22. Pricey

1.9K 318 467
                                    

Note : hai hai setelah lama, akhirnya ketemu lagi. hehe.

🍂🍂🍂

"Kabur? Kenapa dia kabur?"

Emosi Jimin naik dengan pasti. Matanya membulat, merah dengan urat-urat. Pria itu maju, menunjuk Jungkook dengan penuh kebencian. Selama ini Haerin tak pernah kabur walaupun mendapat perilaku kejam dari Jungkook. Haerin sangat mencintai Jungkook. Wanita itu tunduk dan takut pada suaminya. Namun, sekarang? Jimin yakin Jungkook melakukan tindakan yang melebihi batas hingga sang adik melarikan diri.

"Pasti terjadi sesuatu. KAU MELAKUKAN APA PADA ADIKKU, BAJINGAN!?" teriak Jimin marah.

Jungkook diam sejenak, matanya menatap Jimin dengan intimidasi yang kuat. "Aku merobek pipinya karena dia membunuh putraku." Nada bicaranya santai, seolah apa yang baru saja dilakukannya adalah hal sepele.

Tawa Jimin menggema di ruangan. Sarkas. Tapi, menyakitkan. Pria itu memahami ucapan Jungkook, kepalanya mengangguk-angguk seakan memakluminya. Padahal, tidak.

"Bangsatnya bukan main."

BUGH!

Tak ada ancang-ancang, kepalan tangan itu mengenai rahang Jungkook dengan keras. Tulang Jungkook sedikit bergeser hingga Jungkook membenarkan rahangnya secara perlahan. Gemertak tulang terdengar menyakitkan, namun Jimin tak peduli. Ia menarik kerah pakaian Jungkook, lututnya langsung menghantam perut Jungkook.

BUGH.

"Akh⸺" Jungkook membungkuk sedikit, memegangi perutnya yang sakit sambil menatap Jimin. Ia tak melawan, diam dengan tatapan memangsa. Otaknya sedang berpikir bagaimana cara menaikkan harga dirinya yang diinjak Jimin.

"Selama ini aku diam karena Haerin. Aku diam karena dia memilih bertahan denganmu. AKU DIAM KARENA AKU MENYAYANGINYA!" Suara Jimin meninggi.

Satu tarikan napas, suaranya kembali merendah. Kepala Jimin kembali mengangguk. "Aku yang salah, karena aku sudah merestui adikku untuk hidup bersama monster sepertimu."

Ego Jungkook tinggi. Ia masih memegang tali kekang kekuasaannya. Pria itu menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum ke arah Jimin. "Dia membunuh putraku, dia membunuh penerusku. Wajar aku memberinya hukuman agar dia jera!" Ucapannya dijeda sejenak. "Lagi pula, yang kulakukan tak parah seperti sebelumnya. Hal itu tidak menyakitinya. Adikmu saja yang berlebihan. Dia sedang mencari perhatian orang-orang agar mengasihaninya."

"Sudah salah, menolak sadar pula."

"Katakan padaku, di mana kau menyembunyikannya, Pablo.

"Kau⸺" Jimin sampai sulit berbicara saking kesalnya. "Kau masih menganggapku menyembunyikannya darimu?"

"Aku tahu kau selalu memprovokasinya untuk bercerai denganku. Ini kesempatanmu, bukan?" Jungkook melangkah maju, mendekat Jimin sembari menunjuk wajah Jimin dengan seringai yang mengerikan. "Sampai aku tahu kau dibalik semua ini, kau tak akan pernah bisa menebak apa yang akan kulakukan padamu." Jungkook menoleh ke kamar Bora. "Maupun putrimu."

"Ini urusan kita, Antonio. Tak perlu menyertakan anak yang tidak bersalah. Langkahi jasadku dulu baru kau bisa menyentuh putriku."

"Son Bora ikut andil atas kematian Vanthia-ku." Jungkook menurunkan kedua ujung bibirnya, ekspresinya menjadi lebih tenang. Namun, tatapan Jungkook tetap menusuk tajam sampai Jimin memudarkan senyumnya. "Dia penyakitan. Dia mengambil perhatian Vianca dari Vanthia-ku. Jika hari itu putrimu tidak kejang-kejang dan membuat semua orang sibuk, maka Vanthia-ku masih hidup sampai sekarang."

Jimin meneguk salivanya. Mendengar putrinya disalahkan seperti itu, tentu membuat hatinya sakit bukan main. Jimin yang membuat Bora menderita penyakit itu. Jimin tak bisa membalas ucapan Jungkook. Ia diam, ucapan itu menamparnya.

VANTABLACK [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang