.

"Cherry sudah sembuh, Nek. Tapi yang sakit sekarang malah Papa." Wajah Cherry seketika berubah sendu karena suhu tubuh sang ayah kemarin sangat panas. Devan bahkan nyaris pingsan. Untung saja ada Seika yang merawatnya.

Diana sontak menatap Devan dan Seika yang masih berbaring di atas tempat tidur sambil senyum-senyum tidak jelas seperti tadi. Seika pun cepat-cepat turun lalu meminta maaf pada Diana.

"Maaf, Tante. Sa-saya ...."

Diana menatap Seika yang berdiri di hadapannya dengan lekat. Rasanya dia ingin sekali tertawa karena Seika terlihat sangat gugup sekarang. Namun, dia berusaha keras menahannya.

Seika tanpa sadar meremas kesepuluh jemari tangannya yang dingin. "Saya dan Pak Devan tidak melakukan apa pun, Tante. Tolong jangan salah paham. Saya hanya merawat Pak Devan yang sedang demam, lalu—"

Seika tidak melanjutkan kalimatnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dan entah kenapa dia tiba-tiba sudah ada di samping Devan ketika bangun.

"Lalu?"

Setitik keringat dingin keluar membasahi kening Seika. Dia tambah gugup karena Diana menatapnya semakin lekat.

"Seika semalam ketiduran, Ma. Jadi Devan pindahin dia ke tempat tidur," jelas Devan singkat.

"Bersihkan diri kalian dan temui mama di halaman belakang setelah sarapan," perintah Diana terdengar tegas lalu membawa Cherry keluar dari kamar Devan.

Devan menghela napas panjang sambil menyugar rambut hitamnya ke belakang. Devan sudah menduga mamanya pasti tidak percaya dengan apa pun yang dia katakan dan menyusun skenario sendiri untuk memuaskan keinginannya.

"Aduh, Pak! Bagaimana ini?" desah Seika terdengar panik.

"Kamu tadi nggak dengar mama saya bilang apa?"

"Maksud saya bukan begitu. Tante Diana pasti berpikir yang tidak-tidak tentang saya dan Bapak." Seika mondar-mandir tidak jelas sambil menggigit kuku jari tangannya dengan cemas. Dia takut Diana salah paham lalu memaksanya menikah dengan Devan.

"Berpikir yang tidak-tidak bagaimana?" Devan pura-pura tidak mengerti dengan maksud Seika. Entah kenapa dia suka sekali menggoda gadis itu.

"Yang itu ...." Seika tidak melanjutkan kalimatnya karena bingung memilih kata-kata yang tepat.

"Kalau bicara yang jelas karena saya tidak bisa membaca pikiran kamu, Seika."

Seika menggeram kesal karena Devan tidak memahami maksudnya. "Tante Diana pasti mengira saya dan Bapak sudah melakukan hal yang tidak-tidak. Bagaimana ini, Pak?"

Devan menghela napas panjang. "Kenapa kamu cemas sekali, Seika? Memangnya kita melakukan apa yang mama saya pikirkan? Tidak, kan?"

Seika menggangguk.

"Lagi pula saya tidak nafsu sama tubuh kamu," ucap Devan lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Mulut Seika sontak menganga lebar mendengar ucapan pedas yang keluar dari mulut Devan. "Nggak nafsu tapi cium bibir orang sembarangan. Dasar manusia jahanam!" maki Seika lumayan keras. Suaranya bahkan sampai terdengar ke telinga Devan yang sedang berada di kamar mandi.

"Untung saja Pak Devan ganteng, kalau nggak—"

Devan membuka pintu kamar mandi sekilas lalu menyembulkan separuh badannya keluar. "Kalau nggak apa?"

"Pak Devan!" Mulut Seika sontak menganga lebar. Gadis itu refleks menutup wajahnya dengan kedua talapak tangan karena tidak sengaja melihat dada bidang dan perut kotak-kotak milik Devan.

Gadis Lugu Milik CEO DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang