36. Noah

1.5K 43 0
                                    

"Jam lima sore di Amus Restourants. Ingat, jangan sampai telat."

Kening Devan berkerut dalam melihat secarik kertas yang Diana berikan pada dirinya. "Apa ini?"

"Mama sudah pesan meja di Amus Restourants buat kencan buta kamu sama anak teman mama."

"Apa?!" Devan tersentak. Dia tidak pernah menyangka Diana akan menyuruhnya untuk mengikuti kencan buta. Wanita yang sudah melahirkannya itu bahkan sudah memesan meja di Amus Restourants agar dia cepat menikah.

"Apa ucapan mama kurang jelas, Devan?"

Devan mendesah panjang. Sumpah demi apa pun dia malas sekali ikut kencan buta. Sebenarnya dia tidak perlu repot-repot mengikuti kencan buta karena dia bisa memilih perempuan mana pun untuk dijadikan istrinya. Namun, Devan tidak mau menikah lagi.

"Sudah berapa kali Devan katakan. Devan tidak mau—"

"Mama tidak mau mendengar alasan apa pun. Mama akan terus meminta kamu ikut kencan buta sampai kamu mau menikah lagi, Devan."

"Mama!"

Diana meneguk segelas air putih yang ada di atas meja sebelum bicara, "Kamu harus datang di Amus Restourants jam lima sore nanti. Jangan sampai terlambat dan bikin mama malu, Devan." Diana meninggalkan ruang makan setelah mengatakan kalimat tersebut pada Devan.

Devan kembali menghela napas panjang sambil menatap secarik kertas yang ada di tangannya. Di kertas tersebut tertulis jelas alamat restoran yang harus dia datangi jam lima sore nanti. Namun, Devan malas sekali untuk pergi.

"Papa!" Devan tergagap. Dia buru-buru memasukkan kertas tersebut ke saku kemejanya ketika mendengar suara Cherry.

"Selamat pagi, Baby Girl." Devan mengecup kedua pipi Cherry dengan penuh sayang.

"Selamat pagi juga, Papa. Nenek di mana?" Cherry menoleh ke kanan kiri mencari Diana.

"Nenekmu sudah selesai sarapan."

"Oh." Cherry mengangguk lalu menyantap roti dengan selai cokelat yang ada di hadapannya. "Papa ...."

"Iya, Sayang?"

"Apa Cherry boleh pergi ke toko bunga setelah pulang sekolah?"

"Tentu saja boleh, Sayang. Memangnya Cherry mau beli bunga?"

Cherry mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Selai cokelat yang mengotori sudut bibirnya membuat anak perempuan berusia lima tahun itu terlihat sangat menggemaskan.

"Cherry mau bunga apa? Biar papa nanti yang membelikannya."

"Cherry mau beli bunga matahari buat Mama Seika."

Devan terkejut mendengar ucapan Cherry barusan, tapi hanya sesaat. Setelah itu dia mengubah raut wajahnya kembali tenang. "Kenapa Cherry tiba-tiba ingin membeli bunga matahari untuk Ma—em, maksud papa Kak Seika?"

Wajah Cherry seketika berubah sendu karena Seika beberapa hari ini terlihat murung. "Mama akhir-akhir ini kelihatan sedih terus, Pa. Teman Cherry bilang, mamanya yang sedih langsung senang waktu diberi bunga. Makanya Cherry mau beli bunga buat Mama Seika."

Devan menelan ludah sudah payah mendengar ucapan Cherry barusan. Napasnya seolah-olah tercekat di dalam tenggorokan. Kenapa Seika terlihat murung? Apa ucapannya beberapa hari yang lalu begitu melukai perasaan gadis itu?

"Shit!" Devan mengumpat pelan, untung saja Cherry tidak mendengarnya. Entah kenapa Devan tiba-tiba merasa bersalah sudah meminta Seika agar tidak berharap lebih pada dirinya padahal dia sendiri yang sudah memberi gadis itu harapan.

Gadis Lugu Milik CEO DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang