Jeongguk kebingungan karena Taehyung jadi sedikit pemurung sejak semalam ia menjemputnya dari rumah Jimin. Sahabat karib Taehyung itu sudah bercerita sedikit tentang pertemuan Taehyung dan Ayah Kandungnya yang kurang baik di cafe, tetapi Jimin tidak menceritakan secara detail.
Untuk menanyakannya pada Taehyung, Jeongguk juga masih belum berani. Takut-takut malah semakin membuat kekasihnya sedih dan kepikiran. Jadi, hari ini ia memilih untuk bekerja dari rumah. Kebetulan Ibunya sedang ada kegiatan bersama teman-teman semasa kuliahnya dulu, jadi tidak ada yang menjaga Taehyung di rumah sampai sore nanti.
Taehyung enggan beranjak dari tempat tidur. Mungkin hawa musim dingin juga menjadi salah satu faktor pemuda yang tanggal 30 nanti berusia 20 tahun enggan untuk bangun.
Jeongguk datang ke kamar Taehyung membawakan semangkuk sereal madu favoritnya. Dan ia menghela napas sebab melihat posisi sang kekasih masih sama seperti terakhir kali ia mengecek ke kamar.
"Bintang Kecil, bangun dulu sebentar. Kita sarapan bersama, yuk?"
Jeongguk meletakkan mangkuk sereal di atas nakas, kemudian duduk di pinggiran ranjang untuk membangunkan kekasih kecilnya.
Tubuh Jeongguk sedikit tersentak ketika ia merasakan suhu tubuh Taehyung sedikit tinggi dibandingkan suhu normal seharusnya. Anak itu terserang demam ternyata.
"Astaga, kamu demam? Kenapa tidak bilang saya?" Ujar Jeongguk terselip nada khawatir. Ia segera bangkit dan keluar untuk mengambil kompresan.
Dengan telaten dan penuh kelembutan Jeongguk mengurus Taehyung. Mata cantik itu terbuka begitu sayu, kemudian tangannya terangkat seolah meminta Jeongguk untuk membawanya ke dalam dekapan.
Sudah pasti Jeongguk menurutinya, lalu ia mendengar suara Taehyung menangis cukup pilu di dalam dekapannya. Lagi dan lagi, ini kali kedua Taehyung menangis tanpa kejelasan. Jeongguk begitu khawatir, tetapi ia tidak bisa juga jika harus memaksa Taehyung bercerita.
"Kak, aku menyusahkan kakak, ya?" Ucap Taehyung dengan suara yang teredam, sebab wajahnya bersembunyi di balik dada bidang milik Jeongguk.
Spontan Jeongguk menggelengkan kepalanya yakin. Ada sedikit kekecewaan sebab Taehyung masih saja menganggap kehadirannya menjadi beban bagi Jeongguk dan keluarga Jeon, padahal kenyataannya mereka semua sangat senang dan menerima kehadiran anak itu di rumah.
"Apa yang ayah kamu ucapkan sampai kamu seperti ini? Maaf Taehyung, tapi kamu hanya akan membuat tubuhmu sakit jika menyimpan semuanya seorang diri. Ada saya. Saya siap mendengarkan kamu, apapun perasaan kamu saat ini." Alih-alih menjawab, Jeongguk malah balik bertanya pada sosok dalam dekapannya.
"A-ayah bertanya, Kak."
"Apa? Apa yang ia katakan?"
"Kenapa aku belum mati."
Kemarahan bergejolak di dalam hati Jeongguk. Menurutnya ini sudah gila. Ayah macam apa yang bisa mengatakan hal seperti itu pada anaknya sendiri? Pasti ada sesuatu yang tidak beres di keluarga Taehyung.
"Bintang kecil, ini pasti sulit. Tetapi demi kebaikan dan kesehatanmu, bisakah kita menganggap bahwa ucapan ayahmu tidak pernah kamu dengar? Biarkan orang-orang yang tidak menghargai kamu. Ada saya yang sangat menyayangi kamu di sini." Ucap Jeongguk sambil beberapa kali mengecup kening dan kepala Taehyung.
Taehyung hanya terdiam. Jeongguk cukup paham jika Taehyungnya juga tengah mencoba untuk tidak menganggap ucapan menyakitkan dari mulut sang Ayah adalah ucapan yang ia dengar secara langsung. Keadaan Taehyung begitu sulit, Jeongguk mengerti.
"Kak Ggugi. Aku sayang sama kakak. Aku rasa bertemu kakak adalah hadiah terindah dari Tuhan buat aku, terima kasih, Kak."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
120 Minutes (Kookv)
FanfictionTaehyung itu sendirian. Sudah terbiasa sendirian sejak usianya masih belia. Ayah dan Bundanya sibuk bekerja, teman-temannya begitu membencinya karena katanya sih Taehyung terlalu pintar, sehingga teman-temannya sulit sekali mengalahkannya. Taehyung...