10. Cobaan yang Dicobain

526 54 5
                                    

Haechan tidak sedang lembur, tapi lelaki itu selalu pulang larut ketika di kantor. Bukan untuk mengerjakan pekerjaannya melainkan untuk bermain game menggunakan komputer kantor.

Biasanya Haechan akan bermain game setelah pekerjaannya selesai, dan lelaki itu tidak akan beranjak dari kursinya kalau bokongnya belum terasa panas.

Haechan membenarkan letak kacamatanya. Kedua irisnya fokus pada layar dengan jemari yang bergerak lincah di atas keyboard. Saking fokusnya lelaki itu bahkan tidak sadar kalau ponselnya berdering.

Suaranya cukup nyaring tapi Haechan tak ingin menghiraukannya. Sampai pada akhirnya lelaki itu risih juga dan memilih menekan tombol pause dalam game nya.

"Kenapa sih Jen??" Ucapnya sedikit kesal pada Lee Jeno di seberang sambungan telepon.

"Cherry sama kamu?"

"Enggak tuh? " Haechan langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengar nama Cherry.

"Dia belum pulang, mama khawatir." Kata Jeno.

"Udah coba tanya temennya?" Haechan melirik jam tangannya.

"Udah, katanya tadi dia lembur. Tapi aku telepon ga di angkat takutnya dia kenapa-napa. "

Haechan tidak bertanya lagi, lelaki itu langsung bergegas dari kursinya dan mematikan komputernya.

"Oke aku ke ruangannya."

Dia mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Jeno. Ini sudah jam 10 malam, studio mungkin terasa menyeramkan di jam ini. Bisa saja Cherry ketakutan disana.

Haechan keluar dari ruangannya dengan langkah tergesa. Dia memasuki lift dan langsung menuju ruangan Cherry. Lorong-lorong di sekitar studio sedikit gelap dan akhirnya Haechan memilih untuk menyalakan flash kameranya sebagai penerangan.

"Cherry..."

Haechan diam menatap meja Cherry yang kosong. Tidak ada siapapun di dalam ruangan, tapi komputer yang Cherry gunakan masih menyala.

Haechan masuk ke dalam dan menemukan ponsel Cherry yang tergeletak disana bersama barang lainnya. Entah kenapa Haechan langsung merasakan firasat buruk.

"Cherry.. Cher.." Haechan mengarahkan flash nya kesekitar ruangan bahkan sampai ke kolong meja, takutnya Cherry pingsan di bawah atau semacamnya tapi nihil. Haechan tidak menemukan tanda-tanda kehidupan disana.

Lelaki itu langsung menelepon security dan memintanya menyalakan seluruh lampu di perusahaan. Haechan juga meminta bantuan untuk melakukan pencarian.

"Cherry..." Haechan masih meneriakkan namanya, berharap gadisnya akan menyahuti.

Lelaki itu berjalan ke setiap ruanga yang ada di lantai itu dan langkah kakinya berhenti di ujung lorong, tepat di depan toilet.

Ada suara isakan yang sayup-sayup Haechan dengar. Lelaki itu langsung berjalan mendekati pintu.

"Cherry..?"

"Haechan...?? Lee Haechan... Aku terkunci di dalam." 

Haechan bisa mendengar teriakan panik Cherry di sela isakannya. Lelaki itu menunduk, merasa janggal pada kunci yang menggantung di lubang kunci.

"Tunggu, aku akan mengeluarkanmu."  Kata Haechan.

Haechan tidak perlu mendobrak pintunya, dia hanya memutar kunci yang tertinggal di depan dan membuka pintunya.

Cherry langsung melompat ke pelukannya. Tubuhnya gemetar dan kaku. Kulitnya terasa dingin dan wajah gadis itu sangat pucat.

"Aku takut.. aku takut." Dia terus bergumam dan mengutarakan betapa takutnya dia.

My Pre-Wedding | LEE HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang