08. untuk mimpimu yang terkubur, aku ada.

766 133 18
                                    

"Saya baru gajian."

"Ya... terus?"

Jisoo tersenyum senang, "ayo ke toko helm! saya sudah janji mau beliin kamu helm," Jisoo nampak antusias mengajak Rosè yang masih tertidur malas lengkap dengan wajah datarnya yang menatap Jisoo.

"Gue lagi males keluar rumah," katanya yang membuat senyum Jisoo perlahan luntur.

Jisoo akhirnya mengangguk mengerti, ia mengambil jaketnya yang digantungkan di kursi belajar Rosè.

"Mau kemana lo?" Heran Rosè saat Jisoo bangkit dari karpet bulunya dan sudah memakai kembali jaket denim nya.

"saya ada kerjaan," tentu hal itu bohong.

"Boong ya?" Tanya Rosè tak percaya.

Jisoo menghela nafas pelan, kemudian kembali duduk bersila di karpet bulu di bawah ranjang Rosè.

Rosè yang sedang tiduran tengkurap di ranjangnya menghampiri sisi ranjang kemudian dirinya berhadapan langsung dengan Jisoo yang duduk menyila diatas lantai yang dilapisi karpet bulu.

Kakinya yang ia tekuk digoyangkan seirama, sambil memangku wajahnya ia menikmati fitur wajah Jisoo yang nyaris hampir sempurna itu.

Jisoo yang ditatap intens seperti itu oleh sang pujaan hati tentu saja membeku, pandangannya bergerak kesana kemari menghindari netra hazel Rosè, Gugup karena sebelumnya Rosè melirik dirinya pun enggan.

"K-kenapa li-liatin saya kayak... gitu?" Tanya Jisoo pelan menahan gugupnya.

"Lo keliatan keren dan masculin banget kalo pake topi. Tapi kalo kayak gini cantik banget," Ujar Rosè tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Jisoo yang terlihat merah padam, bahkan telinga gadis itu sudah merah sekali karena menahan malu.

Jisoo mengerjap beberapa kali, ini adalah kali pertama Rosè memujinya seperti ini, bagaimana bisa Jisoo tak ingin berteriak kesenangan? Tapi sayangnya ia harus menahan itu semua supaya tak menghancurkan image nya sebagai Jisoo yang selalu tenang dalam situasi apapun.

Jisoo berdehem kecil, untuk menetralkan suaranya yang bisa saja crack saking gugupnya, "Ekhemm... kamu, muji saya atau bagaimana?" Tanya Jisoo masih tak mampu menatap mata Rosè.

Rosè menggigit pipi bagian dalamnya, menahan gemas melihat Jisoo yang mencoba tak terlihat salah tingkah.

"Sini, tiduran disini," Rosè menepuk pinggirnya yang masih kosong.

Jisoo tersenyum simpul, terus gelengin kepalanya, nolak.

"Saya kalo sudah nempel sama kasur nanti gampang banget tidur, saya gamau nganggurin kamu," Jisoo berujar dengan ekspresi yang serius banget, tatapan mata Jisoo gak pernah gagal bikin Rosè tenggelam waktu natap bola mata kelamnya dia.

"Yaudah sini deketan," Rosè ngibasin tangannya nyuruh Jisoo buat lebih deket; "kurang deket, Jisoo," katanya saat Jisoo hanya bergerak mendekat sekitar satu langkah saja.

Jisoo menelan ludahnya dengan susah payah, kemudian meju lebih dekat hingga hanya tersisa beberapa centi saja dengan ranjang Rosè dan dengan pemiliknya sendiri.

Rosè menggeser badannya yang sedang tengkurap itu mendekat pada Jisoo, lalu detik berikutnya ia menjatuhkan kepalanya di bahu tegap Jisoo. Pas sekali rasanya, karena tinggi ranjangnya dan bahu Jisoo setara.

Dan di menit itu juga, Rosè merasa ia lega. Ia merasa seakan telah pulang dari sebuah perjalanan jauh yang panjang.

Merasa pulang hanya dengan menumpu kepalanya yang berisik di bahu Jisoo, rasanya memang sedikit aneh. Heran karena ia selalu menolak keberadaan gadis berbibir hati itu, tapi hanya Jisoo. Hanya Jisoo yang mampu membuatnya nyaman dan bernafas lebih lega saat berada di dekatnya.

[ 𝐊𝐄𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐑𝐎𝐒𝐄 ] •chaesoo• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang