47. Mr. Posesife!

1.6K 37 0
                                    

Devan langsung kembali ke kantor setelah mengantar Seika dan Cherry pulang ke rumah. Pertanyaan Devan saat di restoran Jepang tadi terus berputar-putar di pikiran Seika. Lelaki itu tiba-tiba saja bertanya soal lamaran seperti apa yang dia inginkan. Apa Devan ingin melamar dirinya?

Seika tanpa sadar menggelengkan kepala. Devan tidak mungkin melamarnya karena mereka baru menjalin hubungan selama satu bulan.

"Mama, awas!"

"Aduh!" Seika meringis kesakitan, kakinya tersandung pot bunga milik Diana saat berjalan memasuki rumah padahal Cherry sudah memberi peringatan. Gadis itu memang ceroboh.

"Mama nggak papa?" Cherry menatap Seika khawatir.

"Mama nggak kenapa-napa, kok," jawab Seika sambil meringis menahan sakit di jempol kakinya.

Diana yang melihat Seika dan Cherry pulang pun meletakkan majalah yang ada di tangannya di atas meja.

"Cucu nenek sudah pulang." Diana menarik tubuh Cherry ke dalam dekapan lalu mengecup kedua pipi anak itu dengan penuh sayang. "Bagaimana sekolah kamu hari ini? Apa menyenangkan?"

Cherry mengangguk. "Cherry tadi diajarin berhitung sama Bu guru, Nek."

"Oh, ya?" Diana begitu antusias mendengar apa pun yang Cherry ceritakan. Dia selalu bertanya apa saja yang Cherry lakukan selama di sekolah. Setelah itu Diana meminta Cherry untuk ganti baju di kamar.

"Mama tadi kayak dengar suara mobil Devan. Memangnya Devan tadi pulang?"

"Iya, Tan-eh, maksud Seika, Ma." Seika cepat-cepat meralat ucapannya karena Diana menyuruhnya untuk memanggil mama semenjak dia menjalin hubungan dengan Devan. "Mas Devan tadi langsung balik ke kantor setelah mengantar Seika dan Cherry pulang," jelasnya.

Diana mendengkus kesal. Dia merasa kesal diabaikan oleh anak kandung sendiri. "Kok, Devan nggak menemui mama dulu sebelum balik ke kantor?"

"Mas Devan mau ketemu klien penting, Ma. Makanya nggak sempat menemui Mama."

"Oh, jadi begitu." Diana mengangguk-angguk. "Kamu ada acara nggak hari ini?"

"Kayaknya enggak, Ma. Kebetulan Cherry hari ini libur les piano. Memangnya kenapa?"

Diana tersenyum senang. "Mama sudah lama sekali tidak pergi ke salon dan membeli baju baru. Kamu mau kan, menemani mama pergi ke salon?"

"Iya, Ma." Seika langsung menyanggupi permintaan Diana. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan yang paling besar di pusat kota. Seika pikir Diana hanya meminta ditemani, tapi wanita itu ternyata menyuruhnya untuk melakukan treatment kecantikan. Seika tidak tahu apa yang dilakukan oleh pegawai salon tersebut pada kuku, rambut dan wajahnya. Namun, rambutnya sekarang terasa lebih halus, kukunya terlihat lebih cantik, wajahnya pun terlihat lebih bersinar.

Setelah berhasil memaksa Seika untuk melakukan treatment kecantikan, Diana kembali memaksa Seika untuk memilih baju di salah satu butik.

"Gaun ini sepertinya bagus, Seika. Coba kamu pakai." Diana menunjukkan sebuah mini dress berwarna hitam tanpa lengan kepada Seika.

Seika akui mini dress tersebut memang bagus, tapi dia sungkan menerimanya karena Diana sudah membeli gaun yang sangat banyak untuknya.

"Maaf, Ma. Seika tidak bisa menerimanya." Seika menolak dengan halus permintaan Diana, tapi wanita itu terus saja memintanya untuk mencoba mini dress tersebut.

"Mama tidak menerima penolakan!" ucap Diana tegas.

Seika menghela napas panjang, lalu berjalan menuju ruang ganti dan mencoba mini dress tersebut.

"Cherry capek nggak nemenin nenek sama Mama Seika belanja?" tanya Diana pada cucunya yang duduk manis di sofa.

Cherry menggeleng pelan karena Diana sudah membelikannya beberapa buah bonek baru sebagai sogokan. Tidak lama kemudian Seika keluar dari ruang ganti. Kedua mata Diana sontak berbinar ketika melihat gadis itu.

"Tuh, kan. Apa mama bilang. Kamu memang kelihatan cantik banget pakai baju ini."

Wajah Seika seketika bersemu merah. "Terima kasih, Ma."

"Sekarang pilih aksesoris mana pun yang kamu suka."

"Tapi, Ma ...."

"Eits! Jangan menolak. Ini perintah."

Seika menghela napas panjang lalu melihat-lihat anek asesoris yang ada di dekatnya. Diana diam-diam mengambil gambar Seika lalu mengirimkannya ke Devan.

Mama:
[Mama lagi belanja sama Seika]
[Tebak lokasi]
[*pic]

Devan yang baru saja menghadiri pertemuan penting dengan Mr. Dinata mengeluarkan ponselnya yang bergetar dari saku celana. Kedua mata lelaki itu sontak membulat melihat foto Seika yang dikirim oleh mamanya. Gadis itu memakai mini dress tanpa lengan berwarna hitam yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan jelas.

Devan:
[What the fuck!]

Mama:
[Kenapa kamu mengumpat Devan? Dasar tidak sopan!]

Devan menggeram kesal. Dia tidak suka jika ada orang lain yang melihat tubuh Seika.

Devan:
[Baju Seika terlalu terbuka. Siapa yang milih?]
[Pasti Mama, kan?]

Mama:
[Iya. Memangnya kenapa? Bajunya bagus, kok. Seika juga suka]

Devan mendengkus kesal. Dia sudah menduga mamanya pasti yang memilih mini dress tersebut karena Seika lebih suka memakai kulot dan kaos.

Devan:
[Baju kurang bahan gitu dibilang bagus. Devan nggak suka!]
[Suruh Seika ganti baju sekarang]

Mama:
[Kamu aneh banget, sih? Semua orang yang ada di sini bilang baju ini bagus. Seika juga kelihatan cantik banget pakai baju ini]
[Nih, lihat! Seika cantik banget, kan]
[*pic]

Devan menggeram kesal. Dia akui Seika memang terlihat cantik memakai gaun tersebut. Namun, dia tidak suka jika Seika memakainya di depan orang lain. Devan mengotak-atik layar ponselnya, mencari kontak Seika. Setelah ketemu dia langsung melakukan video call dengan gadis itu.

"Iya, Mas," ucap Seika ketika menerima video call dari Devan.

"Ganti bajumu! Cepat!"

Kening Seika berkerut dalam, dia tidak mengerti mengapa Devan tiba-tiba memintanya untuk ganti baju. "Kenapa?"

Devan menghela napas panjang. Dia tidak bisa membayangkan apa yang ada di dalam pikiran laki-laki jika melihat Seika. Gadis itu benar-benar terlihat ... sangat seksi.

"Aku tidak suka tubuhmu dilihat orang lain. Cepat ganti baju sekarang!"

"Ish!" Seika mengerucutkan bibir kesal. Padahal dia merasa nyaman-nyaman saja memakai mini dress ini, tapi Devan malah menyuruhnya untuk ganti. Dasar posesif!

"Seika!" Suara Devan terdengar begitu berat dan rendah mendandakan kalau dia tidak suka dibantah.

"Baiklah, aku akan ganti." Seika pun kembali masuk ke ruang ganti. "Aku tutup dulu ya, teleponnya?"

"Oke. Kabari mas kalau kamu sudah selesai ganti baju."

"Iya, bawel."

"I love you too."

Seika mendengkus kesal, tapi dia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau menyukai sikap posesif Devan. "Dasar Caplang!" makinya dengan wajah merona.

Devan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana setelah selesai melakukan video call dengan Seika. Namun, sedetik kemudian dia mengeluarkan kembali ponselnya lalu menelepon Noah.

"Halo, Paman. Ada apa?"

"Apa kamu sudah selesai kuliah, Noah?"

"Ya, sudah. Memangnya kenapa?"

"Temani saya membeli cincin untuk Seika."

"Baiklah." Noah tersentak setelah memahami apa yang baru saja Devan katakan. "Tunggu! Apa aku tidak salah dengar? Paman ingin membeli cincin untuk Seika? Apa Paman ingin melamar Bibi?"

Tanpa ragu Devan menjawab 'Iya.'

[Bersambung]^^

Gadis Lugu Milik CEO DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang