18. Lampu merah.

533 102 43
                                    

》《

"Gue cuman tau sebatas itu, Ji. Selebihnya gue rasa lo bisa tanyain ke Rosè sendiri."

Irene harap perkataannya barusan bisa membuat Jisoo yang terlihat murung kembali tersenyum hangat, namun hanya helaan nafas panjang yang Jisoo lakukan. Ia masih murung.

Jisoo perlahan mengangkat kepalanya menatap Irene, "kayaknya sampai kapapun saya teh ngga bisa dapetin hati Rosè." Jisoo tersenyum kecut setelah mengatakan beban berat yang selama ini tersimpan di hatinya tersebut.

Ia meremas jari-jarinya dengan resah, mood nya sangat memburuk setelah mendengar penjelasan Irene.

Irene mengulum bibirnya sendiri, ia tak tahu apa yang harus dilakukannya untuk mengembalikan Jisoo si manusia hangat itu.

Ting!

Layar handphond Jisoo menyala, tertera nama Rosè di sana. Irene tersenyum tipis melihat bagaimana Jisoo dengan sigap langsung membalas pesan sahabatnya itu.

"Gue-"

"Its okay, ini jam pulangnya Rosè kan? Gue mau ngabisin makanan gue dulu, lo jemput Rosè aja gapapa."

□■□

Senyum secerah mentari menjelang sore itu nyatanya ikut terbit pada wajah ayu milik Rosèliana Renjana.

Gadis dengan rambut pirang dan paras menawan bak bunga mawar itu tersenyum lebar menatap papan pengumuman hasil UAS kemarin dan betapa senang dirinya saat mendapati namanya berada pada urutan ketiga diantara daftar para mahasiswa lainnya.

Bagi Rosè itu sudah cukup. Hal itu mampu membuat energinya seketika penuh dan senang.

"Gue harus kasih tau Jisoo!" Rosè menggigit bibir bawahnya sendiri; berupaya menahan senyumannya yang semakin lebar.

"Enaknya minta reward apa ya sama Jisoo?"

Rosè berjalan riang keluar dari area kampus, sesekali matanya menatap layar handphone, menunggu balasan dari Jisoo yang ia minta untuk menjemputnya.

"Neng Rosè!" Seorang pria disebrang jalan memanggilnya sambil melambaikan tangannya.

Rosè tersenyum membalas sapaan itu, pria disana adalah tukang batagor langganan ia dan Jisoo.

Rosè memutuskan untuk menunggu Jisoo di sebrang kampusnya, tepat di gerobak mang haris; penjual batagor yang sudah sangat akrab dengannya berkat Jisoo. Sekalian juga ia ingin pinjam kursi milik si penjual batagor tersebut.

"Mang ikut duduk ya." Izin Rosè pada mang haris.

"Silahkan neng, si Jisoo katanya bakalan telat dikit neng." Ujar mang Haris.

"Hm?"

"Si Jisoo nge-WA saya, katanya nitip neng Rosè dulu soalnya dia bakalan rada telat katanya neng." Setelah mengatakan hal itu, mang Haris pamit undur diri karena kini gerobak batagornya dikerumuni oleh sebagian besar mahasiswa yang keluar dari gerbang yang sama tempat Rosè keluar.

Rosè berulang kali mengecek ponselnya, berharap Jisoo membalas chat terakhirnya, sudah hampir setengah jam ia menunggu disini tapi Jisoo tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Rosèliana?"

Rosè menoleh pada sumber suara, ia sedikit menengadah dan menyipitkan matanya karena sinar matahari yang sedang terik-teriknya kala itu membuat matanya kesilauan.

[ 𝐊𝐄𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐑𝐎𝐒𝐄 ] •chaesoo• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang