19. Dunia kita berbeda.

682 112 82
                                    

"Silahkan mengobrol berdua," Jisoo mengerjapkan matanya beberapa kali, tau-tau tante Sarah sudah berdiri dan kini berganti om Dharma lah yang duduk di hadapannya.

"tante mau masak dulu buat makan malam nanti. Oh ya, nak Jisoo ikut makan malam bersama disini ya?" Lanjut tante Sarah sekalian menawarkan pada Jisoo.

"Ah ngga tan, saya kesini cuman mau mastiin Rosè sudah pulang apa belum, nanti kalo Rosè sudah pulang saya langsung pulang juga." Tolak Jisoo secara halus.

Om Dharma nampak bingung, "kenapa? Kamu ga mau main catur lagi sama saya?"

Jisoo terkekeh pelan menanggapi guyonan om Dharma, "saya ada kerjaan om malam ini," jawab Jisoo.

"Manggung di resto mana kali ini?"

Benar, tanggapan tante Sarah dan om Dharma memang berbanding terbalik tentang Jisoo.

Om Dharma tak mempermasalahkan status dan pekerjaan serabutan yang Jisoo jalani, kata om Dharma; "asal kamu bisa menjaga Rosè dan membuatnya bahagia, saya tidak masalah dengan status sosial kamu." Jisoo cukup bersyukur dan sangat senang akan hal itu. Hingga ia melupakan fakta yang sebenarnya. Ia terlalu percaya diri dan kini ia mengerti alasan dibalik jarangnya sang ibunda Rosè yang jarang sekali berinteraksi dengannya.

Alasan itu mempu membuat Jisoo akhirnya tersadar sepenuhnya.

Dunia miliknya dan Dunia Rosè jauh berbanding terbalik layaknya tanggapan om Dharma dan tante Sarah kepadanya.

Di jalan depan sana, tepat di depan pagar rumah Rosè, sebuah mobil mewah Bermerk porsche berhenti.

Jisoo dan om Dharma sama-sama mengerutkan keningnya bingung, mengapa mobil mewah itu parkir sembarangan di depan rumah seorang letnan Jendral. Jisoo sudah bergidik ngeri membayangkan teriakan tegas dan tatapan tajam om Dharma.

Namun spekulasi-spekulasi singkat dan konyol itu seketika buyar saat seorang gadis yang sangat mereka hapal sekali keluar dari dalam mobil mewah tersebut dengan wajah yang memancarkan kebahagiaan.

Jisoo bingung dan om Dharma nampak melepaskan beban berat melalui hembusan nafasnya yang terdengar lebih lega.

Jisoo penasaran, siapa orang yang berada di kursi kemudi. Yang pasti orang itu mampu membuat Rosè tersenyum lebar dan terlihat sebahagia itu. Jisoo bahkan tak pernah bisa menjadi alasan senyuman lebar Rosè yang terpatri sore itu.

Memangnya ia siapa? Pikir Jisoo.

"Putri cantik saya diantar siapa ya?" Celetuk om Dharma dengan senyuman lebar, senyuman seolah bangga dan bahagia.

"Seseorang yang tepat om." Balas Jisoo tanpa sadar.

Mobil mewah itu kembali melaju pelan, meninggalkan pekarangan rumah Rosè. Agaknya Rosè maupun si pengemudi mobil ternama itu tak menyadari kehadiran Jisoo dan om Dharma yang sedang mengopi di gazebo halaman rumah Rosè.

Saat gadis blonde itu berbalik, tatapannya langsung bertemu dengan mata elang milik Jisoo yang biasanya terlihat menatap dengan lembut namun kini tersirat sekali sebuah kesakitan disana.

Rosè tertegun. Sedangkan Jisoo tersenyum tipis menyambut kepulangan sang tuan putri.

Tuan putri dan dirinya bukan apa-apa. Jisoo menegaskan pernyataan itu berulang kali di dalam hatinya.

Rosè, terlalu sulit untuk ia gapai. Rosè terlalu tinggi, jauh lebih tinggi dibanding dirinya.

Rosè merasa senyuman hangat yang Jisoo ulas di wajahnya justru terasa begitu menyakitkan baginya.

Bagaimana bisa ia malah lupa dengan Jisoo...

Buru-buru Rosè menggeser gerbang rumahnya dan sedikit berlari menghampiri Gazebo tempat Jisoo dan dang ayah duduk.

[ 𝐊𝐄𝐏𝐀𝐃𝐀 𝐑𝐎𝐒𝐄 ] •chaesoo• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang